Konten dari Pengguna

Subsidi, Kendaraan Listrik, dan Penataan Kembali Sektor Energi Kita

Bawono Kumoro
Associate Researcher di Indikator Politik Indonesia
14 Agustus 2022 5:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bawono Kumoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
shutterstock
ADVERTISEMENT
Dalam konsultasi publik Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023, beberapa pekan lalu, pemerintah mengatakan besaran subsidi energi di dalam APBN semakin besar dan membengkak. Konflik perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina telah turut mengerek harga minyak mentah global hingga bertengger di atas US$100 per barel. Angka ini jauh melampaui asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price) di dalam APBN tahun ini sebesar US$63 per barel.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, pemerintah telah menambah anggaran subsidi energi (bahan bakar minyak / BBM, liquid petroleum gas / LPG, dan listrik) sebesar Rp 208,9 triliun. Pemerintah juga memberikan kompensasi kepada Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara sebesar Rp 293,5 triliun karena telah menahan harga dalam dua tahun terakhir. Jadi, total anggaran subsidi energi mencapai Rp 502 triliun.
Meskipun beban anggaran subsidi energi semakin membengkak serta kurang efisien dan cenderung tidak tepat sasaran, tetapi hingga saat ini pemerintah masih memilih untuk tidak menaikkan harga energi bersubsidi seperti bahan bakar pertalite dan solar. Sejumlah hal krusial tampak menjadi pertimbangan dari pemerintah mengapa langkah belum mengambil langkah kebijakan untuk menaikkan harga energi bersubisidi.
ADVERTISEMENT
Pertama, perekonomian Indonesia dinilai oleh pemerintah masih membutuhkan ruang untuk tumbuh lebih kuat pascapandemi COVID. Badan Pusat Statistik mencatat pada kuartal I 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,01 persen dan pada kuartal II 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,44 persen. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut memang dapat dikatakan cukup tinggi. Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini juga menegaskan tren tumbuh di atas lima persen secara beruntun selama tiga kuartal terakhir. Tren positif itu menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah kembali pada jalur semula seperti sebelum dihantam pandemi COVID-19.
Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum cukup untuk dikatakan solid karena konsumsi rumah tangga masih belum cukup tinggi. Pada kuartal I 2022 kontribusi dari konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Indonesia 4,34 persen dan berkontribusi 53,65 persen terhadap produk domestik bruto kuartal I 2022. Kemudian pada kuartal II 2022 kontribusi dari konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Indonesia 5,51 persen dan berkontribusi 51,47 persen terhadap produk domestik bruto kuartal II 2022.
ADVERTISEMENT
Tingkat konsumsi rumah tangga pada dua kuartal terakhir tersebut menunjukkan konsumsi rumah tangga belum tumbuh signifikan. Masih dibutuhkan dorongan permintaan lebih tinggi lagi, baik itu berasal dari kelompok bawah, menengah, maupun atas, agar mereka berbelanja untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kedua, pertimbangan lain dari pemerintah mengapa belum mengambil langkah menaikkan harga energi bersubisidi juga didsarakan pada kondis perekonomian Indonesia saat ini membutuhkan inflasi terkendali.
Tren inflasi umum selama beberapa waktu terakhir cenderung naik. Kenaikan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga pangan dan kenaikan harga-harga lain ditetapkan oleh pemerintah. Dalam konteks itu, apabila pemerintah menaikkan harga energi bersubsidi dapat diperkirakan ikhtiar untuk menjaga inflasi di level empat persen akan sulit tercapai. Menjaga inflasi pada level tertentu memang sangat penting. Hal itu lantara inflasi akan menjadi faktor menentukan bagi tercapai atau tidak tercapai indikator makro ekonomi lain.
ADVERTISEMENT
Memang harus diakui harga energi bersubsidi di bawah harga keekonomian seperti saat ini berlaku akan menimbulkan disparitas dan subsidi tidak tepat sasaran. Namun, sebagaimana dikatakan oleh presiden dalam sejumlah kesempatan, saat ini pemerintah tidak memiliki beragam opsi ideal. Harga energi terjangkau dibutuhkan untuk menjaga momentum pertumbuhan, terutama konsumsi rumah tangga. Konsekuensi berupa disparitas dan subsidi tidak tepat sasaran pun terpaksa ditanggung oleh pemerintah.
Meskipun demikian, ada sejumlah solusi bisa dipertimbangkan oleh pemerintah terkait subsidi energi. Dalam hal solusi teknis pemerintah harus memberikan subsidi energi sesuai realisasi sembari juga tetap mendorong publik untuk melakukan konsumsi energi bersubsidi secara bijak. Rencana pemerintah dalam melakukan pembatasan konsumsi solar dan pertalite dengan menggunakan aplikasi milik Pertamina merupakan salah satu ikhtiar patut didukung untuk merealisaisikan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Di luar solusi teknis, pemerintah juga perlu melakukan hal strategis dalam menata sektor energi seperti memperbaiki defisit neraca akibat produksi lifting terus menurun dan kapasitas kilang relatif stagnan. Peningkatan kapasitas kilang mutlak dilakukan untuk mengurangi resiko kenaikan ongkos pengadaan bahan bakar impor.
Hal strategis lain di luar solusi teknis harus dilakukan secara sungguh-sungguh adalah percepatan pengembangan kendaraan listrik dalam rangka kebijakan rendah emisi. Saat ini dapat dikatakan Indonesia surplus pasokan tenaga listrik, terutama di pulau Jawa. Selain itu, Indonesia juga memiliki nikel melimpah untuk dikembangkan menjadi baterai kendaraan listrik.
Karena itu, apabila kendaraan listrik dan berbagai infrastruktur pendukung lain dikembangkan secara lebih serius maka Indonesia mampu mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Mimpi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat suplai baterai kendaraan listrik dunia juga bukan hal mustahil untuk dicapai dalam 10 tahun mendatang. Lebih lanjut, kebijakan pengembangan kendaraan listrik juga dapat menjadi momentum untuk menata kembali sektor energi kita secara lebih komprehensif.
ADVERTISEMENT
Berbagai solusi untuk mengurangi subsidi energi ada di depan mata. Beragam opsi kebijakan dapat ditempuh untuk merealisasikan hal tersebut. Sekarang kembali pada kemauan kita sebagai sebuah bangsa untuk secara lebih serius merealisasikan kerja-kerja strategis tersebut.