Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pengajaran Daring Berfokus pada Siswa Tunagrahita
10 Juni 2021 12:19 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Hasrini Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebutlah Ibu Kiki, guru dari sebuah SLB Tunagrahita di kota Bogor. Pandemi memaksa ibu Kiki dan rekan-rekannya sesama guru untuk memberikan pembelajaran jarak jauh.
ADVERTISEMENT
Whatsapp group (WAG) pun segera dibuat, sebagai sarana komunikasi guru dan para orang tua siswa. Beberapa bulan di awal, WAG ramai dengan komunikasi dua arah antara orang tua dengan guru mengenai tugas-tugas sekolah. Hampir semua siswa mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan. Namun demikian, kian lama WAG kian sepi, menandakan partisipasi orang tua dalam proses pembelajaran jarak jauh kian menurun.
Jumlah siswa yang mengumpulkan tugas pun semakin lama semakin berkurang.
Ibu Kiki resah dengan kondisi ini. Apa yang harus dilakukan?
Jika ini terus dibiarkan, perkembangan para siswa akan mengalami perlambatan, atau akhirnya enggan untuk bersekolah. Fenomena ini dialami tidak hanya oleh Ibu Kiki, namun juga oleh para rekan-rekan guru tuna grahita lainnya.
ADVERTISEMENT
Secara umum, Rizqy Rahmat Hani, Ketua Sekolah Merdeka Belajar, mengemukakan bahwa dampak dari pengajaran secara jarak jauh dapat ditinjau dari segi guru, murid, dan orang tua. Dari segi guru, proses pembelajaran daring membuat guru tidak dapat memandu proses pembelajaran secara langsung dan komunikasi terbatas.
Di samping itu alat bantu dan sumber daya lain yang tersedia di sekolah menjadi tidak dapat digunakan. Sementara dari sisi murid, aktivitas yang dilakukan menjadi terbatas, dan kehilangan interaksi langsung dengan guru dan teman bermain. Orang tua pun menjadi terbebani dengan tuntutan meluangkan waktu dan energi untuk mendampingi pembelajaran putra/i nya, di samping juga harus mengatasi tantangan di pekerjaan dan kehidupan sosialnya sendiri.
Sementara itu, praktik pembelajaran jarak jauh yang telah dilakukan selama masa pandemi telah memunculkan beberapa miskonsepsi. Rizqy Rahmat Hani menyampaikan bahwa pembelajaran jarak jauh berbeda dengan pembelajaran langsung. Guru tidak dapat menerapkan cara-cara pembelajaran secara langsung pada pembelajaran jarak jauh. Kendali pembelajaran jarak jauh tidak sepenuhnya di tangan guru, dan keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan. Pembelajaran jarak jauh juga bukan sekadar memberikan tugas pada siswa.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Rizqy Rahmat Hani menyampaikan bahwa pembelajaran jarak jauh menuntut guru untuk menerapkan pengajaran yang berfokus tidak hanya pada kebutuhan belajar, tetapi juga kebutuhan psikologis siswa. Guru berperan tidak hanya dalam membantu siswa untuk menguasai tujuan belajar, namun juga membantu siswa mengatasi masa-masa sulit.
Di samping itu, akses siswa terhadap fasilitas pendukung belajar mengajar pun tidak merata. Guru tidak memiliki kendali terhadap lingkungan dan perilaku belajar siswa. Dengan kondisi seperti ini, guru berperan dalam menetapkan dan membantu pencapaian tujuan belajar minimal.
Dalam konteks siswa Tunagrahita, psikolog Dr. Fitriani Y. Lubis menyampaikan bahwa pembelajaran diarahkan untuk membantu setiap siswa untuk berkembang, meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Siswa Tunagrahita sendiri secara umum adalah siswa dengan kemampuan mental yang terbatas. P
ADVERTISEMENT
ara siswa Tunagrahita mengalami sulit belajar, sulit memusatkan perhatian, sulit mengingat, dan sulit menerapkan apa yang dipelajari dalam keseharian. Karakteristik akademik dari para siswa Tunagrahita adalah memiliki kemampuan membaca dan berhitung di bawah rata-rata. Namun demikian stimulus yang tepat akan dapat mendorong pencapaian akademik siswa yang lebih baik daripada skor IQ yang dimiliki, dan perkembangan kinerja dari waktu ke waktu.
Sementara karakteristik pribadi dan sosial dari para siswa Tunagrahita adalah sulit beradaptasi dengan lingkungan, memiliki harapan terhadap diri sendiri berdasarkan pengalaman masa lampau, dapat memiliki pandangan yang kurang baik terhadap diri sendiri, dan adanya penolakan dari teman karena perilaku yang kurang baik. Namun demikian, keinginan untuk beradaptasi tinggi.
Oleh karena itu, Dr. Fitriani Y. Lubis menyampaikan bahwa pembelajaran pada siswaTunagrahita harus dirancang dengan berorientasi pada siswa, melibatkan keluarga, teman, serta komunitas sekitar, serta diarahkan untuk menguasai kemampuan akademik dasar, keterampilan hidup, keterampilan self-determination dan self-advocacy.
ADVERTISEMENT
Kemampuan akademik dasar yang dimaksud seperti membaca dan berhitung yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Materi yang diberikan harus diarahkan untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya saat ini maupun di masa yang akan datang. Siswa juga perlu dilatih untuk mampu mengambil keputusan sederhana dengan bantuan minimal sehingga kepercayaan dirinya tumbuh.
Apa yang harus dilakukan?
Menurut Rizqy Rahmat Hani dan Dr. Fitriani Y. Lubis, prinsip dasar yang perlu dipegang dalam pengajaran siswa berkebutuhan khusus adalah pembelajaran bersifat individual. Oleh karena itu, metode pengajaran harus dirancang dengan prinsip student-centered, serta melibatkan orang tua, keluarga dan kerabat.
Langkah-langkah dalam merancang pembelajaran untuk siswa Tunagrahita adalah sebagai berikut:
Langkah pertama, melakukan analisis terhadap siswa dan lingkungannya, meliputi analisis terhadap siswa itu sendiri, orang tua, kerabat, teman, tempat tinggal, lingkungan di sekitar tempat tinggal, serta sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang proses pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, siswa A tinggal di rumah nenek yang pekerjaan sehari-harinya adalah berjualan kue serabi dengan menggunakan tungku tradisional. Siswa A tidak memiliki komputer, namun nenek memiliki telepon genggam sederhana. Sementara siswa B tinggal bersama orang tua dan satu orang kakak.
Ayahnya bekerja sebagai guru dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Siswa B senang bermain bola. Ibu memiliki komputer yang dapat digunakan siswa B untuk proses pengajaran.
Langkah kedua, adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan kompetensi yang harus dicapai. Sebagai contoh, kompetensi yang harus dicapai siswa SD adalah berhitung yaitu penjumlahan sederhana, dan membaca kalimat sederhana. Hasil analisis siswa dan lingkungannya, serta target kompetensi ini kemudian dipetakan sehingga dihasilkan metrik profil masing-masing siswa. Kompetensi yang belum tercapai dari siswa A adalah penjumlahan, sementara siswa B mengalami kesulitan dalam membaca.
ADVERTISEMENT
Langkah ketiga, adalah merancang materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi dengan memperhatikan profil masing-masing siswa. Materi pembelajaran yang diberikan dibuat bersifat kontekstual, disesuaikan dengan profil masing-masing siswa. Misalnya, siswa A ditugaskan untuk menghitung jumlah telur yang digunakan untuk memasak serabi, dan membaca kata “telur”. Sementara siswa B ditugaskan untuk menghitung jumlah bola yang dimiliki serta membaca kata “bola”.
Langkah keempat, adalah merancang teknis penyampaian materi. Pengajaran pada siswa Tunagrahita membutuhkan instruksi yang rinci, spesifik dan sistematis. Di samping itu perlu diberikan banyak kesempatan untuk praktik mandiri. Berkaitan dengan teknologi, Dr. Fitriani Y. Lubis menyampaikan bahwa penggunaan teknologi seperti video bahan ajar dapat meningkatkan kemandirian, produktivitas, kepercayaan diri, self-reliance, dan self-determination pada siswa Tunagrahita. Video bahan ajar memungkinkan siswa untuk mengulang pemutaran materi pembelajaran secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Sementara terkait dengan saluran komunikasi yang digunakan dalam pembelajaran, Rizqy Rahmat Hani menyampaikan bahwa dalam pembelajaran jarak jauh, teknologi bukanlah menjadi fokus. Proses pembelajaran dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang dimiliki siswa secara tepat dan maksimal. Whatsapp misalnya, dapat dimaksimalkan pemanfaatannya untuk siswa A dengan menggunakan fitur emoticon untuk presensi.
Terkait dengan teknik menyampaikan materi ajar, Dr. Fitriani Y. Lubis menyarankan penggunaan metode “jangkar” (anchor). Dengan metode jangkar, satu konsep dikaitkan dengan hal lain yang lebih familiar dan realistis untuk siswa.
Misalnya, pemahaman mengenai konsep “pramuka”, disampaikan dengan cara siswa B diminta untuk menggunakan baju pramuka, dan menonton video yang menampilkan seorang siswa berpakaian pramuka menolong nenek menyeberang jalan. Hal lain yang perlu diperhatikan, adalah satu materi, misalnya mengenai pramuka, harus dipaparkan secara berulang-ulang dengan berbagai jangkar yang berbeda untuk mengatasi kesulitan siswa Tunagrahita dalam mengingat.
ADVERTISEMENT
Teknik lain yang dapat diterapkan menurut Rizqy Rahmat Hani adalah dengan menjajaki peluang untuk memberikan tugas terintegrasi, maksudnya siswa diberikan satu tugas yang mengandung beberapa mata pelajaran. Integrasi antar mata pelajaran dapat mengurangi beban tugas siswa dan materi menjadi lebih aplikatif.
Misalnya, siswa A diberi tugas untuk menghitung telur yang digunakan nenek membuat serabi, membaca kata “telur”, dan menolong membawa serabi yang sudah siap jual. Untuk itu, guru perlu membuat rubrik penilaian yang dapat memisahkan nilai untuk masing-masing pelajaran yang terkandung dalam satu tugas tersebut karena siswa tidak memiliki kapabilitas untuk itu.
Langkah kelima, adalah menyediakan sarana untuk memperoleh umpan balik dari orang tua dan siswa. Langkah ini penting sebagai input untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap materi dan teknik penyampaian bahan ajar.