Konten dari Pengguna

Ikhtiar Merawat Candi Borobudur

Bawono Kumoro
Associate Researcher di Indikator Politik Indonesia
12 Juni 2022 20:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bawono Kumoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seiring semakin membaik kondisi pandemi COVID-19, tanda-tanda kebangkitan kembali dunia pariwisata dalam beberapa bulan terakhir semakin terlihat. Lokasi wisata di berbagai daerah di Indonesia mulai ramai dikunjungi para pelancong baik dari dalam maupun luar negeri. Hal itu tentu saja menjadi kabar baik menggembirakan bagi para pelaku usaha di sektor ini. Selama dua tahun terakhir mereka mati suri akibat dampak pandemi.
ADVERTISEMENT
Euphoria untuk kembali berpergian mengunjungi tempat-tempat wisata bersama keluarga dan teman melanda Indonesia setelah dua tahun lebih dipaksa dihadapkan pada berbagai pembatasan aktifitas karena pandemi. Kondisi pandemi kian membaik seperti saat ini juga telah membuat sebagian besar warga menginginkan penurunan status dari pendemi menjadi endemi sebagaimana terekam dalam survei dilakukan Indikator Politik Indonesia periode 5 - 10 Mei 2022. Dalam survei tersebut terungkap 69,0 persen responden mengatakan sangat setuju / setuju status pandemi diubah menjadi endemi, 14,8 persen responden mengatakan kurang setuju / tidak setuju sama sekali status pandemi diubah menjadi endemi dan 22,5 responden lain TT / TJ.
Warisan Dunia
Salah satu lokasi wisata di Indonesia sering dikunjungi para pelancong adalah Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur dibangun sekitar abad kedelapan di zaman kerajaan Mataram Kuno tersebut termasuk dalam salah satu warisan dunia diakui oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Penilaian UNESCO didasarkan pada karena dari sisi fisik bangunan Candi Borobudur sangat unik dengan arsitektur luar biasa. Setiap sudut bangunan candi pun memiliki makna tersendiri dimana menggambarkan zaman saat itu. Eksotisme Borobudur juga membuat situs tersebut masuk salah satu tujuh keajaiban dunia. Tidak mengherankan apabila kemudian Candi Borobudur ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu dari lima destinasi super prioritas di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai candi Buddha terbesar di dunia tidak mengherankan apabila Candi Borobudur selalu menjadi magnet bagi jutaan pelancong dari berbagai belahan dunia setiap tahun untuk datang mengunjungi. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2019 tercatat 350.000 orang pengunjung mengunjungi Candi Borobudur. Itu berarti dalam satu hari rata-rata bisa mencapai 1.000 orang turis.
Dengan melihat berbagai keistimewaan dimiliki Candi Borobudur tersebut jelas merupakan keharusan bagi kita semua sebagai generasi penerus untuk dapat menjaga kelestarian peninggalan dari para pendahulu tersebut. Hal paling mengundang keprihatinan atas kondisi Candi Borobudur saat ini adalah keausan atau penipisan lapisan batuan Candi Borobudur. Menurut data Balai Konservasi Borobudur penipisan itu mencapai 1,8 centimeter setiap dikunjungi oleh 50 juta orang turis. Lapisan batuan candi rapuh karena diinjak-injak oleh jutaan pengunjung. Menurut kajian para ahli, satu tekanan alas kaki pengunjung telah menunjang penipisan tangga dan lantai Candi Borobudur sebesar 0,175 centimeter per tahun. Tidak itu saja, terjadi juga vandalisme dan noda-noda kotoran di lantai candi karena ulah pengunjung dalam membuang sampah sembarangan. Di sejumlah relief cerita dan arca candi juga terdapat bercak-bercak akibat dijamah oleh tangan-tangan pengunjung.
ADVERTISEMENT
Tidak mengherankan apabila UNESCO pun memberikan teguran kepada pengelola candi agar membatasi pengunjung untuk naik menuju puncak Candi Borobudur demi memperkecil kerusakan mekanis akibat ulah manusia. Dalam konteks itu, ide untuk menaikkan tarif tiket masuk Candi Borobudur sebagaimana dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dapat dipahami. Saat melakukan kunjungan Luhut Binsar Pandjaitan melempar ideuntuk menaikkan tarif, baik bagi turis lokal maupun turis mancanegara, akan menaiki Candi Borobudur. Bagi turis lokal tiket akan diberlakukan tarif tiket Rp 750.000 per orang. Sedangkan bagi turis mancanegara akan dikenakan diberlakukan tarif tiket US$ 100. Selain itu juga kan dilakukan kuota turis 1.200 orang saja per hari untuk menaiki Candi Borobudur. Ketentuan ini akan diberlakukan bagi para turis akan menaiki Candi Borobudur saja. Tarif tiket bagi turis untuk sekadar masuk di sekitar pelataran candi tetap diberlakukan tarif tiket lama sebagaimana saat ini berlaku.
ADVERTISEMENT
Tentu saja seberapa mahal kenaikan tarif tiket akan diberlakukan nanti dapat didiskusikan lebih lanjut. Yang harus dipahami bersama adalah semangat utama dari ide menaikkan tarif tiket bagi turis akan menaiki Candi Borobudur dan pembatasan jumlah pengunjung untuk mencegah lebih lanjut keausan atau penipisan lapisan bebatuan Candi Borobudur.
Tidak Sekadar Turisme
Sebagai sebuah ide, menaikkan tarif tiket bagi turis akan menaiki Candi Borobudur harus diapresiasi dan disambut secara positif. Apabila ide itu diberlakukan, maka akan terjadi seleksi secara alamiah terhadap pengunjung sehingga secara tidak langsung turut membatasi jumlah turis berkunjung demi menjaga kualitas lingkungan, nilai kesejarahan, dan penduduk di sekitar lokasi. Ukuran jumlah turis berkunjung di sebuah lokasi wisata tidak lagi menjadi sebuah ukuran dibanggakan. Karena secara kuantitatif hal menjadi ukuran adalah seberapa besar devisa diperoleh negara tujuan wisata, bukan berapa turis mengunjungi negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, di balik ide untuk melakukan pembatasan jumlah pengunjung dan menaikkan tarif tiket juga terdapat substansi semangat untuk mewujudkan sebuah turisme tidak sekadar turisme. Namun, sebuah turisme mengedepankan pelestarian warisan sejarah dunia.