Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Self-Reward : Antara Apresiasi Diri dan Pemborosan Tersembunyi di Kalangan Gen Z
18 November 2024 14:44 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari bawontri muayanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebiasaan self-reward kini menjadi fenomena yang melekat di kalangan Gen Z, generasi yang lahir antara 1997 hingga 2012. Dalam masyarakat modern yang serba cepat, kebiasaan ini muncul sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri setelah mencapai target atau menyelesaikan tugas tertentu. Self-reward, yang sering kali dianggap sebagai cara untuk menjaga motivasi dan merawat kesehatan mental, pada dasarnya merupakan praktik yang sehat jika dilakukan dengan bijak. Namun, di balik manfaatnya, kebiasaan ini juga membawa risiko terselubung, yaitu perilaku boros yang sering kali tidak disadari.
ADVERTISEMENT
Bagi Gen Z, yang tumbuh besar di tengah kemajuan teknologi dan maraknya media sosial, konsep self-reward telah berubah menjadi tren gaya hidup. Iklan digital, konten unboxing, hingga vlog perjalanan mewah di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube terus-menerus mengarahkan mereka untuk mengasosiasikan penghargaan diri dengan pembelian barang atau pengalaman mahal. Akibatnya, self-reward sering kali menjadi alasan untuk pengeluaran impulsif, seperti membeli gadget terbaru, pakaian bermerek, atau makan di restoran mahal. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini berpotensi merusak kestabilan keuangan mereka, terutama bagi mereka yang belum memiliki pendapatan tetap.
Data dari berbagai survei mendukung hal ini. Menurut survei Populix, kebiasaan belanja Gen Z menunjukkan pola pengeluaran yang cukup menarik. Sebanyak 69% dari mereka mengalokasikan uangnya untuk membeli makanan, menjadikannya prioritas utama. Hal ini menunjukkan bahwa self-reward sering kali diwujudkan dalam bentuk konsumsi kuliner, baik untuk memenuhi kebutuhan harian maupun untuk mencoba makanan yang sedang tren. Selain itu, 14% Gen Z menggunakan penghasilannya untuk produk kecantikan, mencerminkan tingginya perhatian mereka terhadap penampilan. Sementara itu, 9% pengeluaran diarahkan untuk transportasi, 5% untuk hiburan seperti nonton bioskop atau konser, dan hanya 3% yang digunakan untuk keperluan liburan. Gen Z mengakui bahwa mereka sering menghabiskan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Pengaruh Fear of Missing Out (FOMO) juga menjadi faktor besar, di mana mereka merasa harus membeli sesuatu agar tidak merasa tertinggal dari teman-teman mereka. Tetapi, perilaku ini sering kali mengorbankan kebutuhan jangka panjang, seperti tabungan, investasi, atau dana darurat.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, penting untuk diakui bahwa self-reward tidak sepenuhnya buruk. Dalam takaran yang tepat, kebiasaan ini dapat membantu menjaga keseimbangan hidup, meredakan stres, dan memberikan dorongan untuk terus mencapai tujuan. Namun, masalahnya terletak pada pola pikir konsumtif yang sering kali mengiringi praktik ini. Banyak Gen Z yang belum memahami bahwa penghargaan diri tidak harus selalu dalam bentuk materi. Mereka dapat menemukan cara yang lebih hemat dan bermakna untuk merayakan pencapaian, seperti menghabiskan waktu bersama keluarga, menjalani hobi, atau bahkan sekadar menikmati waktu istirahat.
Untuk mengatasi masalah ini, edukasi keuangan menjadi kunci. Gen Z perlu diajarkan pentingnya mengelola uang dengan bijak dan memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan. Mereka juga perlu memahami bahwa nilai dari self-reward tidak ditentukan oleh harganya, tetapi oleh dampaknya terhadap kesejahteraan diri. Dengan merencanakan anggaran khusus untuk self-reward atau memilih alternatif non-material, seperti waktu berkualitas atau aktivitas kreatif, mereka dapat tetap menikmati manfaat penghargaan diri tanpa harus terjebak dalam pola konsumsi yang berlebihan.
ADVERTISEMENT