Serba Serbi Kuliah Daring di Gorontalo

Konten Media Partner
8 April 2020 12:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kuliah online. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kuliah online. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
GORONTALO - Bahaya COVID-19 memaksa beberapa kampus di Gorontalo berlakukan sistem kuliah daring atau online. Hal itu sebagai upaya agar tidak terjadi kerumunan, yang sesuai kebijakan Pemerintah Pusat tentang jarak sosial (social distance) selama pandemi COVID-19 berlangsung. Namun, beberapa mahasiswa justru merasa kuliah daring menjadi beban baru bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Rizka Umar , Mahasiswi Universitas Ichsan Gorontalo mengungkapkan, kuliah daring yang mulai diterapkan sejak tanggal 23 Maret di kampusnya tersebut, merupakan langkah yang efisien dalam menghadapi wabah COVID-19 di lingkungan pendidikan. Namun kurang efektif dalam praktiknya.
"Implementasinya belum cukup efektif atau tidak maksimal. Sebab dosen dan mahasiswa kurang siap untuk beradaptasi di iklim digital," ungkapnya.
Rizka menambahkan, dalam kuliah daring, kelancarannya tergantung dari jaringan dan teknologi yang dipakai.
"Kuliah daring juga harus didukung jaringan internet yang baik, dalam hal ini tidak lambat atau sampai hilang jaringan," ujarnya.
Selain itu menurutnya, sistem ini juga berpengaruh pada interaksi sosial antara dosen dan mahasiswa, yang terkesan sulit dan kaku selama proses kuliah daring berlangsung.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, mahasiswa juga harus mampu menyesuaikan karakteristik dosen dalam menerapkan kuliah jarak jauh tersebut. Sebagai contoh, beberapa dosen yang cenderung banyak memberikan tugas dibanding menjelaskan materi perkuliahan.
"Ada juga dosen yang hanya memberikan materi untuk disalin dan dipelajari sendiri di rumah," ucap Rizka.
Hal lain yang mengganggu proses kuliah daring adalah suasana berisik yang kerap terdengar, entah suara kendaraan, kipas angin atau suara beberapa teman lain yang berbicara dengan keluarganya saat kuliah sedang berjalan.
"Kondisi ini sangat mengganggu konsentrasi mahasiswa lain, sehingga berpengaruh pada usaha memahami materi kuliah," tukasnya.
Lanjut Rizka, masalah kuliah daring yang paling umum terjadi adalah soal biaya internet yang cukup mahal. Sebab sekali kuliah, pulsa data yang dihabiskan mencapai 3 GB, sehingga tentunya ini lumayan menguras mahasiswa untuk tetap menyediakan pulsa data.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, upaya yang dilakukannya jika jaringan mengalami masalah dalam proses kuliah daring, yakni dengan menghubungi teman-teman lain yang bisa mengikuti perkuliahan sampai akhir tanpa gangguan jaringan.
"Kalau jaringan saya lambat atau bahkan hilang, saya langsung hubungi dosen untuk memberitahunya," tutur Rizka.
Selanjutnya, jika mengalami kendala keuangan dalam membeli pulsa data, sebisa mungkin ia mencari pinjaman uang dengan menghubungi teman atau keluarga yang bisa memberikan pinjaman uang atau kuota internet.
"Mau tidak mau, sebelum masuk proses kuliah daring, sebisa mungkin persiapkan segala hal yang terkait. Karena sekarang ini solusi satu-satunya proses kuliah adalah tetap bisa berinteraksi dengan dosen mata kuliah," katanya.
Tidak hanya Rizka, Muhammad Ical, Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo juga menyampaikan pandangannya terkait kuliah daring tersebut. Menurutnya, kuliah model ini merupakan bukti awal bagaimana kita menyambut era revolusi 4.0. Walaupun masih harus beradaptasi lagi dengan model baru ini.
ADVERTISEMENT
"Poin penting dari hal ini adalah bagaimana kita sebagai mahasiswa diperkenalkan dengan dunia baru dalam praktek perkuliahan untuk menyambut dunia revolusi 4.0. Hal ini cukup baik, kita hanya perlu membiasakan diri dengan hal tersebut," katanya.
Akan tetapi menurutnya, kampus juga harus lebih berperan aktif membantu mahasiswa dalam beradaptasi dengan lingkungan digital yang cukup rumit dirasakan mahasiswa. Keaktifan itu dalam bentuk kebijakan yang diterapkan, agar mahasiswa mudah menjalani proses ini.
Namun baginya, walaupun sudah ada 30 GB kuota internet gratis untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa, namun yang namanya online, tentu harus menyesuaikan dengan jaringan. Sehingga ia kerap mencari tempat dengan kualitas jaringan yang baik ketika akan melakukan kuliah daring.
Lanjut Ical, gratis kuota 30 GB adalah langkah yang cukup baik, namun kita dibenturkan dengan pelayanan kuliah yang kurang maksimal, sehingga dampaknya, pemahaman materi yang diberikan juga kurang baik bagi mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Tambahnya, akan lebih efektif jika dosen membuat sendiri video pemberian materi, kemudian di saat waktu perkuliahan, video tersebut di kirim dalam grup kelas, dan setiap mahasiswa wajib download. Setelah itu, sesi tanya jawabnya bisa melalui tatap muka di aplikasi kuliah daring yang biasa digunakan.
"Hal ini perlu dilakukan. Agar pemberian materi tidak terganggu oleh jaringan, serta menghindari masalah gagal paham mahasiswa terhadap materi yang diberikan," pungkasnya.
---
Reporter: Ikdal Amala