Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Karya Sastra Jawa: Filosofi, Sejarah, Serta Maknanya
20 November 2024 15:43 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Bayu Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sastra Jawa termasuk bagian dari kekayaan budaya tradisional Indonesia yang menarik untuk dikaji. Karya sastra ini menjadi bagian penting dari budaya Jawa karena kaya akan filosofi, ajaran hidup, dan pesan-pesan moral.
ADVERTISEMENT
Mayoritas karya sastra Jawa biasanya ditulis dalam bentuk puisi, prosa, atau serat (kumpulan tulisan) yang memuat pandangan hidup serta petuah-petuah bijak bestari.
Berikut ini disajikan beberapa contoh karya sastra Jawa dengan filosofi, sejarah, dan juga maknanya.
Serat Wedhatama (Pupuh Gambuh)
Serat Wedhatama memuat beberapa tembang macapat. Tembang-tembang tersebut meliputi Pupuh Pangkur, Sinom, Pocung, Gambuh, dan Kinanthi. Dalam setiap tembang, tentu saja memuat kaidah-kaidahnya tersendiri. Ketentuan itu bisa saja berupa jumlah baris, penekanan huruf, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Serat Centhini
Serat Centhini adalah karya sastra Jawa karangan tiga pujangga yang berasal dari Keraton Surakarta, yaitu Yasadipura II, Ranggasutrasna, dan Sastradipura. Di dalam serat ini banyak terkandung informasi tentang pendidikan, sejarah, arsitektur, pengetahuan alam, agama, hingga kuliner tradisional. Selain itu, did alam serat ini juga termuat banyak sekali kisah pelarian putra-putri Sunan Giri.
Filosofi yang digambarkan dalam Serat Centhini ini adalah bagaimana Islam diapresiasi oleh orang-orang Jawa kala itu. Salah satu teori yang diangkat dalam serat ini adalah teori sinkretisme atau percampuran antara Islam dan budaya lokal Jawa.
Sejarah dalam Serat Centhini melukiskan keadaan zaman Sultan Agung Hanyakrakusuma, Sunan Giri I, Sunan Giri II, Sunan Giri III, Sunan Giri IV, dan Sunan Giri V. Sebenarnya hal terpenting dalam Serat Centhini ini adalah makna untuk tetap mengkolaborasikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa agar tetap lestari.
ADVERTISEMENT
Serat Kalatidha dan Ranggawarsita
Salah satu karya dari Raden Ngabehi Ranggawarsita yang ditulis tahun 1860 Masehi adalah Serat Kalatidha. Serat ini berisi syair dalam momentum sinom yang terdiri atas 12 bait. Secara harfiah, “Kalatidha” memiliki arti “zaman edan” kata edan sendiri diambil dari bahasa Jawa yang bermakna gila. Pemaknaan zaman gila ini sama dengan istilah akhir zaman dalam Islam. Serat Kalatidha ini mengandung nilai-nilai filosofis, seperti produktivitas, moralitas, kreativitas, dan spiritualitas. Di dalam serat ini juga diajarkan bagaimana kebijaksanaan lokal ketika menghadapi zaman edan, yaitu dengan eling (ingat) dan waspada. Berikut beberapa ajaran kearifan dari Ranggawasita yang tercermin dalam Serat Kalatidha.
Ketika datang zaman gila, maka banyak orang yang mengabaikan norma-norma
ADVERTISEMENT
Berbuat baik di zaman gila ini tidak akan pernah ada artinya, tetapi jangan berputus asa
Bersikap sabar adalah kunci ketika menghadapi zaman gila
Serat Wulangreh oleh Pakubuwono IV
Serat Wulangreh adalah salah satu karya sastra Jawa yang ditulis langsung oleh Pakubuwono IV, yang saat itu sebagai raja Surakarta Hadiningrat. Serat ini berisi kumpulan tembang macapat yang memuat ajaran nilai moral dan keprajan, diantaranya sebagai berikut.
Ajaran etika manusia ideal untuk keluarga raja, kaum bangsawan, dan hamba di Keraton Surakarta
Nilai-nilai moral tentang hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan diri sendiri
Ajaran tata kaprajan, yaitu ajaran tentang perintah dan cara mencapai keluhuran hidup
Serat Wulangreh ini berbentuk tempang macapat dengan pupuh, Dhandhanggula, Kinanthi, Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Megatruh, Durma, Wirangrong, Pucung, Mijil, Asmarandana, Sinom, dan Girisa.
ADVERTISEMENT
Isi karya sastra Jawa ini memuat ajaran memilih guru, kebijaksanaan, kepribadian, tata krama, beribadah, dan lainnya. Tujuannya adalah sebagai buku pedoman untuk para putra raja agar selalu ingat akan pentingnya moral dan ajaran agama.