Kekerasan Tumbuh Subur, LPSK: Tutup SPN Dirgantara Batam

Konten Media Partner
29 Januari 2022 13:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu. (Foto: Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu. (Foto: Antara)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Batam, Batamnews - Kasus di SPN Dirgantara Batam, Kepulauan Riau membuka tabir praktik kekerasan dalam dunia pendidikan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengutuk keras.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan perihal kekerasan di SPN Dirgantara Batam telah ia sampaikan kepada Menteri Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, pada 14 Januari 2022 lalu.
"Kasus kekerasan di SPN Dirgantara Batam ini termasuk dalam 107 permohonan dari korban, pelapor maupun saksi terkait dugaan tindak pidana di lingkungan pendidikan," kata Edwin saat dihubungi Batamnews, Sabtu (29/1/2022) pagi.
Ia merinci, dari 107 permohonan itu sebesar 63 persen adalah kekerasan seksual dan 37 persen kekerasan fisik berupa penganiayaan.
Edwin juga menyampaikan hasil pertemuan LPSK dengan Dinas Pendidikan Kepri kepada Menteri Nadiem yang isinya mendorong penutupan SPN Dirgantara Batam.
ADVERTISEMENT
"Saat pertemuan dengan Disdik Kepulauan Riau, langkah awal penutupan adalah dengan melarang SPN Dirgantara Batam menerima siswa baru pada tahun ini," kata Edwin.
Sementara, siswa yang naik kelas 2 dan kelas 3 bisa dialihkan pendidikannya ke sekolah lain.
"Tinggal bagaimana Disdik setempat mengatur (pemindahan siswa SPN Dirgantara ke sekolah lain," imbuhnya.
Praktik kekerasan di sekolah juga rentan terjadi di daerah lain. Dari temuan LPSK, ada sekolah yang juga menerapkan pola pendidikan mirip di SPN Dirgantara Batam.
Kemiripan terlihat dari keberadaan 'sel tahanan' bagi siswa di lingkungan pendidikan. Namun demikian, Edwin tidak bersedia menyebutkan keberadaan sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap siswa, baik fisik maupun psikis, menunjukkan ada PR besar di dunia pendidikan.
"Ini harus ditangani secara serius. Ada tiga hal yakni perundungan, kekerasan, dan munculnya bibit intoleransi," tegasnya.
Ia berharap proses hukum terhadap Aiptu Erwin Depari pembina SPN Dirgantara Batam bisa memberikan keadilan bagi para korban, sekaligus mengakhiri praktik kekerasan di dunia pendidikan.
(dod)
Baca berita lainnya di www.batamnews.co.id
Berita ini pertama kali terbit di