Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Apakah Kita Harus Memikirkan Cara Berpakaian Kita?
8 Juli 2023 16:41 WIB
Tulisan dari Barbie Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Etika berbusana di Indonesia melibatkan seperangkat norma dan nilai-nilai yang mengatur cara berpakaian agar sesuai dengan budaya, agama, dan tradisi masyarakat Indonesia. Meskipun Indonesia adalah negara dengan keberagaman budaya yang kaya, terdapat beberapa prinsip umum yang menjadi pedoman dalam berbusana di Indonesia. Etika berbusana ini termasuk dalam peraturan tertulis dan tidak tertulis tentang cara berpakaian di suatu daerah atau suatu tempat.
ADVERTISEMENT
Berbusana di Indonesia melibatkan penghargaan terhadap norma sosial dan budaya yang ada. Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan adat istiadat yang berbeda-beda, dan penting bagi individu untuk menghormati norma-norma tersebut dalam cara berpakaian mereka. Etika berbusana juga bergantung pada konteks dan kesesuaian acara atau tempat tertentu. Misalnya, di tempat-tempat ibadah, pakaian yang sopan dan tertutup seringkali diharapkan. Di tempat kerja, pakaian formal atau berbusana yang rapi biasanya diharapkan. Sedangkan di lingkungan santai atau acara informal, pakaian yang lebih santai dan tidak terlalu formal dapat diterima.
Etika berbusana di Indonesia menekankan pentingnya kesopanan dan kesusilaan dalam berpakaian. Pakaian yang terlalu terbuka, terlalu ketat, atau terlalu transparan dapat dianggap tidak pantas dan tidak etis. Terutama dalam lingkungan formal atau religius, pakaian yang rapi, tertutup, dan sopan sangat dihargai. Agama memainkan peran penting dalam etika berbusana di Indonesia. Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, dan aturan berpakaian Islam sering diikuti oleh banyak orang. Untuk wanita Muslim, pakaian yang menutup aurat (bagian tubuh yang harus ditutup menurut ajaran agama) seperti hijab, jilbab, atau pakaian longgar adalah hal yang umum. Namun, agama-agama lain juga memiliki aturan dan norma tersendiri terkait berbusana yang harus diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Khusus bagi orang asing atau wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, penting untuk menghormati budaya lokal dan berpakaian sesuai dengan norma-norma setempat. Hal ini menunjukkan rasa hormat terhadap budaya dan masyarakat Indonesia. Etika berbusana juga mencakup menghindari pakaian yang mengandung pesan negatif atau provokatif. Pakaian dengan kata-kata kasar, simbol-simbol yang menghina, atau gambar yang tidak pantas tidak disarankan karena dapat menyinggung orang lain.
Berbusana adalah kebebasan berekspresi setiap orang. Namun, tetap saja harus melihat dan dikondisikan dengan waktu dan tempatnya. Setiap orang harus mematuhi peraturan tentang berbusana, karena pakaian itu sendiri mencerminkan tingkat kesopanan dan nilai dalam masyarakat. Berpakaian rapi dan sopan harus dipelihara dan dibiasakan sejak dini, karena hal tersebut dapat meningkatkan rasa hormat orang lain terhadap kita. Setiap gaya seseorang dapat merubah cara pandang orang lain terhadap kita.
ADVERTISEMENT
ETIKA DEONTOLOGI
Teori non-konsekuensialis adalah pendekatan dalam etika yang menekankan pentingnya faktor-faktor lain selain konsekuensi dalam menilai moralitas suatu tindakan. Dalam teori ini, aspek-aspek seperti kewajiban, prinsip moral, atau karakter individu dapat menjadi dasar penilaian etis. Atas dasar itu, maka teori ini mengukur baik buruknya suatu tindakan tidak berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan tersebut, melainkan berdasarkan pada orangnya atau pelaku.
Teori etika deontologi, yang juga dikenal sebagai etika kewajiban atau etika tindakan, fokus pada kewajiban moral yang mutlak dan prinsip-prinsip universal yang harus diikuti. Istilah "deontologi" berasal dari kata Yunani "deon" yang berarti "kewajiban" atau "tindakan yang benar". Pemikiran utama di balik deontologi adalah bahwa moralitas tumpang tindih dengan kewajiban etis yang harus diikuti tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam teori ini, suatu tindakan dianggap baik jika tindakan tersebut didasari oleh motivasi atau kesadaran bahwa tindakan itu merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan. Sehingga, yang menjadi dasar adalah kesadaran akan kewajiban. Jadi, suatu tindakan itu baik berdasarkan tindakan itu sendiri dan baik buruknya suatu tindakan itu tidak ditentukan oleh baik atau buruknya akibat yang diperoleh perilaku.
Immanuel Kant, salah satu filosof terkenal yang mengembangkan teori deontologi, menyatakan bahwa ada "imperatif moral" yang bersifat absolut dan harus diikuti tanpa kecuali. Imperatif moral mengharuskan individu untuk bertindak berdasarkan kewajiban moral yang universal dan tidak tergantung pada keinginan atau tujuan subjektif.
ANALYSIS
Dalam teori etika deontologi, terdapat penekanan pada kewajiban moral yang mutlak. Dalam konteks berpakaian, ini mengarah pada pemahaman bahwa individu memiliki kewajiban untuk mengikuti aturan-aturan dan norma-norma yang ditetapkan oleh masyarakat, agama, atau budaya tertentu. Misalnya, mematuhi kode berpakaian di tempat kerja atau mengenakan pakaian yang pantas untuk acara formal adalah contoh kewajiban moral berdasarkan deontologi.
ADVERTISEMENT
Etika deontologi menekankan pentingnya aturan universal yang dapat diterapkan oleh semua orang. Dalam konteks berpakaian, ini berarti bahwa individu harus mengenakan pakaian yang sesuai dengan aturan yang berlaku secara umum. Misalnya, mengenakan pakaian yang sopan dan tidak menyinggung di tempat umum adalah prinsip universal yang dijunjung tinggi dalam deontologi.
Teori etika deontologi menegaskan pentingnya menghormati martabat manusia dan memperlakukan mereka sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain. Dalam konteks berpakaian, ini berarti bahwa individu harus mengenakan pakaian yang menghormati hak-hak dan martabat orang lain. Hal ini melibatkan menghindari pemakaian pakaian yang menyinggung atau merendahkan orang lain.
Dalam deontologi, konsistensi prinsip menjadi faktor penting. Ini berarti individu harus mengenakan pakaian yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang mereka anut secara konsisten, tanpa pengecualian atau penilaian situasional. Misalnya, jika seseorang memegang prinsip kesopanan dan rasa hormat, mereka akan memilih untuk mengenakan pakaian yang pantas dalam setiap situasi, tanpa mempertimbangkan kenyamanan atau keinginan pribadi.
ADVERTISEMENT
Prinsip moral ini masih sangat layak untuk dihidupi, karena mereka memainkan peran penting dalam membentuk interaksi sosial yang sehat, menghormati nilai-nilai budaya, dan mempromosikan citra diri yang tepat. Contohnya, jika diundang dalam suatu acara pernikahan dan dimana dalam undangan tersebut sudah tertera dresscode yang harus digunakan. Dan ketika kita mematuhi dresscode yang sudah ditetapkan maka kita telah menunjukkan penghormatan terhadap acara atau situasi tersebut.
Yang sebaiknya dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam mempertahankan prinsip moral yang selama ini sudah dihayati adalah dengan memberikan pendidikan dan kesadaran tentang bagaimana cara berpakaian yang sopan dan sesuai dengan norma yang ada. Kelompok masyarakat harus siap untuk merespons pelanggaran etika berpakaian dengan cara yang proporsional dan bertanggung jawab, hal ini bisa berupa teguran secara sopan, dan lain-lain. Kelompok masyarakat juga bisa menjadi contoh teladan bagi masyarakat lainnya dalam hal berpakaian yang sesuai dengan prinsip moral yang ada. Kelompok masyarakat dapat memperkuat nilai-nilai positif yang terkait dengan etika berpakaian melalui promosi budaya yang membangun, inklusif, dan menghormati.
ADVERTISEMENT
CONCLUSSION
Berdasarkan teori Deontologi tadi, dapat disimpulkan bahwa seharusnya setiap individu mengerti tata cara berpakaian yang baik, agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain, dan sudah semestinya kita sebagai manusia mengerti dimana dan bagaimana kita harus berpakaian, karena jika kita tidak memperhatikan cara berpakaian kita, bisa aja orang lain tidak nyaman dengan cara berpakaian kita, dan juga kita sebagai manusia ada baiknya menegur dengan sopan ketika ada seseorang yang menggunakan pakaian yang tidak semestinya, namun apabila mereka tidak menghiraukan kita, ada baiknya kita biarkan saja karena kembali lagi, setiap orang memiliki hak untuk menentukan pakaian apa yang disukai.