Konten dari Pengguna

Menimbang Untung Rugi Indonesia Bergabung BRICS

Bayu Nugroho
Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang yang memiliki ketertarikan isu politik, hukum, hubungan internasional dan kebijakan publik
12 Januari 2025 13:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bayu Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
KTT BRICS. Dok : Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
KTT BRICS. Dok : Kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pengajuan aplikasi untuk bergabung dengan BRICS sebelumnya sudah diinisiasi sejak zaman pemerintahan Jokowi, tapi urung terlaksana karena menunggu dilaksanakannya Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia selesai.
Merujuk pada keterangan yang disampaikan oleh Sugiono dalam KTT BRICS, keinginan Indonesia untuk mengajukan diri sebagai anggota penuh adalah untuk memperkuat kerjasama negara global – south dalam rangka mengatasi ketimpangan ekonomi dan perdamaian dunia.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri juga mengeluarkan statement bahwa keikutsertaan Indonesia dalam BRICS merupakan perwujudan politik luar negeri bebas – aktif yang berarti bahwa Indonesia harus terlibat dalam seluruh forum internasional yang ada sehingga mampu berkontribusi lebih dalam percaturan politik global.
Menimbang Manfaat Bergabung BRICS
Vladimir Putin dan Prabowo Subianto. Dok : Kumparan
Dalam sejarahnya, pendirian BRICS diinisiasi oleh empat negara yaitu Brasil, Russia, India dan China di tahun 2009 sebelum akhirnya bertambah dengan bergabungnya Afrika Selatan setahun kemudian. Tujuan awal pendiriannya sendiri adalah untuk memberikan ruang kerja sama ekonomi dan politik bagi negara dunia ketiga. Dengan bergabungnya Indonesia, kini BRICS mempunyai 10 negara anggota penuh yang terdiri dari Brasil, Russia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab dan Indonesia.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menunggu Kebijakan AS dibawah Trump
Donald Trump. Dok : Kumparan
Namun, keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS juga menuai kontra karena dinilai masih terlalu prematur dan tidak menimbang untung – ruginya. Kongres Amerika telah mengesahkan perolehan suara Pemilu AS yang dimenangkan oleh Trump.
Beberapa keputusan politik luar negeri dunia masih meraba manuver apa yang akan dilakukan Trump pasca kembali ke puncak kekuasaan AS. Beberapa pernyataan kontroversialnya telah mengejutkan beberapa belah pihak seperti pembatasan bagi para imigran dan kebijakan pemberian biaya tinggi bagi negara tertentu seperti China dan Korea Selatan yang dapat menyebabkan perang dagang dan ketidakstabilan ekonomi internasional.
Ditambah, keinginan Prabowo untuk bertemu Trump disela KTT APEC di Peru bulan November yang lalu tidak ditanggapi oleh tim transisi Presiden AS dari partai Republik tersebut. Tentu dengan gaya maniac Trump dalam menjalankan kebijakannya perlu untuk dicermati sebelum melakukan langkah strategis tertentu yang nampaknya itu tidak dilakukan oleh Pemerintahan Indonesia sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Suka tidak suka, perekonomian global akan sangat terpengaruh dengan segala kebijakan yang akan diambil oleh Trump kelak ketika dirinya disumpah sebagai Presiden AS yang baru pada 20 Januari nanti. Keputusan Indonesia untuk bergabung pada blok tertentu jelas patut untuk membaca siasat yang akan dilakukan oleh AS agar tidak menjadi sumber masalah di kemudian hari.
Apakah Tepat Indonesia Bergabung BRICS?
Delegasi Negara Dalam KTT BRICS, Russia. Dok : Kumparan
Kemudian pertanyaan yang patut diajukan adalah sudah tepatkah Indonesia bergabung dengan BRICS?. Jawabannya masih tergantung pada kepentingan Indonesia itu sendiri. Pemerintahan Indonesia sejak zaman Jokowi memang cenderung dekat dengan China, hal itu dapat dilihat dari berbagai mekanisme pembiayaan proyek ambisius Pemerintah yang banyak mendapat bantuan China.
Pun, makan siang bergizi gratis yang dicanangkan oleh Prabowo – Gibran juga mendapatkan sokongan dari Pemerintahan Xi Jinping. Melihat berbagai geliat yang dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo diawal menjabat ini mengarah pada penguatan kerjasama bilateral dengan Beijing yang merupakan salah satu pendiri BRICS.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, bergabungnya Indonesia dengan BRICS merupakan langkah yang kurang bijak mengingat pola kerjasama yang dilakukan antar negara dalam perserikatan kurang berjalan dengan baik.
Dengan apapun pertimbangan yang dilakukan oleh Pemerintah saat bergabung dengan BRICS tentu harus siap dengan segala resikonya juga. Tesis tentang perwujudan politik bebas aktif jelas bukan jawaban yang memuaskan. Perlu ada pertimbangan lain yang lebih matang sebelum melakukan keputusan strategis. Sebab, langkah ini akan berdampak besar bagi Indonesia baik dalam hal ekonomi maupun politik yang tentu akan berakibat pada kepentingan luas.
ADVERTISEMENT