Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Vulkanisme dan Konstruksi Candi: Studi Kasus dari Candi Bojongmenje, Jawa Barat
I am a young student intending to enrich my knowledge in geology specifically in petroleum geochemistry and I am also passionate to share my knowledge. My interest lies in geological engineering especially in the research and development of geochemistry exploration. When dealing with tasks, my mindset is always geared towards results and its objectives, but I still value the processes to achieve it. I am an enthusiastic person who holds high ideals and always ready to adapt. I always keep in mind to maintain a good attitude and clearly love to work together with other companions in order to achieve more.
12 April 2020 15:18 WIB
Tulisan dari Barry Majeed Hartono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari ini Indonesia dikagetkan dengan peristiwa dentuman misterius yang terdengar di beberapa daerah seperti Banten dan DKI Jakarta. Bermacam pendapat akan sumber dari dentuman bermunculan, dari adanya kilat akibat abu vulkanik, pengosongan dapur magma hingga keberadaan sesar aktif.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sejak 11 April 2020, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah melaporkan setidaknya terdapat 6 gunung api di Indonesia yang sedang "beraktivitas" yaitu G. Kerinci, G. Krakatau, G. Merapi, G. Semeru, G. Ibu, dan G. Dukono (https://magma.vsi.esdm.go.id/ diakses terakhir tangga 12 April 2020). Masyarakat mulai mengkhawatirkan aktivitas gunung api ini yang "beraktivitas" secara bersama-sama.
Menilik kejadian ini, vulkanisme di Indonesia sudah terjadi berkali-kali bahkan sejak puluhan juta tahun lalu. Kegiatan vulkanisme ini sangat mungkin mengatur kehidupan Masyarakat di Indonesia. Pada tulisan kali ini, akan dibahas bagaimana aktivitas vulkanisme mempengaruhi kehidupan di Zaman Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia terutama dalam penentuan material dan posisi candi. Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan sederhana dengan menggunakan citra satelit dan pengamatan batuan.
ADVERTISEMENT
Material Candi
Material yang digunakan dalam konstruksi candi merupakan batuan vulkanik. Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa batuan yang digunakan merupakan andesit dan basalt. Batuan ini merupakan produk lava dari erupsi gunung api. Kemungkinan, dalam pembangunan candi, masyarakat menambang lava andesit atau basalt produk erupsi gunung api untuk dijadikan konstruksi candi. Kemungkinan lainnya adalah masyarakat pada zaman itu langsung mengambil batuan tersebut dari sungai terdekat (produk aliran lahar atau dikenal dengan epiklastik).
Walaupun begitu, batuan dari sungai tersebut pastinya berasal dari aktivitas gunung api yang kemudian batuan tersebut tererosi dan terbawa sungai. Dapat diamati contohnya pada material Candi Bojongmenje, Rancaekek, Bandung, Jawa Barat bahwa batuan yang digunakan adalah andesit.
Selain itu, andesit dan basalt juga terlihat dalam konstruksi Candi Borobudur dan Candi Prambanan di Jawa Tengah. Andesit dipilih karena batuan ini merupakan batuan yang keras (dibandingkan batuan sedimen lainnya) yang mudah untuk ditambang sehingga digunakan dalam konstruksi candi. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas volkanisme di Indonesia menyediakan material untuk konstruksi candi.
ADVERTISEMENT
Posisi Candi
Posisi candi juga terlihat terpengaruh oleh aktivitas vulkanisme di Indonesia. Jika diamati, posisi candi di Indonesia kebanyakan terdapat di daerah dataran tinggi. Hal ini dengan jelas terlihat pada citra satelit di mana hampir seluruh candi di Jawa terletak di dataran tinggi (Atlas Budaya, 2015).
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh orang pada zaman Hindu-Budha membangun candi di daerah tinggi agar dekat dengan tuhannya (anggapan bahwa tuhan berada di langit). Hal lain dijelaskan oleh Mundardjito (1993), bahwa posisi candi tersebut harus dibangun di daerah dengan sumber daya yang tersedia, seperti air dan tanah. Candi juga harus dibangun dengan biaya rendah dari pajak tanahnya. Pendekatan yang penulis lakukan adalah kondisi geologi.
Jika dilihat dari peta geologi, kebanyakan candi dibangun di dekat batuan andesit. Hal ini secara logika masuk akal karena semakin dekat dengan sumber, maka energi yang dibutuhkan untuk mengambil material tersebut akan semakin rendah, atau dalam kata lain semakin rendah biayanya. Terlihat bahwa Candi Bojongmenje dibangun di dekat litologi batuan andesit (Hartono dkk., 2019). Candi Prambanan juga memperlihatkan hal yang sama bahwa candi ini di dekat batuan andesit (Hartono dkk., 2019). Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kondisi geologi juga mendukung pemilihan lokasi candi.
Penutup
Kegiatan vulkanisme dan proses geologi yang terjadi di masa lalu mempengaruhi kegiatan masyarakat pada Zaman Kerajaan di Nusantara. Penentuan posisi candi dan konstruksi candi pun secara tidak langsung dikontrol oleh aktivitas vulkanisme. Studi terkait hanya studi sederhana menggunakan pengamatan citra satelit dan lapangan. Studi seperti petrografi dan geokimia untuk menentukan sumber batuan perlu dilakukan lagi untuk mendapat sumber yang lebih jelas dari konstruksi candi. Hal ini membuka peluang riset di bidang geoarkeologi.
ADVERTISEMENT
Referensi
Hartono, B.M., Najili, A., Kesumajana A.H.P., Arif, J., 2019. The Use of Geoinformatics for Geoarchaeological Studies: A comparison between Prambanan Temple and Bojongmenje Temple. Â Conf. Proceed. 18th EAGE & AUAG International Conference Geoinformatics: Theoretical and Applied Aspects, Kyiv, Ukraina, May 2019.
Mundardjito, 1993. Pertimbangan ekologi dalam penempatan situs masa hindu-buda di daerah Yogyakarta: kajian arkeologi-ruang skala makro. Disertasi S3, Universitas Indonesia, Depok, 1-148.
Badan Informasi Geospasial, 2015. Atlas Budaya (Edisi Candi) Meneropong Candi dari Aspek Geospasial. Jakarta, Badan Informasi Geospasial.
Live Update