Konten dari Pengguna

Negara Hukum Bukan Negara Ormas

Basuki Kurniawan
Basuki Kurniawan Dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Syariah, UIN KHAS Jember. Aktif menulis opini hukum, terlibat dalam kajian kebijakan publik dan isu-isu konstitusional. Saat ini sedang menyelesaikan studi doktoral bidang hukum di Universitas Jemb
6 Mei 2025 10:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Basuki Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus penyegelan pabrik oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) GRIB JAYA di Kalimantan Tengah kembali mengusik kesadaran publik tentang eksistensi dan batas peran ormas dalam negara hukum. Tindakan tersebut mengundang pertanyaan serius: apakah ormas memiliki legal standing untuk bertindak secara represif terhadap dunia usaha? Jawabannya jelas: tidak. Karena Indonesia adalah negara hukum, bukan negara ormas.
ADVERTISEMENT
Prinsip negara hukum (rechtsstaat) secara tegas ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yakni Indonesia adalah Negara Hukum, bukan negara kekuasaan. Konsekuensinya, setiap tindakan dalam ruang publik harus berdasarkan hukum dan dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan yang sah. Dalam konteks ini, penyegelan terhadap pabrik milik PT Bumi Asri Pasaman (BAP) di Kabupaten Barito Selatan adalah tindakan hukum administratif yang hanya bisa dilakukan oleh pejabat negara yang berwenang, seperti aparat kepolisian atau pejabat pemerintah, dan itu pun harus berdasarkan undang-undang atau putusan peradilan. Ormas tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan tindakan penyegelan atau penutupan pabrik/ tempat usaha.
Tindakan GRIB JAYA merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas legalitas dan prinsip regulitas administratif dalam negara hukum. Bahkan lebih jauh, ini merupakan bentuk vigilantisme yang mengancam tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Ketika kekuasaan negara direbut oleh kelompok informal, maka yang runtuh bukan hanya struktur hukum, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem hukum itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam doktrin hukum administrasi negara, prinsip supremasi hukum menghendaki bahwa setiap tindakan yang memengaruhi hak dan kepentingan warga negara harus didasarkan pada kewenangan hukum yang sah, baik itu kewenangan atribusi, delegasi ataupun mandat. Hans Kelsen, melalui teori Stufenbau, menekankan bahwa norma hukum bersumber dari norma yang lebih tinggi, sehingga tidak boleh ada tindakan hukum yang berdiri tanpa landasan konstitusional atau undang-undang. Dalam hal ini, penyegelan pabrik oleh ormas adalah tindakan tanpa pijakan hukum yang sah, sehingga tidak dapat dibenarkan.
Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 82/PUU-XI/2013 juga menegaskan bahwa ormas memiliki fungsi sosial yang penting dalam masyarakat demokratis, tetapi tidak memiliki kewenangan represif. MK menegaskan bahwa keberadaan ormas tetap harus berada dalam koridor batas hukum, dan tindakan yang menyerupai fungsi penegakan hukum adalah bentuk pelampauan wewenang yang mencederai prinsip negara hukum.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif ekonomi, tindakan semacam ini berdampak langsung terhadap iklim investasi dan kepercayaan dunia usaha. Ketika ormas bisa menyegel tempat usaha secara sewenang-wenang, pelaku usaha dan investor—baik domestik maupun asing—akan melihat Indonesia sebagai negara yang tidak menjamin kepastian hukum. Dalam laporan Ease of Doing Business oleh Bank Dunia, salah satu indikator utama yang memengaruhi keputusan investasi adalah adanya jaminan terhadap penegakan hukum dan perlindungan hak kepemilikan.
Ketidakpastian hukum akibat tindakan premanisme berkedok ormas tidak hanya mengancam investasi besar, tetapi juga menghambat pertumbuhan UMKM yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Apabila pelaku usaha kecil merasa tidak terlindungi oleh sistem hukum, maka semangat kewirausahaan akan mati perlahan. Ini akan memperparah persoalan ekonomi rakyat, terutama dalam konteks pemulihan pasca pandemi dan penguatan sektor informal.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Gubernur Kalimantan Tengah yang menegaskan bahwa “ini bukan negara ormas” adalah bentuk ketegasan yang perlu diapresiasi. Pemerintah daerah dan penegak hukum harus menjadi garda terdepan dalam menegakkan otoritas negara dan menjaga supremasi hukum. Negara tidak boleh kalah oleh tekanan kelompok masyarakat yang bertindak di luar hukum. Jika tidak ditindak tegas, tindakan ini bisa menjalar ke wilayah lain dan menjadi preseden kurang baik bagi kewenangan negara.
Lebih lanjut, kasus ini menjadi momentum penting untuk melakukan perubahan dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Undang-undang ini perlu diperkuat untuk menutup ruang abu-abu yang memungkinkan ormas melampaui perannya. Reformulasi regulasi perlu memuat pembatasan tegas terhadap tindakan koersif oleh ormas dan menetapkan sanksi administratif maupun pidana bagi pelanggar.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari reformasi ini bukan membungkam kebebasan berserikat, melainkan memastikan bahwa kebebasan tersebut dijalankan dalam koridor hukum yang tertib dan terukur, tanpa mencederai otoritas negara. Ormas harus kembali pada peran utamanya: sebagai mitra sosial Negara dalam menjalankan pembangunan, bukan sebagai kekuatan informal yang mengklaim kewenangan negara.
Saatnya kita bersuara. Saatnya kita bertindak. Negara hukum tidak boleh tunduk pada tekanan ormas. Kita harus jaga hukum sebagai panglima tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena jika hukum runtuh, maka yang tersisa hanyalah kekuasaan tanpa legitimasi.