Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Luhut?
1 Juli 2022 17:22 WIB
Tulisan dari Bawono Kumoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Reshuffle kabinet kembali dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Kali ini reshuffle dilakukan terhadap sejumlah pos kementerian. Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Hadi Tjahjanto ditunjuk sebagai menteri Agraria dan Tata Ruang menggantikan Sofjan Djalil. Kemudian ketua umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan ditunjuk menjadi menteri perdagangan menggantikan Muhammad Lutfi.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, presiden juga melantik tiga orang wakil menteri. Yaitu masing-masing John Wempi Watipo sebagai wakil menteri dalam negeri, Raja Juli Antoni sebagai wakil agraria dan tata ruang, dan Afriansyah Noor sebagai wakil menteri tenaga kerja.
Salah satu hal paling menarik perhatian publik luas dari reshuffle dilakukan oleh presiden kali ini adalah penggantian di pos kementerian perdangangan. Sulit dimungkiri pergantian menteri perdagangan sangat dilatarbelakangi persoalan minyak goreng (migor). Selama beberapa bulan terakhir, ketersediaan dan keterjangkauan harga migor memang telah menjadi persoalan paling pelik di antara persoalan lain terkait kebutuhan pokok. Persoalan migor mulai terasa saat harga di dalam negeri mengalami lonjakan menjelang penghujung akhir tahun lalu. Perang antara Rusia dan Ukraina dituding menjadi sebab kenaikan harga dari bahan baku sawit mentah (crude palm oil) di pasar internasional sehingga berdampak terhadap harga di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Pada pertengahan Januari, kementerian perdagangan mengeluarkan jurus kebijakan satu harga, Rp14.000 per liter. Akan tetapi, alih-alih harga mengalami penurunan, pasar justru bergeming. Harga terus merangkak naik secara perlahan-lahan. Tidak cuma itu, pasokan di pasaran pun mulai tersendat.
Pada pertengahan Februari, kementerian perdagangan kembali mengeluarkan jurus baru dengan memberlakukan harga eceran tertinggi Rp14.000 per liter bagi migor kemasan, Rp13.500 per liter untuk kemasan sederhana, dan Rp11.500 untuk migor curah. Bersamaan dengan itu, juga diberlakukan kebijakan domestic market obligation dan domestic price obligation terhadap seluruh produsen migor.
Jurus ini juga tidak membuahkan hasil positif. Keberadaan migor di pasaran langka dan sulit untuk diperoleh. Karena dua kebijakan tersebut tidak membuahkan hasil positif, pemerintah melalui menteri koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto kemudian mengambil langkah untuk mencabut kebijakan harga eceran tertinggi serta juga mencabut kebijakan domestic market obligation dan domestic price obligation.
ADVERTISEMENT
Memasuki pertengahan Maret, harga migor dilepas mengikuti harga keekonomian. Untuk membantu kelompok berpendapatan rendah dan usaha kecil menengah diberikan subsidi agar harga migor curah dapat terjaga paling mahal pada harga Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per liter. Kebijakan itu memang berhasil dalam mengatasi persoalan kelangkaan. Dalam sekejap migor terpantau melimpah memenuhi pasar tradisional maupun ritel modern.
Akan tetapi, kebijakan itu belum mampu menurunkan harga di dalam negeri. Alih-alih mengalami penurunan, harga migor justru melesat mencapai Rp25.000 per liter atau Rp54.000 per dua liter. Selain itu, harga migor curah juga masih belum berada pada kisaran harga Rp14.000 per liter sebagaimana diinginkan oleh pemerintah.
Pada akhir april, pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku migor dan produk turunan. Pemberlakuan kebijakan itu tidak sampai satu bulan, 28 April hingga 23 Mei 2022. Harga migor curah memang berhasil diturunkan setelah pemerintah menerbitkan kebijakan larangan ekspor tersebut. Sebelum pemberlakuan larangan ekspor, harga rata-rata nasional migor curah kurang lebih Rp 19.800 per liter. Pasca-larangan ekspor, harga rata-rata turun lebih dari Rp 2.000 setiap liter.
ADVERTISEMENT
Perspepsi publik terhadap sengkarut persoalan migor juga terekam melalui survei nasional Indikator Politik Indonesia periode 5 - 10 Mei 2022. Hasil survei menunjukkan 56.4 persen responden mengaku kesulitan dalam memperoleh migor dalam beberapa bulan terakhir. Dari 56.4 persen responden tersebut, sebesar 64.0 persen mengaku karena harga tidak terjangkau dan 34.4 persen karena ketersediaan barang tidak terdapat di pasaran.
Sengkarut persoalan migor tidak kunjung tuntas tersebut kemudian mendorong presiden untuk menugaskan Luhut. Sikap pro dan kontra pun bermunculan atas keputusan presiden untuk menugaskan menteri koordinator bidang maritim dan investasi untuk menuntaskan sengkarut persoalan migor. Bagi pihak bersikap kontra, migor dinilai bukan bidang kerja dari seorang menteri koordinator bidang maritim dan investasi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi pihak bersikap pro lebih melihat secara substantif. Mereka tidak terlalu peduli terhadap siapa orang ditugaskan presiden untuk mengatasi persoalan itu selama mampu menjalankan tugas dengan baik dan cepat.
Memperoleh penugasan dari presiden untuk mengatasi persoalan di luar lingkup tugas-tugas di bidang maritim dan invetasi memang bukan hal baru bagi Luhut. Sejak tahun 2014 hingga saat ini, Luhut tercatat pernah mengemban kurang lebih 10 jabatan baik bersifat defenitif, ad hoc, maupun ad interim.
Mengapa Luhut begitu sangat dipercaya oleh presiden untuk mengemban berbagai posisi strategis, terutama dalam mengatasi hambatan-hambatan (debottlenecking) di birokrasi pemerintahan?
Sulit dimungkiri, penunjukkan Luhut oleh presiden untuk mengemban berbagai posisi strategis tersebut didasarkan pada pertimbangan kapasitas dimiliki oleh mantan komandan Detasemen 81 Anti-Teroris Komando Pasukan Khusus tersebut, mulai dari proses pengambilan keputusan, koordinasi hingga memastikan eksekusi di lapangan untuk memastikan efektifitas implementasi sebuah kebijakan.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari sikap sinis sejumlah pihak, realitas di lapangan memang menunjukkan Luhut mampu menuntaskan tugas-tugas penting dan tidak mudah selama ini diberikan oleh presiden. Terakhir, sebagai koordinator pemberlakuan pembatasan kegiatan mikro darurat di pulau Jawa dan Bali, Luhut mampu menangani pandemi sehingga penanganan pandemi dilakukan oleh Indonesia menuai pujian dari dunia internasional.
Dalam mengemban amanah dari presiden untuk menuntaskan sengkarut persoalan itu, langkah progresif langsung diperlihatkan Luhut sejak hari pertama. Menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Luhut menginisiasi audit terhadap perusahaan-perusahaan sawit mentah. Audit tersebut akan meliputi pengecekan luas lahan perkebunan, surat izin usaha, hak guna usaha, hak pengelolaan lahan, dan juga lokasi kantor pusat perusahaan tersebut apakah di dalam negeri atau di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Gagasan untuk melakukan audit ini perlu diapresiasi dan didukung. Selama ini belum pernah dilakukan audit terhadap perusahaan sawit mentah. Padahal perusahaan-perusahaan sawit seringkali melakukan berbagai cara untuk menghindari pajak, seperti mendirikan kantor pusat di luar negeri dan bukan di salam negeri. Ironi penerimaan pajak rendah dari sektor ini meskipun harga dan produksi sawit terus meningkat selama ini juga disebabkan ketiadaan audit tersebut.
Kebijakan dalam mengatasi persoalan sengkarut migor kali ini memperlihatkan pendekatan berbeda dibandingkan kebijakan-kebijakan terdahulu. Kali ini mengedepankan penciptaan keseimbangan antara penuntasan persoalan dari sisi hulu hingga sisi hilir.
Langkah progresif dan pendekatan berbeda dalam mengatasi persoalan migor ini, sekali lagi menjukkan bagaiman kapasitas seorang Luhut sebagai bagian dari problem solver bagi penuntasan sebuah persoalan pelik dan tidak mudah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, apabila ditelah lebih jauh secara kritis, penunjukkan terhadap Luhut oleh presiden untuk mengatasi berbagai persoalan di luar bidang maritim dan investasi juga menujukan ketidakmampuan dari menteri-menteri teknis bidang terkait. Penulis menduga boleh jadi menteri-menteri teknis di bidang terkait dinilai oleh presiden kurang memiliki kapasitas untuk mengatasi hambatan-hambatan di birokrasi pemerintahan sehingga efektifitas sebuah kebijakan tidak dapat dirasakan oleh publik luas. Pergantian menteri perdangangan melalui reshuffle kabinet lalu menguatkan dugaan tersebut.
Singkat kata, melalui berbagai penugasan diberikan oleh presiden terhadap Luhut tersebut secara tidak langsung tercermin pula bentuk kepuasan presiden terhadap kinerja mantan menteri perdagangan era Presiden Abdurrachman Wahid tersebut. Di mata Presiden Joko Widodo, Luhut memiliki kapabilitas lebih baik dalam gagasan dan pemikiran maupun eksekusi kebijakan dibandingkan menteri-menteri lain.
ADVERTISEMENT