Al-Zaytun, Panji Gumilang, dan Dugaan Keterkaitan dengan NII

Konten Media Partner
23 Juni 2023 7:25 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Unjuk rasa di depan Ponpes Al-Zaytun, Kamis (22/6/2023). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Unjuk rasa di depan Ponpes Al-Zaytun, Kamis (22/6/2023). Foto: Abdul Latif/kumparan
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Massa pendemo mendatangi Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, pada Kamis (22/06), guna meminta pesantren itu dibubarkan dan pemimpinnya, Panji Gumilang, ditangkap karena diduga melakukan penyimpangan terhadap agama Islam. Apa yang terjadi di Al Zaytun dan siapa Panji Gumilang?
Unjuk rasa sempat ricuh karena massa pendemo, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1.000-an orang, dan petugas kepolisian saling dorong.
Massa pendemo yang berasal dari Forum Solidaritas Dharma Ayu menuntut pondok pesantren itu dibubarkan, Panji Gumilang— pemimpin ponpes—ditangkap, dan dugaan penyimpangan ajaran agama Islam yang dilakukan di dalam ponpes diusut tuntas.
Ini bukan pertama kalinya Ponpes Al Zaytun dituding menyebarkan ajaran sesat dan merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia (NII).
Mantan pengurus teritorial NII di Indramayu, Ken Setiawan, mengaku membongkar kejanggalan ponpes tersebut sejak 2004 dan mempertanyakan mengapa ponpes itu masih berdiri.
“Baru sekarang MUI sama Kementerian Agama bingung, kayak orang kagetan… Itu sama Ken dari dulu sudah diceritakan, tapi tidak ada atensi juga untuk penindakan. Akhirnya kan opini yang terbangun, ‘ini siapa yang pelihara?” kata Ken kepada BBC News Indonesia, Kamis (22/06).
Pengamat terorisme yang pernah bergabung dengan NII, Al Chaidar, menduga eksistensi Al Zaytun hingga saat ini karena “ditunggangi oknum-oknum intelijen”.
“Sudah terbongkar pun mereka tidak merasa terancam karena mereka merasa sangat powerful karena yang mereka kuasai shadow state [negara bayangan]. Mereka nggak hidup dari anggaran APBN dan dana yang mereka kumpulkan dari umat tidak harus dilaporkan kepada Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan ,” ujar Chaidar.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ichsan Abdullah, menyatakan Pondok Pesantren Al Zaytun terindikasi atau terafiliasi gerakan NII, berdasarkan hasil penelitian pada 2022.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan fenomena yang terjadi di ponpes itu “masih dipelajari”.
"Kita dalami yang tidak sesuainya apa. Saya belum tahu apa ketidaksesuaiannya. Kalau tidak sesuai dengan hukum, itu urusan dengan saya. Kalau menyangkut penyelenggaraan institusi, itu Kemenag," kata Mahfud dikutip dari Kompas.com.

Massa dilarang mendekati Ponpes Al Zaytun

Forum Solidaritas Dharma Ayu mengatakan aksi unjuk rasa yang mereka lakukan merupakan jawaban atas tantangan yang disampaikan pimpinan Al Zaytun.
“Panji Gumilang mengatakan bahwa orang-orang Indramayu ini orang yang miskin, [orang] nggak punya. Oleh karena itu kami dari Solidaritas Dharma Ayu menggugat,” kata koordinator aksi, Syaiful Anwar, kepada wartawan di Indramayu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Perwakilan pendemo sempat bernegosiasi dengan Kapolres Indramayu, AKBP Fahri Siregar, agar dapat mendekat ke ponpes.
Namun, polisi tidak mengizinkan mereka masuk ke kawasan ponpes karena khawatir bentrok dengan massa “civitas academica” Ponpes Al Zaytun, yang juga sudah membentuk barisan di gerbang ponpes sejak pagi.
Beberapa orang sempat diamankan oleh aparat karena mencoba menerobos barisan, tapi kemudian dilepaskan karena tidak ditemukan unsur pidana.
Polres Indramayu, dibantu Polda Jabar, mengerahkan 1.200 petugas kepolisian untuk mengamankan jalannya aksi unjuk rasa yang diklaim diikuti 10.000 orang di kawasan Ponpes Al Zaytun.
“MUI pusat yang akan melakukan investigasi. Jadi, saya minta percaya kepada lembaga-lembaga yang bekerja ini… dan mereka sepakat akan mengikuti perkembangan dari lembaga-lembaga yang kompeten,” kata AKBP Fahri.

Al Zaytun jadi sorotan terkait ajaran agama Islam

Ponpes Al Zaytun mendapat sorotan sejak April 2023 lalu, ketika video yang beredar di dunia maya meperlihatkan jemaah perempuan berada di saf terdepan di belakang imam saat salat Idulfitri.
Pemimpin ponpes, Panji Gumilang, berdalih bahwa praktik tersebut merupakan mazhab Sukarno - presiden pertama Republik Indonesia.
Sejak saat itu, beberapa kontroversi Al Zaytun terus dibahas warganet, beberapa di antaranya meliputi azan yang berbeda hingga salam Yahudi.
Ken Setiawan, mantan anggota NII yang menjadi pengurus teritorial NII Komandemen Wilayah 9 (NII KW-9), mengatakan hal-hal yang mengemuka terkait Pesantren Al Zaytun saat ini sudah terjadi sejak dulu.
Dia menyebut Al Zaytun mengadopsi ajaran NII yang dipadukan dengan “ajaran Isa Bugis dan lembaga kerasulan”.
Sejak 1980-an, MUI menyatakan aliran Isa Bugis sebagai aliran sesat karena terbukti melawan rukun iman dan rukun Islam.
“Kalau berdakwah mereka pakai Al-Qur’an, pakai Injil. Jadi perpaduan beberapa agama untuk menutupi ideologi yang sesungguhnya, yaitu makar, mendirikan negara di dalam negara,” kata Ken.
Itu dilakukan agar masyarakat melihat mereka sebagai kelompok yang menerima perbedaan dan penuh dengan toleransi, sehingga orang-orang tidak melabeli mereka sebagai kelompok radikal.
Ada beberapa ajaran Al Zaytun yang berbeda dari ajaran Islam pada umumnya. Pertama, kata Ken, bunyi syahadat yang berbeda.
“Syahadat diubah, bukan, ‘Tiada Tuhan selain Allah’, tapi diartikan, ‘Tidak ada negara kecuali negara Islam’, negara selain Islam dianggap kafir,” ujarnya menjelaskan.
Kedua, soal salat. Ken menyebut di Al Zaytun salat belum diwajibkan karena negara ini dianggap masih jahiliyah.
Ketiga adalah larangan pakai sarung karena dianggap ketinggalan zaman. Itulah sebabnya dalam video yang viral pada Idulfitri lalu, laki-laki di ponpes Al Zaytun mengenakan setelan jas saat salat.
Soal puasa, zakat, dan ibadah haji pun, dikatakan Ken, berbeda dengan ajaran Islam.
“Dari definisi aliran sesat yang ada di MUI, ini harusnya sudah bisa dibuat fatwa karena dulu MUI dan Kementerian Agama sudah melakukan penelitian. Sudah dibukukan, namun hasilnya tidak dipublikasikan dan tidak dijadikan fatwa,” kata Ken.

Mengapa Al Zaytun masih berdiri hingga kini?

Sejak hampir 20 tahun lalu, Ken mengaku sudah membongkar ajaran sesat yang diterapkan di Pondok Pesantren Al Zaytun. Dia pun bertanya-tanya, mengapa sampai saat ini tidak ada tindakan tegas terhadap ponpes tersebut.
“Ini pintarnya Panji Gumilang atau bodohnya pemerintah?”
Pendiri NII Crisis Center itu pun mengkritisi langkah pemerintah yang masih mau mengkaji meneliti Al Zaytun. Sebab, MUI dan Kementerian Agama sudah melakukan penelitian sejak 2002 lalu.
Ken mengklaim menerima bocoran hasil penelitian kala itu. Isinya, kata Ken, menyimpulkan ada hubungan antara NII dan Al Zaytun. Dari aspek kepemimpinan, pimpinan NII adalah pimpinan Al Zaytun yaitu Panji Gumilang.
Ditemukan juga aliran dana dari NII ke Al Zaytun dan hubungan historis yang mengungkap bahwa Panji Gumilang pernah diangkat menjadi pimpinan atau presiden NII KW-9.
“Kalau menurut saya, nggak usah bikin penelitian lagi. Yang lama itu juga masih berlaku, orangnya masih sama, tempatnya masih sama,” ujar Ken.
Dia sempat menanyakan kepada MUI mengapa hasil penelitian itu tidak dijadikan fatwa.
Ken mengaku mendapatkan jawaban bahwa eksistensi ponpes itu berkaitan dengan “masalah politik” karena memiliki jumlah massa yang besar dan itu dibutuhkan oleh tokoh-tokoh politik.
“Dulu suara Al Zaytun sekitar 250.000 jemaah. Yang logisnya saja, kalau kita kampanye bisa dapat fixed 250.000 suara, butuh berapa ratus miliar atau bahkan triliun. Nah ini cukup Panji Gumilang saja dipegang sama tokoh, selesai,” papar Ken.

Dugaan ‘dibekingi intelijen’

Eksistensi Pesantren Al Zaytun dan hubungannya dengan politik juga diamini oleh Al Chaidar, pengamat terorisme yang pernah bergabung dengan NII.
Dia menyebut, aliran Isa Bugis yang dianut Al Zaytun “cenderung mendukung status quo”.
“Jadi kalau misalnya pemerintahannya sedang dekat ke kiri, dia akan bilang bahwa dia adalah pengikut setia dari aliran atau mahzab Sukarno, misalnya. Kemudian dia menyatakan dirinya sebagai komunis murni,” kata Chaidar.
Menurut dia, eksistensi Pesantren Al Zaytun, dengan segala kontroversinya, salah satunya disebabkan kedekatan Panji Gumilang dengan “oknum-oknum intelijen”.
Bahkan Chaidar menyebut Al Zaytun dibuat memang untuk “memperkara dan menggemukkan jenderal-jenderal yang mengelola Al Zaytun, KW-9 itu”.
Chaidar mengatakan Panji Gumilang bukanlah pengikut NII asli, melainkan pengikut NII yang sudah melakukan “ikrar” dan “menyebrang” dari NII yang sebenarnya. Dia menyebutnya NII palsu.
Itu dilakukan, kata Chaidar, agar mereka “bisa bekerja sama dengan pemerintah” dan menyatakan “setia kepada manipol USDEK pada masa Soekarno”.
Manipol USDEK adalah singkatan dari Manifestasi Politik Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Ini adalah doktrin politik yang digagas oleh Soekarno pada masa demokrasi terpimpin.
“Sampai sekarang [oknum-oknum] intelijen masih berada di belakang dia,” kata Chaidar.

Sentimen 'negatif' warganet ‘mengkritisi pemerintah’

Peneliti media sosial dari Drone Emprit, Nova Mujahid, mengatakan pembahasan warganet mengenai Pesantren Al Zaytun didominasi oleh sentimen negatif.
Berdasarkan pemantauan Drone Emprit terhadap percakapan di media sosial Twitter pada 14-21 Juni 2023, mayoritas warganet “mengecam” keberadaan Ponpes Al Zaytun yang dianggap “sesat”.
Mayoritas warganet juga mengkritisi pemerintah karena Panji Gumilang “belum tersentuh hukum” meski telah lama dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia (NII).
Dalam hal ini, dia melihat warganet dari pandangan politik yang berbeda, organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) ternyata “satu suara” terkait isu ini.
“Semua kritik yang terbaca di media sosial ini ujungnya kepada pemerintah, baik Kementerian Agama maupun kepolisian. Dari sini terlihat bahwa harapan publik sederhana, mengharapkan pemerintah atau Polri menindak tegas Al Zaytun. Harapan yang lebih ekstremnya, berharap pemerintah membubarkan pesantren,” kata Nova memaparkan hasil analisisnya kepada BBC News Indonesia.
Menurutnya, isu ini pertama kali mengemuka di media sosial TikTok, setelah ada pengguna yang mengunggah petikan ceramah Panji Gumilang yang “meragukan kebenaran Alquran”.
Namun isu ini tidak langsung memicu diskursus di kanal media sosial lainnya. Dia menduga itu karena pengguna TikTok didominasi oleh Generasi Z yang kemungkinan besar tidak mengetahui rekam jejak Pondok Pesantren Al Zaytun dan pendirinya, Panji Gumilang.
Ketertarikan netizen terhadap isu ini kian meningkat setelah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan membentuk tim investigasi untuk mengecek Pesantren Al Zaytun.
Setelah itu, seorang pemengaruh di Twitter, Ridwan Hanif, turut mengekspos topik ini setelah membuat utas yang membagikan pengalaman teman-temannya terkait NII.
Beragam spekukasi mengemuka secara liar di media sosial, ada yang mengaitkan Pesantren Al Zaytun dengan Negara Islam Indonesia (NII), menuding "dibekingi oleh intelijen", serta beragam diskusi soal ajaran-ajarannya yang dianggap "menyimpang".
Keresahan itu turut disuarakan di media sosial oleh tokoh NU seperti Cholil Nafis yang mendorong pemerintah "menginvestigasi dan menindak penyimpangan Al Zaytun".
Secara umum, Nova mengatakan perbincangan terkait isu ini diramaikan oleh akun-akun organik yang mayoritas merupakan pemengaruh, tokoh-tokoh agama dan pejabat, hingga media massa.
Namun jika ditelisik dari bagaimana asal muasal isu ini mengemuka, dia melihat “ada gejala-gejala yang menunjukkan bahwa ramainya isu ini seperti direncanakan”, meskipun sulit untuk dibuktikan.
“Karena pertama yang diangkat adalah isu tentang pelecehan, penistaan agama yang menarik bagi kalangan manapun. Kedua, isu ini mulanya didorong di TikTok yang menyasar Gen Z, dan media cukup aktif terlibat dalam pembicaraan ini,” tutur dia.

Siapa Panji Gumilang yang dikaitkan dengan NII?

Sorotan terhadap Panji Gumilang bermula ketika dia dilaporkan oleh sesama pendiri Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) Imam Suprianto pada 2011 karena membuat dokumen palsu terkait yayasan yang didirikan pada 1994 itu.
Yayasan inilah yang menaungi pendirian Pesantren Al Zaytun di Indramayu pada 1996. Pondok Pesantren Al Zaytun kemudian diresmikan oleh BJ Habibie pada 27 Agustus 1999.
Menurut pemberitaan BBC News Indonesia pada 28 Juni 2011, Imam melaporkan Panji karena namanya dicoret dari daftar pengurus YPI, padahal dia “tidak mengundurkan diri”.
Laporan Imam itu pula yang memicu tudingan bahwa Panji terkait dengan NII.
Dalam salinan putusan kasasi Mahkamah Agung terkait perkara ini, tertera dakwaan yang menjelaskan bahwa Imam mengenal Panji Gumilang yang dulunya bernama Abu Toto di Universitas Muhammadiyah Jakarta “dalam rangka pembinaan kader NII”.
Isu terkait NII Komandemen Wilayah 9 (KW 9) kemudian mengemuka, yang disebut berbasis di pesantren Al Zaytun Indramayu, bahkan dituding sebagai “gerakan yang dilindungi oleh oknum aparat intelijen”.
Dalam pemberitaan Harian Kompas edisi 9 Mei 2011, aktivis NII, Sukanto mengatakan bahwa Panji menjadi Imam NII KW 9 yang mencakup wilayah Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Banten pada 1996.
NII KW 9 memiliki struktur serupa negara yang dilengkapi dengan majelis permusyawaratan rakyat, presiden, dan menteri.
Namun Panji tidak pernah benar-benar didakwa atas keterkaitannya dengan NII meski pada 2011 polisi sempat menyatakan akan mengembangkan kasus Panji Gumilang ke arah makar.
Dia hanya pernah dipenjara selama 10 bulan pada 2015 karena kasus dokumen palsu yang dilaporkan oleh Imam.
Pada 2012, Menteri Agama Suryadharma Ali justru turut meredam isu keterkaitan Al Zaytun dengan NII. Dia mengaku “jatuh cinta” dengan Pesantren Al Zaytun.
"Saya punya prasangka buruk dengannya [Panji Gumilang]. Prasangka itu berawal dari pertanyaan wartawan bahwa Al Zaytun ada gerakan NII. Saya pun datang kemari dan berkenalan dengan Panji."
"Kesan yang diceritakan di luar sangat berbeda ketika saya datang ke sini, jauh apa yang diceritakan di luar dan sangat berbeda apa yang diceritakan diluar bahwa pesantren ini terdapat aliran keras,” kata Suryadharma Ali dikutip dari situs Kemenag.
Dia bahkan menjadikan Pondok Pesantren Al Zaytun sebagai tempat pertemuan ulama se-Indonesia pada 1 September 2012.
“Pesantren ini mengedepankan perdamaian dan toleransi, jauh dari pesan keras. Kesan Islam garis keras jauh, penyajian musik-musiknya pun beragam, bernuansa Islami dan ke-Indonesiaan,” kata Suryadharma.
Keterkaitan Panji dengan NII juga terungkap lewat kasus lainnya. Pada 2011, dua anak buahnya bernama Salamin dan Mujono Agus Salim ditangkap oleh polisi terkait kasus makar karena ingin mendirikan NII.
Pada 2013, putusan kasasi Mahkamah Agung memvonis keduanya dengan hukuman tiga tahun penjara karena terbukti bersalah dalam tindak pidana “permufakatan jahat untuk melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintahan”.
Di dalam salinan putusan itu, tertera dakwaan berdasarkan bukti dokumen bahwa Salamin "dibaiat oleh Panji Gumilang untuk masuk NII pada tahun 1990".
Salamin pernah ditunjuk menjadi Kepala Bagian Keuangan Provinsi Jawa Tengah NII pada 2005.
Dia bertugas menghimpun dana untuk disetorkan ke pondok pesantren Al Zaytun, juga membuka dakwa perjuangan Islam dengan nama “Madinah Indonesia”.
Sedangkan Mujono disebut masuk ke Ponpes Al Zaytun pada 2006. Setahun kemudian, dia ditunjuk oleh Panji menjadi Ketua Keresidenan yang bertugas merekrut santri dan mengajak mereka menyumbang untuk Al Zaytun.
Pada salinan itu juga disebutkan pula bahwa kesamaan antara Al Zaytun dengan NII adalah “pimpinannya sama, yaitu Panji Gumilang”.
Mantan anggota NII lainnya, Al Chaidar, turut bersuara soal Panji.
Dia mengaku mengenal Panji secara personal karena pernah menjadi Bupati NII di Bekasi pada 1991-1996.
“Dia [Panji] sebagai imam yang paling besarnya, yang paling tertinggi, KT namanya, komandemen tertinggi, setingkat presiden,” kata Chaidar kepada BBC News Indonesia.
MUI pun mengklaim bahwa penelitian mereka pada 2022 menunjukkan bahwa Al Zaytun berkaitan dengan NII.
Namun sampai saat ini, setelah isu ini mencuat kembali, belum ada pernyataan yang konklusif dari pemerintah yang mengonfirmasi segala tudingan tersebut.