Ilmu Victimology: Mempelajari Korban Kejahatan

Bayu Susena
Karyawan administrasi di Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Belajar menulis dibeberapa media. Latar belakang pendidikan bidang hukum.
Konten dari Pengguna
16 September 2021 10:48 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bayu Susena tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Victimology adalah cabang kriminologi yang mempelajari korban daripada pelaku. Ini menganalisis karakteristik korban, peran dalam sistem peradilan pidana, keadaan psikologis, dan faktor-faktor yang meningkatkan peluang mereka menjadi sasaran. Memahami dan mempelajari korban sangat penting untuk mengembangkan metode pencegahan yang efektif karena membantu kriminolog lebih memahami peran semua aktor dalam kejahatan.
ADVERTISEMENT
Melalui studi korban, para ahli dapat menentukan faktor risiko yang meningkatkan peluang individu menjadi korban. Jika alasan seseorang menjadi korban tidak diketahui, hampir tidak mungkin untuk merancang metode yang akan menurunkan tingkat viktimisasi. Untuk lebih menjelaskan mengapa individu tertentu menjadi korban, kriminolog mengembangkan empat teori viktimologi.
Apa saja 4 Teori Viktimologi? Teori Presipitasi Korban, Teori Gaya Hidup, Teori Tempat Sesat dan Teori Kegiatan Rutin
Para ahli menciptakan teori presipitasi korban, gaya hidup, tempat menyimpang, dan aktivitas rutin dari viktimologi untuk memandu penelitian dan studi korban kejahatan. Masing-masing teori ini mencoba menjelaskan berbagai alasan seseorang menjadi korban. Pendekatan tersebut memungkinkan para ahli untuk menyusun rencana untuk menurunkan tingkat viktimisasi dari mereka yang berisiko secara tidak proporsional. Victimology sangat penting untuk kriminologi karena korban diperlukan untuk kejahatan terjadi. Oleh karena itu, karakteristik korban perlu dipelajari untuk memahami mengapa pelaku kejahatan menargetkan kelompok tertentu.
ADVERTISEMENT
Apa itu Viktimisasi?
Sebelum kita dapat melihat teori-teori viktimologi yang berbeda, kita harus mengetahui apa itu viktimisasi karena itu adalah fokus utama lapangan. Victimization dapat didefinisikan sebagai hasil dari tindakan yang disengaja oleh individu atau institusi untuk mengeksploitasi, menindas, atau menyakiti orang lain. Ini juga termasuk menghancurkan atau secara ilegal memperoleh properti atau harta milik orang lain. Tindakan ini dapat menyebabkan kerugian psikologis, emosional, fisik, seksual, atau ekonomi bagi korban.
Kriminolog mulai mempelajari hubungan korban dengan kejahatan untuk melawan perilaku kriminal dan membantu korban mengatasi sesudahnya. Studi-studi ini telah membantu kriminolog menyadari pentingnya peran korban dalam kejahatan.
Mempelajari viktimologi membantu kriminolog lebih memahami korban dan mengapa mereka menjadi sasaran atau korban. Para sarjana membentuk teori viktimologi untuk memahami berbagai faktor yang dapat memengaruhi peluang seseorang menjadi korban.
ADVERTISEMENT
Teori Presipitasi Korban
Teori presipitasi korban menyatakan bahwa beberapa korban memulai konfrontasi yang mengarah pada viktimisasi mereka, baik secara aktif maupun pasif. Berbagai penelitian telah menemukan bahwa orang yang memiliki kepribadian impulsif, menjadikannya kasar atau menjengkelkan bagi orang lain, mungkin memiliki tingkat viktimisasi yang lebih tinggi. Alasannya adalah bahwa orang impulsif bersifat antagonis, membuat mereka lebih cenderung menjadi sasaran. Juga, mereka cenderung berisiko dan akan terlibat dalam situasi berbahaya tanpa berhati-hati.
Presipitasi pasif berarti bahwa korban secara tidak sadar berperilaku dengan cara atau memiliki karakteristik tertentu yang menghasut atau mendorong serangan. Presipitasi pasif biasanya merupakan hasil dari perebutan kekuasaan; promosi pekerjaan, kesuksesan, minat cinta, dll., semuanya dapat menimbulkan perebutan kekuasaan dan menyebabkan Presipitasi pasif. Orang-orang yang cenderung mendorong kejahatan secara pasif termasuk minoritas, aktivis politik, dan individu lain yang menjalani gaya hidup alternatif. Kelompok-kelompok ini sering menjadi sasaran karena ancaman yang tidak disengaja yang mereka berikan kepada otoritas.
ADVERTISEMENT
Presipitasi aktif, di sisi lain, terjadi ketika korban terlibat dalam tindakan mengancam atau provokatif. Presipitasi aktif kontroversial karena banyak yang berpendapat apakah boleh atau tidak untuk "menyalahkan" korban atas terjadinya kejahatan. Ini benar, terutama dalam kasus pemerkosaan di mana mungkin ada godaan. Namun, tidak ada persetujuan untuk melakukan hubungan seksual. Untuk itu, kita harus berhati-hati dalam membicarakan partisipasi aktif karena tidak berlaku untuk semua kasus.
Teori Gaya Hidup
Teori gaya hidup menyatakan bahwa penjahat menargetkan individu karena pilihan gaya hidup mereka. Banyak pilihan korban mengekspos mereka ke pelaku kriminal dan situasi di mana kejahatan mungkin terjadi. Contoh pilihan gaya hidup yang dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi korban meliputi: Berjalan sendirian di malam hari. Tinggal di bagian kota yang "buruk". Minum berlebihan. Melakukan narkoba.Bergaul dengan penjahat.
ADVERTISEMENT
Teori ini juga yang menunjukkan adanya korelasi antara gaya hidup korban dan pelaku. Keduanya cenderung impulsif dan kurang kontrol diri, membuat korban lebih cenderung menempatkan diri dalam situasi berisiko tinggi dan pelaku lebih mungkin untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Teori Tempat Sesat
Teori Tempat Sesat adalah teori bahwa semakin sering seorang korban mengunjungi tempat yang berbahaya, semakin besar kemungkinan mereka akan terkena kejahatan, yang meningkatkan peluang mereka untuk menjadi korban. Teori tersebut menyatakan bahwa korban tidak berperan dalam mendorong terjadinya kejahatan tetapi masih rentan menjadi korban karena mereka tinggal di lokasi kejahatan yang tidak terorganisir secara sosial. Meskipun mereka mungkin tidak terlibat dalam perilaku berisiko atau menjalani gaya hidup berbahaya, penduduk daerah dengan tingkat kejahatan tinggi memiliki risiko paling signifikan untuk berhubungan dengan pelaku.
ADVERTISEMENT
Minoritas cenderung menjadi korban pada tingkat yang lebih tinggi karena ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Minoritas lebih cenderung tinggal di lingkungan berpenghasilan rendah dengan tingkat kejahatan yang tinggi dan tidak dapat pindah dari daerah dengan aktivitas kriminal yang signifikan dibandingkan dengan tetangga Kaukasia mereka.
Teori viktimologi ini juga mengusulkan bahwa langkah-langkah keamanan yang diambil di daerah berbahaya mungkin tidak banyak berguna karena demografi daerahlah yang meningkatkan viktimisasi daripada pilihan gaya hidup korban. Jika seseorang tinggal di daerah yang menyimpang, satu-satunya cara untuk mengurangi kemungkinan menjadi korban kejahatan adalah meninggalkan lingkungan yang menyimpang dan berbahaya ke lingkungan yang tidak terlalu menyimpang dan memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah.
Teori Kegiatan Rutin
Teori kegiatan rutin menyatakan harus ada tiga faktor yang ada agar kejahatan terjadi. Faktor-faktor ini mencerminkan kegiatan rutin yang tergabung dalam gaya hidup, dan mereka meningkatkan risiko individu menjadi korban ketika mereka bertemu.
ADVERTISEMENT
Kegiatan rutin yang meningkatkan risiko menjadi korban: Tersedianya sasaran yang sesuai, termasuk rumah yang berisi barang-barang bernilai tinggi yang relatif mudah diperoleh. Tidak adanya wali yang cakap. Kurangnya perwalian seperti polisi, pemilik rumah, tetangga, teman, dan kerabat dapat meningkatkan kemungkinan kejahatan.
Kehadiran pelanggar termotivasi yang memiliki niat kriminal dan kemampuan untuk bertindak sesuai rencana mereka. Misalnya, sejumlah besar remaja menganggur. Jika tidak ada penjahat yang bermotivasi di suatu daerah, tingkat kejahatan kemungkinan akan lebih rendah daripada tingkat di daerah dengan pelanggar yang lebih termotivasi secara signifikan.
Jika semua variabel ini ada, kejahatan dapat terjadi, dan risiko viktimisasi akan meningkat. Namun, jika satu atau lebih variabel tidak ada, maka kejahatan tidak mungkin terjadi. Misalnya, banyak lingkungan makmur memiliki tingkat kejahatan yang rendah meskipun ada ketersediaan target yang sesuai. Tingkat kejahatan yang rendah dapat dikaitkan dengan perwalian yang tinggi seperti sistem keamanan atau program pengawasan lingkungan dan kurangnya motivasi pelanggar untuk melakukan tindakan kriminal.
ADVERTISEMENT
Simpulan
Masing-masing teori viktimologi menganalisis faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menjadi korban kejahatan. Dengan menganalisis risiko yang mengarah pada viktimisasi, para sarjana dapat memahami mengapa kejahatan terjadi dan menyusun strategi metode pencegahan. Tanpa pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor yang meningkatkan risiko seseorang menjadi korban, sulit untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap tindakan kriminal.
Victimology bertujuan untuk menganalisis psikologi korban, hubungan mereka, interaksi dengan pelaku, dan daerah tempat tinggal mereka untuk menentukan elemen atau karakteristik yang mengarah menjadi target kejahatan. Keempat teori viktimologi melihat berbagai risiko viktimisasi dari perspektif yang berbeda. Beberapa teori berfokus pada peran individu dalam peristiwa kejahatan, sementara yang lain meneliti peran masyarakat dalam meningkatkan tingkat kejahatan. Dengan mempelajari teori-teori ini, ahli viktimologi mempelajari faktor-faktor apa yang menyebabkan individu tertentu memiliki peluang lebih tinggi untuk menjadi korban.
ADVERTISEMENT