Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Halo Para Penguasa, Komplain Itu Artinya Tanda Sayang, Lho!
17 April 2023 10:55 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hasrini Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Komplain dari salah satu TikToker ramai dibicarakan di jagad maya. Dukungan bermunculan dari berbagai pihak termasuk pengacara kondang dan selebritis tanah air.
ADVERTISEMENT
Reaksi dari yang dikomplain pun menjadi sorotan. Reaksi yang wajar, karena pada dasarnya semua orang tidak suka dikomplain, bukan hanya para penguasa namun juga para pemimpin perusahaan, pengusaha, pebisnis, pekerja, dan bahkan selebritis yang sering memiliki haters.
Namun demikian, mari kita kupas apa sih komplain? Komplain pada hakikatnya adalah suatu ekspresi ketidakpuasan. Pakar manajemen komplain menyatakan bahwa komplain adalah aset yang berharga. Lho, kok bisa?
Ketahuilah, studi menunjukkan bahwa 50%-80% orang tidak menyampaikan komplainnya meskipun merasa tidak puas. Bahkan pada beberapa industri di Jerman angka ini mencapai lebih dari 90%.
Jadi, angka komplain yang rendah tidak mengindikasikan bahwa tingkat kepuasan yang tinggi. Bisa jadi karena saluran komplain yang tidak tersedia, atau komplain tidak tercatat dengan baik, atau bahkan tidak ada orang yang mau mengekspresikan ketidakpuasannya.
ADVERTISEMENT
Jadi, jika ada komplain dari satu orang bukan berarti bahwa semua baik-baik saja. Oleh karena itu, ketika komplain yang muncul tidak ditangani dengan baik, maka ketidakpuasan akan meningkat secara masif karena orang-orang yang merasa tidak puas secara bersamaan muncul.
Bagi seorang penguasa, ini akan tampak dalam bentuk berkurangnya jumlah pendukung atau voters. Di sisi lain, jika komplain ditangani dengan baik, maka dapat terjadi peningkatan berkali-kali lipat. Sebagai contoh, menurunkan tingkat komplain sebesar 5% akan mendatangkan peningkatan profit sebesar 25%-85%.
Wow, kalau ini dikaitkan dengan kasus penguasa, tentu terbayang jumlah peningkatan voters yang akan diperoleh. Jadi, pakar manajemen komplain berpendapat bahwa komplain memunculkan peluang untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.
Kemudian, bagaimana dengan orang-orang yang menyampaikan komplainnya? Ternyata, seseorang memilih untuk menyampaikan komplain ketika ia merasa yakin atau memiliki harapan bahwa pihak yang dikomplain akan menjawab dan memberikan solusi. Ada empat penentu apakah seseorang akan menyampaikan komplainnya atau tidak.
ADVERTISEMENT
Yang pertama adalah pertimbangan pengorbanan yang harus dikeluarkan jika menyampaikan komplain. Pengorbanan di sini baik bersifat moneter, uang yang harus dikeluarkan misalnya, maupun non moneter seperti stres, kegelisahan, ancaman, frustasi, ketidaknyamanan, rasa malu, dan lain-lain yang bisa timbul sebagai akibat dari menyampaikan komplain.
Penentu yang kedua adalah benefit yang akan diperoleh dari komplain. Seseorang akan menyampaikan komplainnya hanya jika ia percaya ada peluang akan muncul reaksi positif terhadap komplain yang diajukan tersebut. Benefit ini kemudian akan dibandingkan dengan pengorbanan yang harus dikeluarkan.
Komplain akan diajukan jika seseorang menilai bahwa benefit dari mengajukan komplain lebih tinggi daripada pengorbanannya. Jadi, jika seseorang menilai bahwa jika ia mengajukan komplain terhadap jalan rusak akan berakibat pada ancaman negatif untuk keluarganya, tentu komplain tidak akan diajukan.
Penentu ketiga adalah atribut layanan yang relevan dengan si pengaju komplain. Mengajukan komplain tidaklah mudah dan membebani, sehingga komplain hanya akan dilakukan jika efek negatif yang ditimbulkan dinilai sudah sangat mengganggu bagi si pengaju. Sebagai contoh, warga Lampung yang setiap hari melintasi jalan rusak tentu merasa relevan untuk mengajukan komplain di daerahnya, daripada mengajukan komplain untuk jalan rusak di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Penentu keempat adalah atribut masalah. Pengaju komplain hanya akan menyampaikan permasalahan yang memang secara objektif “terbukti benar”, artinya tidak ada peluang bagi permasalahan tersebut untuk diinterpretasikan berbeda oleh orang lain. Jadi, kasus jalan rusak yang dirasakan oleh banyak orang tentu akan lebih mungkin untuk dikomplain dibandingkan ketidakramahan petugas daerah misalnya.
Ciri lain dari komplain adalah komplain timbul karena adanya ketidakpuasan yang bersumber dari layanan yang bersifat pokok (inti). Sebagai contoh, untuk layanan potong rambut, maka komplain akan muncul jika ada ketidakpuasan terhadap hasil potong rambutnya dibandingkan dengan lahan parkir yang sempit di lokasi tempat potong rambut tersebut.
Oleh karena itu, adanya komplain adalah pintu gerbang bagi kolaborasi dalam meningkatkan kualitas layanan. Yang perlu dilakukan BUKAN minimasi komplain, justru maksimasi komplain. Jumlah orang yang tidak puas yang harusnya diminimasi.
Kunci utama untuk mampu menangani komplain dengan baik adalah komunikasi intensif dan dua arah dengan pihak yang mengajukan komplain. Seringkali pihak pengkomplain memiliki ide, informasi, dan saran untuk perbaikan. Komunikasi dua arah yang dimaksud di sini adalah kedua pihak harus bersedia benar-benar "mendengar", bukan hanya menyampaikan pendapatnya.
ADVERTISEMENT
Pentingnya penanganan komplain yang baik juga tercermin dari adanya standar internasional untuk proses penanganan komplain baik bagi organisasi komersial maupun non-komersial, seperti pada ISO 10002 2014 dan juga Baldrige Excellence Framework di AS dan EFQM Excellence Model di Eropa.
Jadi para penguasa, tersanjunglah dengan adanya komplain. Karena komplain merupakan wujud rakyat anda sangat peduli pada anda. Maka, berlomba-lombalah menyediakan saluran komplain, serta sosialisasikan saluran tersebut beserta tata cara menyampaikan komplain.
Dorong rakyat anda untuk memanfaatkan saluran tersebut. Jadikan komplain yang masuk sebagai peluang untuk perbaikan, dan jika anda berhasil, percayalah, voters akan datang dengan sendirinya tanpa perlu diiming-imingi apapun.