Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Kisah Mbah Ten … Pelaku Sejarah di Banyuwangi
29 Agustus 2017 2:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari BANYUWANGI CONNECT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Warna pekat dari situasi masa lalu yang ia ceritakan ke pada saya seolah membawanya kembali ke masa itu,masa di mana bangsa ini mengalami saat saat susah dalam memperjuangkan kemerdekaan. Biasa di panggil Mbah Ten,perempuan lanjut usia bernama lengkap “JUMINTEN” ini banyak berkisah kepada saya tentang seperti apa masyarakat banyuwangi mengokang senjata demi satu kata “MERDEKA”. Terlahir di Banyuwangi pada tahun 1928,ia memulai cerita yang ia dengar dari sang ayah tentang keterlibatanya dalam proses pembuatan Terowongan Gumitir pada tahun 1901. Banyak orang mengatakan,bahwa pembangunan Terowongan tersebut adalah hasil kerja paksa yang di lakukan oleh kolonial belanda pada masa itu,namun apa yang di katakan Mbah Ten ini sungguh jauh dari pendapat orang orang pada umumnya. Terowongan yang di bangun oleh “Staatssppoorwegen” sebuah perusahaan kerta api Hindia Belanda ini memang melibatkan banyak pribumi pada saat itu,namun pada saat itu pribumi yang berkerja termasuk ayah Mbah Ten sendiri mendapatkan upah sebesar “1 ECE” dalam sehari menjadi kuli. Entah sebrapa banyak nilai upah tersebut jika di samakan dengan nilai uang di jaman sekarang.
ADVERTISEMENT
Waktu begitu cepat berlalu lepas dari tahun di mana Mbah Ten di lahirkan,hingga pada tahun 1942 tentara jepang bersandar di Bali yang bertujuan untuk menjajah Bali dan juga Bumi Belambangan. Mbah Ten berkata,begitu cerdik jepang pada saat itu,demi ingin mendapatkan empati dari pribumi untuk membantu menghancurkan kolonial belanda,jepang melatih semua para pemuda yang tadinya buta akan pendidikan militer di didik dan di latih hingga memahami tentang militer. Pendidikan militer dari jepang yang di berikan pribumi pada saat itu tidak pandang jenis kelamin,ada perempuan dan ada juga laki laki,salah satu pendidikan militer yang jepang berikan pada saat itu adalah baris berbaris. Nama di barisan kaum hawa yang di pada saat jepang melatih kemiliteran adalah “BUCINGKEI”,sedangkan di barisan laki laki adalah “SINENDAN”.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1942 di mana para tentara jepang yang datang di Banyuwangi melatih militer untuk mereka para pribumi yang muda,di sisi lain bagi mereka pribumi yang tua justru menelan pil pahit yang sangat kejam,di mana mana para pria pada saat itu hanya di bekali sebilah sabit untuk membuat bangker bangker pertahanan perang untuk melawan belanda,mereka di larang untuk kenyang,toko toko di larang menjual kain kain dan peralatan rumah tangga,hingga pada tahun 1943 terlahirlah bangker bangker yang kini bisa kita kunjungi di daerah LAMPON,MUNCAR GUMUK KANTONG dan masih banyak lagi.
Ingatan Mbah Ten cukup baik di usianya yang kini menginjak 88 tahun,di katakan olehnya juga bahwa dampak serangan jepang ke belanda pada saat itu yang terjadi di Banyuwangi mengakibatkan perusakan sumur sumur gas yang ada di daerah perkebunan seperti Glenmore,Kalitelepak & Kalibaru. Belanda melakukan hal seperti itu lantaran sakit hati atas apa yang jepang lakukan ke pada mereka,terutama perusakan loji loji yang ada di kawasan perkebunan dan di lakukan secara membabi buta oleh tentara jepang. Perseteruan antara Jepang dan Belanda pada saat itu sangat menyisakan duka bagi masyarakat Banyuwangi khususunya,dengan jatuhnya korban yang banyak dan menyisakan duka yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Di tahun 1947 Pasukan yang di namai GURKHA milik belanda mendarat untuk yang ke dua kalinya setelah kekalahanya melawan jepang pada tahun 1942 – 1946. Menurut Mbah Ten,GURKHA datang memang tidak lama waktunya,namun kedatangan mereka yang singkat itu lah justru masa masa paling mencekam yang pernah mbah rasakan,jangankan untuk bepergian,tidur pun hal lumrah yang biasa orang lakukan pun susah ia lakukan,hal sama yang di rasakan masyarakat Banyuwangi termasuk MbahTen. Tujuan GURKHA pada saat itu tidak lain adalah merusak tatanan bumi pertiwi,dan target utamanya adalah para ahli militer yang terdidik oleh tentara jepang.
Dalam oprasi besar besaran GURKHA,mereka juga di bekali keahlian khusus,tak bedanya seperti ANJING PELACAK,pasukan Gurkha ini mampu melihat tangan tangan pribumi tentang siapa saja yang pernah mengokang senjata hanya dengan “MENCIUM TANGAN SETIAP PRIBUMI YANG TERKENA TARGET OPRASI”. Melihat sikap tentara tentara belanda Gurkha yang sangat keji,membangunkan sifat patriotisme dari seluruh kalangan,mulai pedagang,tukang becak,pekerja bangunan dan masih banyak lagi untuk berniat melawan hingga tetes darah penghabisan,namun niat hanyalah niat yang tidak di imbangi dengan peralatan tempur lengkap,sedangkan GURKHA adalah pasukan yang di lengkapi sejata lengkap termasuk alusista penghancur halangan yang di bangun warga dari bambu.
ADVERTISEMENT
Dari keterbatasan itulah,Mbah Ten selaku saksi sejarah yang pada saat itu menyaksikan langsung seperti apa para pejuang bersembunyi di hutan GANGGANGAN di timur KALIBARU. Sedikit mata berkaca kaca seakan air mata Mbah Ten akan tumpah,beliau memberikan sebuah pesan “Mangkane,ojo nyepelekne 17 Agustus 1945,konco ku mati kabeh,bahkan enek seng di mutilasi,di tembak,di ajar sampek matek,prjuangane sampek koyok ngene gak gampang” sesaat setelah bicara ia mengambil nafas panjang dan memberi sebuah lirik lagu,di mana lagu tersebut akan di nyanyikan jika peperangan akan di mulai “AYO KONCO PODO MUJO MUJI KANTI PANALONGSO NIBANI BOM NGOBONG KUTO EWON YUTAN WONG PALASTRO NGRUSAK SAMANE MANUNGSO” Tersayat hatinya saat menunjukan lagu ini pada saya,namun inilah yang ada. [Wendy Portnoy-btd]
ADVERTISEMENT