Pelantikan Pengurus DKB di Pendopo Banyuwangi

BANYUWANGI CONNECT
membacalah walau sebentar
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2020 18:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BANYUWANGI CONNECT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelantikan Pengurus DKB di Pendopo Banyuwangi Kamis, 14 Oktober 2020
zoom-in-whitePerbesar
Pelantikan Pengurus DKB di Pendopo Banyuwangi Kamis, 14 Oktober 2020
ADVERTISEMENT
Susunan kepengurusan Dewan Kesenian Blambangan, Banyuwangi, hasil Musdalub DKB yang digelar September kemarin, dilantik di Pendopo Banyuwangi hari ini, Kamis, 14 Oktober 2020. Pelantikan yang terbilang cepat. Ketua DKB definitif, Hasan Basri beserta jajarannya, tak kurang hampir 70 orang dilantik Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Acara seremonial yang sangar dan hikmat ini ditandai dengan pakaian adat Banyuwangi hitam-hitam. Semua kepala yang laki-laki pakai udeng, dengan corak dan motif aneka warna. Fenomena udeng yang tidak seragam. Hasil kesepakatan seniman dan budayawan soal bentuk udeng yang baku menjadi tidak jelas lagi.
ADVERTISEMENT
Dengan dilantiknya jajaran kepengurusan Dewan Kesenian Blambangan, DKB bisa mengeksekusi semua program di masa pandemi Covid-19. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sangat ridha dan lega dengan kepengurusan baru ini. Bupati melihat komposisi pengurus kali ini mencerminkan kompetensi yang bisa diandalkan.
Ketua DKB Hasan Basri mengatakan siap mendukung visi pemerintah. "Tidak bisa dipungkiri seni dan budaya tradisi adalah nilai lokal yang penting. Maka kami akan mengawal dan menemani seni tradisi untuk terus hidup," ujar Kang Son, panggilan akrab Hasan Basri. Acara pelantikan itu juga dijadikan mementum dengan mengundang budayawan sepuh, seperti Hasnan Singodimayan, Sumartini Moenaris, Asma'i Hadi, dan koreografer Sahuni. Mereka duduk di kursi kehormatan di depan disamping Ketua Dewan Pengarah DKB Samsudin Adlawi.
Bupati Banyuwangi Azwar Anas tak lupa mengingatkan hadirin tentang capaian Banyuwangi selama ini. "Kami tidak salah telah meletakkan pariwisata sebagai fokus utama pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pembangunan ingklusif telah memberi manfaat untuk usaha mikro. Ini dibuktikan dengan data BPS," kata Anas. Capaian pendapatan Banyuwangi sudah mengalahkan Malang, dan kota-kata lain yang dulu pendapatannya di atas Kabupaten Banyuwangi. Piagam penghargaan nyaris tak terhitung lagi, baik dari skala nasional maupun internasional, tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pelantikan pengurus DKB, Banyuwangi, di Pendopo Kabupaten Banyuwangi itu setidaknya menjadi pengalaman baru untuk beberapa pengurus DKB. Betapa tidak. Ada salah satu pengurus DKB mengaku, baru kali ini masuk Pendopo lagi.
"Sudah sekian puluh tahun saya tidak pernah masuk pendopo. Terakhir saya kesini ketika bupatinya Pak Djoko Supaat Slamet. Kalau tidak salah di tahun 70-an, di awal era Orde Baru. Waktu itu saya diminta oleh Pak Paat untuk memindahkan buaya di kolam sebelah. Di pendopo ini dulu, banyak dipelihara binatang langka. Saya ingat ada Budeng (jenis kera besar) meringis ke saya dan ngajak salaman. Rusa dengan tanduknya bercabang indah, burung merak, kalkun dan sejumlah jenis burung. Dan masih banyak binatang lain, termasuk ular piton yang besar. Saya juga ingat anak-anak kampung bebas bermain di halaman ini, di bawah pohon sawo kecik. Kadang anak-anak itu berani masuk sampai kedalam. Tentu anak-anak yang sudah dikenali penjaga, sekarang istilahnya satpam. Mereka dibiarkan bermain sepuas-puasnya," ujarnya, sambil mewanti-wanti namanya jangan ditulis.
Seniman yang biasa pakai sandal jepit dan kelomprohan itu tidak bisa menyembunyikan ketakjubannya atas perubahan arsitektur Pendopo sekarang. Ditambahkannya, ia ikut merasa bersyukur pohon beringin disebelah barat tetap hidup. Dulu ia menyangka pohon beringin itu pasti akan mati, karena pernah hangus disambar bledek (petir) yang dahsyat. Iya, katanya, dua pohon beringin itu adalah saksi bisu sejarah berdirinya Pendopo ini. Ditanam langsung oleh tangan Mas Alit, Bupati pertama Banyuwangi di tahun 1774. Ia, seniman yang tidak mau disebut namanya itu, juga mengaku bersyukur karena empat tiang besar di tengah Pendopo masih ada. Tiang, atau pilar dari kayu jati pilihan itu juga mengandung sejarah. Tapi saya ragu, itu asli apa baru. Kayu berdiameter 60 sentimeter persegi itu, katanya, mengakhiri percakapan karena ia keburu mau salat Ashar di masjid pendopo sebelah barat. [KangSeen/Wer]
ADVERTISEMENT