Konten Media Partner

100 Hari Kerja Prabowo-gibran: Wacana Pengampunan Koruptor, Simpang Siur PPN 12% dan Tiga Kontroversi Lainnya

21 Januari 2025 12:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

100 Hari Kerja Prabowo-gibran: Wacana Pengampunan Koruptor, Simpang Siur PPN 12% dan Tiga Kontroversi Lainnya

Usia pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan memasuki 100 hari pada akhir Januari 2025. Selama itu sejumlah kebijakan mereka menjadi sorotan dan menimbulkan polemik tajam di masyarakat.
Mulai postur kabinet yang besar, simpang siur pengumuman PPN 12%, program makan bergizi gratis, serta pernyataan kontroversial soal "pengampunan koruptor" dan "sawit menyerap karbon".
BBC News Indonesia merangkum kembali berbagai kebijakan kontroversi tersebut:

Simpang Siur PPN 12%

Christ Isa Mia (50), seorang supir mobil sewa di Maumere, Nusa Tenggara Timur, sempat merasa khawatir dengan pengumuman PPN 12%, Desember 2024 lalu.
Ia mengira kebijakan baru tersebut bakal berdampak ke banyak hal, termasuk pajak hingga suku cadang kendaraan.
"Pokoknya kita yang ekonomi lemah begini ini ya kita pikir PPN itu untuk kayak [kena] semua [barang]," kata Christ.
Ekonom dan direktur eksekutif CORE, Mohammad Faisal menyebut sempat terjadi "simpang siur" mengenai barang atau jasa yang terkena PPN 12%.
"Yang disebut barang mewah mana saja, ternyata beda-beda," kata Faisal.
Pada saat itu, sempat disebut barang-barang yang tergolong "premium" seperti daging wagyu, buah-buahan premium akan terkena PPN 12%.
Kebijakan ini sempat menimbulkan kecemasan bahwa bakal mengerek harga barang lain yang juga dilabeli "premium", seperti beras premium.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak juga sempat menyatakan bahwa kenaikan PPN berlaku terhadap semua barang dan jasa yang dikenakan pajak 11%.
Faisal mengatakan pelaku industri sempat ancang-ancang menaikan harga untuk menyesuaikan kebijakan terbaru yang sedianya dilaksanakan pada hari pertama Januari 2025.
Kecemasan publik, kata Faisal, baru reda ketika beberapa jam sebelum pergantian tahun, Prabowo mengumumkan jenis barang atau jasa yang dikenakan PPN 12%.
Pengenaan PPN 12% akhirnya dibatasi hanya untuk pembelian barang-barang yang digolongkan mewah seperti yacht, kapal pesiar, juga senjata api.
Faisal mengatakan pangkal masalah simpang siur mengenai kenaikan PPN 12% ini disebabkan para jajaran pemerintahan yang bertugas menangani isu ini tidak kompak dalam menyampaikan informasi.
Faisal mengatakan soliditas jajaran pemerintahan dalam mengumumkan kebijakan publik perlu dibenahi.
Karena kalau tidak, Faisal mengatakan kebijakan-kebijakan baru pemerintah ke depan berpotensi "menimbulkan keresahan dan mempengaruhi kepercayaan pelaku pasar".

Kabinet 'gemuk' dan isu efektifitas

Salah satu sorotan di masa awal pemerintahan Prabowo adalah postur kabinet yang besar.
Hingga kini, setidaknya ada 53 menteri, serta 56 wakil menteri dan wakil kepala badan yang sudah diangkat.
Jumlah ini belum termasuk utusan khusus presiden dan staf khusus di masing-masing kementerian yang diangkat seiring berjalannya pemerintahan.
Jumlah ini tak lepas dari kebijakan memecah sejumlah kementerian.
Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang kini menjadi Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kebudayaan.
Postur kabinet ini menjadi yang terbesar sejak masa Orde Baru dan Reformasi.
Peneliti politik Aisah Putri Budiatri menyebut postur kabinet sekarang tergolong "gendut"
Konsekuensi postur kabinet ini menurut Aisah adalah tantangan dalam hal memadukan pelaksanaan program di setiap kementerian.
"Kesiapannya lebih rumit karena kementeriannya dipecah, kemudian semua nomenklatur disusun ulang," kata Aisah.
"Jadi tidak hanya adaptasi terhadap menteri baru tapi juga adaptasi terhadap bentuk organisasinya yang baru," tambahnya.
Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Teuku Harza mengatakan dengan jumlah kementerian dan lembaga yang ada tidak membuat pemerintah bisa langsung mengeksekusi banyak program.
"Sekarang kebijakan apa selain makan siang gratis yang udah mulai terlihat implementasinya? belum ada," kata Harza.
Di sisi lain, Harza juga melihat jumlah pembantu presiden yang besar ini berpotensi menimbulkan masalah-masalah baru ke depan.
Ia berkaca dari sejumlah kasus yang sempat mengemuka. Salah satunya, kata Harza, polemik mobil dinas utusan khusus presiden, Raffi Ahmad, dan petugas pengawalnya, yang sempat menimbulkan keriuhan di media sosial.
"Me-manage sumber daya manusia itu memang selalu jadi kerjaan yang berat," kata Harza.
Upaya meminta komentar kepada pihak Istana mengenai hal ini sudah sempat dikirimkan lewat jubir Istana, Albert Tarigan, Jumat (17/1)
Minggu (19/1) Albert sempat meminta BBC News Indonesia menunggu jawaban yang disiapkan. Hanya saja sampai artikel ini diterbitkan, Albert tak kunjung memberikan jawaban.

Makan Bergizi Gratis tak merata

Christ Isa Mia, bapak dua anak di Maumere, Nusa Tenggara Timur mengatakan hingga kini masih menunggu realisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ia mendengar kedua anaknya yang masih belajar di jenjang SMP baru bisa menikmati program tersebut Maret 2025 ini.
Pria yang bekerja sebagai supir mobil sewa tersebut sangat mengharapkan program tersebut segera terwujud. Pasalnya, pendapatan dirinya sebagai supir tidak stabil.
"Supaya kami, orang tua itu tidak mikirin mengenai uang jajan anak-anak," kata Christ.
Sementara itu, Arisanti (48) seorang ibu di Bandung mengaku anaknya juga belum menikmati MBG di sekolahnya.
Namun, menurutnya hal itu bukan masalah. Ia justru mempertanyakan program yang berjalan sekarang ini justru dinikmati di wilayah-wilayah yang menurutnya tak membutuhkan bantuan.
Seperti diketahui, pelaksanaan MBG kini baru meliputi 26 provinsi.
"Kenapa tidak diluncurkan ke yang pelosok-pelosok yang memang mereka lebih membutuhkan," kata Arisanti.
Distribusi program MBG memang masih jadi masalah. Sejumlah daerah, seperti cerita Christ, belum menikmati program tersebut.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana sempat mengatakan pelaksanaan MBG difokuskan pada 26 provinsi. Pelaksanaan ini didasarkan tingkat kesiapan daerah masing-masing.
Pada tahap awal pelaksanaannya, pemerintah menganggarkan Rp71 triliun untuk program MBG.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan sempat mengatakan anggaran yang terbatas menyebabkan program belum bisa terlaksana secara merata di semua daerah.
Untuk menopang program ini pemerintah juga melakukan penyesuaian anggaran dengan memotong anggaran kementerian yang tak terkait pangan.
Seperti yang terjadi pada Kementerian Pekerjaan Umum. Pada tahun 2025 anggaran kementerian ini mencapai Rp110,95 triliun. Anggaran 2025 menciut dibanding pada tahun anggaran 2024 yang mencapai Rp166,99 triliun.
Ekonom Mohammad Faisal mengatakan pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan efisiensi anggaran untuk MBG.
Berkaca dari anggaran yang ada, ia menilai pemerintah punya opsi untuk fokus memaksimalkan program ini di wilayah yang membutuhkan.
"Daripada banyakin kuantitas, banyakin scope coverage-nya, tapi kualitas per satu orang atau per satu daerahnya menurun," kata Faisal.

Kontroversi wacana koruptor diampuni

100 hari pemerintahan pertama Prabowo diwarnai sejumlah pernyataan kontroversial.
Salah satunya saat ia mengatakan soal kemungkinan pengampunan pada koruptor.
"Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kami maafkan," kata Prabowo dalam pertemuan dengan pelajar Indonesia di Kairo, Mesir, Desember 2024 lalu.
Menteri Koordinator Hukum, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyebut penegakan hukum dalam kasus korupsi "harus membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi, bukan hanya menekankan penghukuman kepada para pelaku."
Pernyataan pemerintah soal pengampunan koruptor ini dinilai kontroversial.
Pakar hukum Bivitri Susanti sempat menyatakan pernyataan ini "wacana yang agak gila dan manipulatif".
Menurutnya hukum tidak mengenal konsep pengampunan terhadap koruptor.

Perluasan perkebunan kelapa sawit

Selain wacana pengampunan koruptor,Desember 2024 lalu, Presiden Prabowo juga sempat menyatakan dukungan terhadap perluasan perkebunan sawit.
Ia mengatakan sawit juga bisa menyerap karbon dioksida.
Kampanye anti-deforestasi untuk ekspansi lahan sawit.
Hal ini juga menjadi pernyataan kontroversial di kalangan pemerhati lingkungan. Pasalnya, perluasan perkebunan sawit justru memicu deforestasi.
Di sisi lain, pemerhati lingkungan menilai pentingnya keberadaan hutan untuk menyerap karbon.
Peneliti politik Aisah mengatakan pernyataan publik Prabowo berbuah kontroversi karena tidak didasari kajian yang matang.
Perkebunan sawit di Kalimantan Tengah.
"Pernyataan-pernyataannya yang blunder gitu dan kemudian ya justru jadi dipertanyakan dan diketawain sama publik," kata Aisah.
Aisah mengatakan di era kecanggihan teknologi publik dan sosial media, pemerintah harus mawas diri dalam hal komunikasi publik.
"Ini menuntut pemerintah otomatis untuk melakukan evaluasi dan juga berupaya lebih baik," kata Aisah.