Konten dari Pengguna

Melacak Sang Minakjinggo Part 2

BANYUWANGI CONNECT
membacalah walau sebentar
18 September 2017 18:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BANYUWANGI CONNECT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Membaca Balambangansch Adatrechtkarya Dr.Y.W.De Stoppelaar (1927), kita dapat memahami, bahwa ternyata yang mendiktekan Sejarah Blambangan harus bermula dari Arya Wiraraja adalah Brandes yang didukung oleh Muhlefenfeld, Stoppelaar, dan sebagainya. Brandes tidak bisa membedakan antara Blambangan dengan Lamajang Tigangjuru-nya Arya Wiraraja?
ADVERTISEMENT
Juga pendapat Brandes mengenai Bhre Wirabumi. Kesalahan besarnya adalah menyamakan Mandala Wirabhumi dengan Kerajaan Blambangan dan Stoppelaar menyamakan Bhre Wirabumi dengan tokoh Minakjinggo.
Kita tidak akan pernah menemukan sejarah Blambangan dalam karya mereka karena yang mereka bahas adalah Lamajang Tigangjuru lompat ke Mandala Wirabhumi dan lompat jauh ke Kabupaten Banyuwangi.
Perwujutan Minakjinggo Dalam pewayangan
Menelusuri mitos Minakjinggo merupakan hal yang sangat menarik bagi kami. Mengungkap apakah sosok ini tokoh fiktif atau nyata? Namanya adalah nama gelar ataukah nama sesungguhnya? Apakah satu orang atau beberapa orang? Dan yang paling utama, mengingat tokoh ini sangat diidentikkan dengan Blambangan dan Banyuwangi, apakah dia berkaitan dengan Blambangan (dalam hal ini Banyuwangi) atau tidak?
ADVERTISEMENT
Pencarian ini mengarah pada sisi politik di mana Blambangan selalu diadu secara paksa melawan Majapahit dan Mataram, termasuk nantinya adu domba antara Hindu versus Islam. Padahal fakta-fakta prasasti tidak pernah mengatakan adanya hal itu, karena Blambangan belum berdiri saat Majapahit ada. Kecuali fanatisme sebagian kecil kita yang di Banyuwangi (sebagaimana orang daerah lain) yang selalu merasa bahwa daerahnya lebih dari daerah lain.
Menganggap bahwa Blambangan baru ada setelah tahun 1400an bukan berarti menjadikan wilayah ujung Timur Jawa ini sebagai tanah tak bertuan di tahun-tahun sebelum itu. Walau belum ada bukti catatan tertulis, namun peradaban pernah ada di Alas Purwo (Tegaldlimo Banyuwangi), Kendeng Lembu (Glenmore Banyuwangi), Kawah Ijen Banyuwangi, situs-situs Megalitik di Bondowoso, Jember, dan Situbondo, juga candi-candi di Jember, Lumajang, dan Probolinggo.
ADVERTISEMENT
Dapat disebutkan beberapa nama seperti Kerajaan Purwacarita dalam Babad Tanah Jawi dan Kerajaan Ijennagari/Tarumpura dalam Suluk Balumbung, juga nama Sadeng, Ketah, Pakembangan, Patukangan, Lamajang dan sebagainya dalam Negarakertagama yang kesemuanya menggambarkan adanya peradaban tua yang sudah ada sebelum Blambangan ada di wilayah timur Jawa ini.
Seperti Keraton Jogjakarta Hadiningrat yang berdiri di atas reruntuhan Kerajaan Mataram Jawa.Kerajaan Mataram Jawa berdiri diatas reruntuhan Kesultanan Pajang.Kesultanan Pajang berdiri diatas reruntuhan Kerajaan Pengging.Kerajaan Pengging beridiri diatas reruntuhan Mandala Pajang (wilayah Bhre Pajang era Majapahit).Mandala Pajang berdiri diatas reruntuhan Kerajaan Boko/Prambanan.dan seterusnya.
Banyuwangi, Jember, Sitobondo, Bondowoso, Lumajang, dan Probolinggo juga berdiri dari reruntuhan Kerajaan Blambangan. Kerajaan Blambangan berdiri dari reruntuhanMandala Wirabhumi dan Pakembangan, serta Kadipaten Balumbung (era Majapahit).Kadipaten Balumbung dan Mandala Wirabhumi berdiri dari reruntuhanMajapahit Kedhaton Wetan.Majapahit Kedhaton Wetan berdiri dari reruntuhanKerajaan Lamajang Tigangjuru, dan seterusnya.
ADVERTISEMENT
Jadi tidak perlu memaksakan nama Kerajaan Blambangan sudah ada sejak tahun sekian atau abad sekian, faktanya nama itu benar-benar baru ada tahun 1705 saat Prabu Danurejo membangun ibukota baru di Alas Kebhrukan Muncar yang disebut sebagai Kutharaja Blambangan (situs stinggil, Umpak Songo, dll). Nama kerajaannya apa, tidak disebutkan, dan jika diyakini Blambangan ada kaitannya dengan Hayam Wuruk, maka kerajaannya lebih tepat jika disebut Kadipaten Balumbung seperti tertulis dalam Negarakertagama. Kita perlu mengingat bagaimana nama Kedhaton Singhasari (ibukota) lebih terkenal sebagai nama keraajaan daripada Tumapel yang merupakan nama sesungguhnya. Demikian pula Kedhaton Blambangan (ibukota) yang lebih popular daripada nama Balumbung. [Mas Aji Wirabhumi] B E R S A M B U N G....... Part 3
ADVERTISEMENT