Konten dari Pengguna

Maraknya Pembunuhan yang Disertai dengan Mutilasi

Bayu Susena
Saya bekerja sebagai legal drafting di Universitas. Memiliki latar belakang pendidikan di bidang hukum dan saat ini aktif mengembangkan kemampuan menulis di berbagai media.
18 Juli 2023 8:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bayu Susena tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pembunuhan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembunuhan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan mutilasi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutilasi adalah proses atau perbuatan memotong-motong (biasanya) tubuh manusia atau hewan. Makna asli kata mutilasi sebenarnya tidak identik dengan manusia atau hewan.
ADVERTISEMENT
Kata ini identik dengan memotong menjadi bagian yang lebih kecil. Pelaku tindak pidana mutilasi memotong tubuh korban dengan tujuan menghilangkan jejak atau bukti. Pelaku ingin menyembunyikan pembunuhan yang dilakukannya. Pelaku membuang bagian tubuh di berbagai tempat.
Dari sudut pandang kriminologi, mutilasi adalah terpisahnya anggota tubuh yang satu dari anggota tubuh yang lainnya oleh sebab yang tidak wajar.
Pasal yang sering dijadikan dasar hukum untuk menjerat pelaku tindak pidana pencacatan adalah Pasal 340 KUHP yaitu pasal pembunuhan berencana dengan sanksi maksimal hukuman mati yang mengatur pidana mati.
Ilustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock
KUHP tidak secara khusus mengatur tentang mutilasi. Pasal ini mengatur tentang hukuman, yaitu hukuman mati, hukuman seumur hidup dan penjara paling lama 20 tahun.
ADVERTISEMENT
Islam melarang membunuh, apalagi mutilasi. Larangan itu ada dalam QS Al-Isra ayat 33: “Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan (dengan alasan) yang benar.”
Hukuman bagi pelaku pembunuhan adalah Qisas (hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku sama persis dengan kejahatan yang dilakukan). Besarnya hukuman ditentukan oleh keluarga korban, apakah itu qisas atau diyat (ganti rugi).
Dari segi kepribadian, pelaku mutilasi cenderung mengarah pada kepribadian yang menyimpang dari norma masyarakat. Pelaku mutilasi menderita gangguan mental atau psikologis.
Ilustrasi pisau untuk membunuh. Foto: kumparan
Pelaku mutilasi juga bisa mengalami trauma masa kecil dan trauma mendalam yang berulang. Stres menumpuk sedemikian rupa sehingga pelaku secara alami marah, keras dan mudah terluka. Ini membuatnya lebih mudah untuk melakukan tindakan sadis.
ADVERTISEMENT
Mutilasi tergolong tindakan sadis dan keji karena merenggut nyawa korban dan tubuhnya dipotong-potong. Dampak bagi masyarakat yaitu masyarakat menjadi gelisah dan rasa tidak aman di masyarakat. Sehingga hukum pidana fokus memberikan efek jera terhadap pelaku, menjamin rasa keadilan masyarakat dan kepastian hukum.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi pelaku melakukan mutilasi biasanya adalah asmara dan percintaan, sikap cemburu, dendam, tersinggung, menghilangkan bukti, ekonomi (utang piutang), gangguan jiwa, dan bisikan gaib.
Faktor dari korban juga bisa saja melatarbelakangi. Korban memicu dan ikut andil terjadinya pembunuhan mutilasi misalnya korban mengejek pelaku terlebih dahulu dan korban membuat tersinggung pelaku.
Masyarakat perlu edukasi bahwa hidup di masyarakat harus saling seimbang antar hak dan kewajiban. Sesama manusia harus saling menghormati dan menjunjung hak orang lain sehingga hal-hal tidak diinginkan terhindarkan.
ADVERTISEMENT
Menghapuskan kejahatan di Indonesia memang mustahil jika hanya mengandalkan hukuman mati tapi setidaknya ada rasa aman dan keadilan bagi korban.