Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Anies Tak Jadi Cagub di Jakarta, akan Beralih ke Siapa Suara Pendukungnya?
30 Agustus 2024 6:45 WIB
Anies Tak Jadi Cagub di Jakarta, akan Beralih ke Siapa Suara Pendukungnya?
Anies Baswedan tidak akan menjadi kandidat calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024. Kepastian ini muncul usai pendaftaran peserta pemilihan kepala daerah berakhir pada Kamis (29/08).
Sebuah pertanyaan pun muncul: Kepada siapa para pendukung Anies akan memberikan suara mereka?
Setidaknya 3,2 juta pemilih memberikan suara mereka kepada Anies pada Pilkada 2017. Saat itu Anies unggul sekitar 900 ribu suara dari pesaingnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Adapun pada ajang Pemilihan Presiden 2024, Anies mendapat 2,6 juta suara di DKI Jakarta. Angka itu hanya berselisih sekitar 30.000 suara dari Prabowo Subianto yang mendapat suara terbanyak di DKI Jakarta.
BBC News Indonesia berbicara pada pendukung loyal Anies dan sejumlah analis politik untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tadi.
Sikap dari kantong suara Anies
Herry Tondok begitu marah dan kecewa saat pemerintahan DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok menggusur warga Bukit Duri di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, pada September 2016.
Ahok saat itu berkeras meratakan pemukiman warga Bukit Duri di pinggiran Kali Ciliwung. Berulang kali dia menyatakan, Ciliwung harus dinormalisasi untuk mengatasi persoalan menahun di kawasan itu: banjir.
Protes warga Bukit Duri kala itu pecah menyambut penggusuran yang benar-benar dijalankan Ahok. Kericuhan terjadi saat warga bentrok dengan aparat yang mengawal penggusuran.
Baca dua berita di bawah ini untuk mengetahui cerita penggusuran di Bukit Duri:
Kurang empat bulan setelahnya, Anies Baswedan datang ke Bukit Duri, bertemu warga Bukit Duri yang tergusur. Dengan statusnya sebagai calon gubernur DKI yang akan bertarung pada Pilkada 2017, Anies meneken kontrak politik dengan warga terdampak penggusuran itu.
Anies kala itu berjanji akan mendirikan kembali pemukiman bagi mereka. Dia juga berkata akan melaksanakan seluruh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan penggusuran di Bukit Duri "cacat hukum".
Berdasarkan kontrak politik itu, Herry, yang kini berusia 64 tahun, memberikan suaranya untuk Anies. Banyak warga Bukit Duri yang menjatuhkan keputusan serupa.
Usai perhitungan suara saat itu, Anies dinyatakan menang telak di Bukit Duri.
Saat menjadi orang nomor satu di DKI, Anies memenuhi janji politiknya kepada orang-orang di Bukit Duri. Meski menuai pro-kontra, dia menghentikan program normalisasi Ciliwung.
Pada 2021, Anies juga meresmikan kampung susun di Kawasan Cakung, Jakarta Timur, untuk para korban penggusuran Bukit Duri.
Kontrak politik dan apa yang disebut sebagai realisasi janji-janji itulah yang membuat Herry menjadi pendukung setia Anies.
“Saya melihat yang arah kepemimpinannya agak ke rakyat dan melaksanakan sesuai undang-undang ini Pak Anies. Saya melihat kenyataan di lapangannya,” ujar Herry, yang selama bertahun-tahun bekerja sebagai pengendara taksi.
Herry telah dua kali memberikan suaranya untuk Anies, termasuk pada pilpres lalu. Ajang itu juga yang akan menjadi kali terakhirnya mencoblos Anies.
Saat surat pilkada DKI November nanti tak memuat wajah Anies, Herry berencana membolongi semua kandidat yang tertera. Dengan merusak surat suara, Herry menyatakan sikapnya untuk menjadi golongan putih (golput) alias orang-orang yang tak memberikan suara untuk kandidat manapun.
“Kalau melihat partai-partai yang ada, saya pesimis—tidak sesuai dengan naluri batin saya,” kata Herry.
“Untuk memilih kepala daerah, saya melihat pribadi calonnya, rekam jejaknya, bukan partainya,” ucapnya.
Beralih ke kandidat dari PKS, PDIP, atau golput?
Sejumlah proyeksi peralihan suara pendukung Anies pada Pilkada DKI diutarakan pengamat politik dari Indonesian Public Institute, Karyono Prabowo.
Pertama, para pendukung Anies yang juga simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) disebutnya berpeluang besar memilih Ridwan Kamil.
Mantan Gubernur Jawa Barat itu berpasangan dengan Suswono, politikus yang telah bergabung dengan PKS sejak awal pendirian partai tersebut.
“Pemilih PKS cenderung militan,” kata Karyono.
PKS pada Pemilu 2019 menjadi partai politik dengan suara terbanyak di tingkat DPRD DKI Jakarta. Suara PKS di Jakarta menanjak setelah lima tahun sebelumnya hanya berada di posisi ketiga setelah PDIP dan Gerindra.
Pendapat serupa juga diutarakan Hendri Satrio, analis politik dari lembaga survei KedaiKOPI.
“Pemilih yang basisnya PKS akan kembali ke PKS. Jadi suara mereka akan ke Ridwan Kamil,” ujarnya.
Namun tak semua pendukung Anies merupakan simpatisan PKS. Ini menjadi dasar analisis kedua, bahwa suara pendukung Anies dari kelompok nasionalis akan terpecah ke Ridwan Kamil-Suswono dan Pramono Anung-Rano Karno yang diusung PDIP.
Karyono berkata, selain PKS, hampir seluruh partai dalam Koalisi Indonesia Maju merupakan partai berhaluan nasionalis. PDIP, di sisi lain, selama ini juga dikenal sebagai partai nasionalis, kata Karyono.
Hendro Satrio berpendapat, para pemilih Anies di Jakarta berpotensi besar menjadi kelompok yang disebut swing voter. Kelompok ini berisi orang-orang yang mengedepankan rasionalitas saat memberikan suara, tapi masih gamang menentukan kandidat yang akan mereka pilih.
“Pendukung Anies akan menjadi swing voter, artinya suara mereka akan direbutkan,” kata Hendro.
“Saya rasa para pemilih yang cukup rasional akan membuka ruang untuk ketiga calon yang ada,” tuturnya.
Selain Ridwan Kamil dan Pramono, satu bakal calon gubernur DKI yang mendaftarkan diri ke KPUD adalah Dharma Porengkun—seorang pensiunan Polri dengan pangkat komisaris jenderal yang pernah mengutarakan isu berbau konspirasi terkait pemicu pandemi Covid-19.
Analisis yang ketiga berkaitan dengan transformasi pendukung Anies menjadi golput, seperti yang direncanakan Herry, warga Bukit Duri.
Karyono menyebut terdapat kategori pemilih yang alih-alih setia pada partai, justru militan terhadap sosok tertentu. Ketika sosok itu tak maju dalam pertarungan pilkada, para pemilihnya cenderung tak menggunakan hak pilih, kata Karyono.
Walau begitu, Karyono menyebut para pemilih yang militan terhadap sosok terkadang juga bersedia mempertimbangkan kandidat lain yang mereka anggap mendekati karakter dan memiliki visi-misi serupa dengan jagoan mereka.
“Meskipun mereka pemilih militan Anies, mereka bisa juga memilih yang lain. Jika Anies selama ini dipersepsikan mewakili umat Islam, mereka akan memilih kandidat yang dengan citra itu,” ujar Karyono.
Apa saja pernyataan para kandidat gubernur DKI sejauh ini?
Ridwan Kamil, Pramono Anung, dan Dharma Porengkun saat ini masih harus menjalani proses seleksi di KPUD DKI. Status mereka saat ini adalah bakal calon gubernur.
Pada tiga hari pendaftaran Pilkada 2024, ketiganya belum banyak bicara terkait janji politik maupun visi-misi memimpin Jakarta.
Saat mendaftar ke KPUD, Rabu lalu, Ridwan menyebut salah satu janji politiknya untuk memastikan setiap anak di Jakarta mendapatkan hak pendidikan.
Ridwan juga menyebut berencana memperbaiki layanan kesehatan dan menerapkan konsep-konsep baru untuk mengatasi persoalan klasik Jakarta, dari banjir, polusi, hingga kemacetan.
Sementara itu, Pramono menyatakan rencananya meneruskan berbagai program yang telah dijalankan pemerintahan sebelumnya.
"Kalau diberikan kesempatan, apa yang menjadi peninggalan Pak Sutiyoso, Pak Foke, Pak Ahok, Pak Djarot, Pak Anies, semuanya akan kami lanjutkan,” kata Pramono.
“Kami akan lakukan perbaikan karena enggak bisa pembangunan itu dilakukan sepotong-potong," tuturnya.
Adapun, Dharma Porengkun sempat menyebut lima misinya jika menjadi Gubernur DKI. Februari 2024, seperti diberitakan kantor berita Antara , salah satu misi itu adalah “mencabut seluruh program yang tidak pro-rakyat”.
Dharma membungkus lima misi itu dalam sebuah visi yang dia sebut “Selamatkan Jiwa Keluarga Kita”.