Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tinjauan Geologis dan Medis tentang Air Limpasan
I am a young student intending to enrich my knowledge in geology specifically in petroleum geochemistry and I am also passionate to share my knowledge. My interest lies in geological engineering especially in the research and development of geochemistry exploration. When dealing with tasks, my mindset is always geared towards results and its objectives, but I still value the processes to achieve it. I am an enthusiastic person who holds high ideals and always ready to adapt. I always keep in mind to maintain a good attitude and clearly love to work together with other companions in order to achieve more.
17 Juli 2019 14:45 WIB
Diperbarui 17 Juli 2019 19:58 WIB
Tulisan dari Barry Majeed Hartono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kecamatan Pangalengan yang terletak di Kabupaten Bandung terkenal sebagai daerah pertanian dan perkebunan. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, di bawah daerah Pangalengan terdapat endapan vulkanik dari Gunung Malabar, seperti abu vulkanik (piroklastika) yang membuat daerah ini subur karena tanah mengandung zat mineral dari gunung api (Alzwar dkk., 1992).
Meski begitu, ketersediaan air bersih masih menjadi salah satu masalah di daerah ini. Salah satu kasus menarik kala saya berada di Kampung Langbong, Pangalengan. Saat itu, saya sedang membantu dosen saya, Pak Arif Susanto, yang sedang melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di kampung tersebut, terutama pada daerah RW 12, RW 13, dan RW 14. Kegiatan tersebut berbentuk pemetaan hidrogeologi (air) untuk menguji kualitas mata air setelah ditemukan. Kegiatan ini dibiayai oleh Institut Teknologi Bandung.
ADVERTISEMENT
Saat itu, saya dihampiri oleh salah satu warga yang mengatakan bahwa airnya berwarna merah dan berbau logam. Informasi yang menarik bagi saya, sehingga saya meminta izin kepada dosen saya untuk ke sana untuk melakukan observasi. Saya perlu berjalan 700 meter untuk ke lokasi tersebut dengan diantar salah satu warga di sana. Sesampainya di lokasi, saya melihat airnya memang bewarna merah dan berbau besi.
Lokasi tersebut berada di daerah dataran yang lebih rendah dibandingkan lainnya. Sepanjang perjalanan ke lokasi tersebut, saya mengobservasi bahwa permukaan tanah di sekitar lokasi basah (terbanjiri) dan bewarna merah. Warna merah tersebut dihasilkan dari residu besi (Fe) yang dihasilkan dari pelapukan batuan sebelumnya.
Batuan vulkanik yang dihasilkan dari gunung api di Indonesia umumnya merupakan batuan beku mafik hingga intermediet, sehingga memiliki kandungan Fe dan Mg yang cukup tinggi. Kontak dengan air dan udara (O2 dan CO2) dapat menyebabkan batuan tersebut lapuk (weathering) sehingga berubah menjadi tanah dan meninggalkan kandungan Fe di tanah tersebut.
ADVERTISEMENT
Pelapukan seperti ini sangat intensif di Indonesia karena Indonesia merupakan negara beriklim tropis, sehingga daerah ini memiliki kelembaban yang tinggi.
Setelah observasi, terjawab alasan mengapa airnya bewarna merah dan berbau besi. Jawabannya adalah air yang ditampung warga bukan berasal dari mata air, namun air tersebut berasal dari air limpasan (surface run-off). Air tersebut berasal dari mata air yang terletak 700 meter dari lokasi, kemudian air tersebut mengalir di atas permukaan tanah.
Air tersebut membawa residu besi di atas tanah yang dilewatinya dan tertampung pada salah satu kubangan (bisa dilihat pada skema di bawah). Air tersebut kemudian dijadikan sumber air oleh masyarakat sekitar yang kemungkinan berjumlah 500 jiwa (Menurut Camat Pangalengan).
Besi dalam air dapat memengaruhi rasa dan warna dari makanan dan air itu sendiri. Larutan besi menyebabkan air terasa seperti logam. Besi juga dapat bereaksi dengan tanin pada kopi, teh, dan minuman alkohol dan menghasilkan lumpur hitam. Sayuran yang dimasak dalam air dengan kadar besi tinggi juga akan berubah warna menjadi gelap.
ADVERTISEMENT
Selain itu, besi juga dapat menyebabkan noda pada pakaian, porselen, dan peralatan makan. Besi sebenarnya tidak berbahaya bagi kesehatan. Besi berguna bagi tubuh sebagai salah satu komponen sel darah merah yang membantu transportasi oksigen dalam tubuh. Namun, dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan efek racun.
Rata-rata dosis letal besi adalah 200-250 mg/kg berat badan, tapi kematian juga ditemukan pada dosis konsumsi 40 mg/kg berat badan. Kandungan besi dalam air akan meningkatkan jumlah bakteri yang memerlukan besi untuk hidup. Bakteri ini bersifat non-patogenik, artinya tidak mengganggu kesehatan. Namun, bakteri ini akan menghasilkan lendir berwarna merah kecokelatan dan menyebabkan bau yang tidak enak.
Lalu, bagaimana solusinya? Tentu meminum air dengan kadar besi yang terlalu berlebihan dan lama akan memberikan dampak yang buruk untuk kesehatan. Oleh karena itu, beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah:
ADVERTISEMENT
Membuat tempat pengolahan air untuk mengekstrasi besi dari air dapat dilakukan. Namun, hal ini akan memakan biaya yang besar dan juga perlu perhatian dari masyarakat. Masyarakat juga harus dapat merawat alat tersebut dalam jangka panjang.
Hal ini merupakan solusi yang paling mudah untuk dilakukan. Mata air dapat ditemukan secara mudah pada beberapa tempat. Mata air dapat terbentuk saat terdapat batuan yang permeable (dapat mengalirkan air) kontak dengan batuan impermeable dan terekspos di permukaan. Selain itu, mata air juga dapat terbentuk akibat adanya sesar atau rekahan, sehingga air dapat keluar.
Begitulah salah satu pengalaman saya di bidang hidrogeologi. Hindarilah menggunakan air yang berasal dari air limpasan. Warna merah tersebut dihasilkan dari residu besi yang terbawa oleh air limpasan. Jika dikonsumsi terus menerus, maka dapat berdampak buruk pada kesehatan. Mencari mata air merupakan solusi terbaik untuk mengatasi hal ini. Sekian cerita saya, terima kasih.
ADVERTISEMENT
Referensi
Alzwar, M., Akbar, N., Bachri, C., (1992). Peta Geologi Garut- Pameungpeuk, Jawa Barat, Skala 1:250.000, Pusat dan Pengembangan Geologi, Bandung, lembar 1208-6.