Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Apa Itu Gangguan Bipolar dan Mengapa Sering Dikaitkan dengan Pelukis Vincent Van Gogh?
31 Maret 2024 15:25 WIB
Apa Itu Gangguan Bipolar dan Mengapa Sering Dikaitkan dengan Pelukis Vincent Van Gogh?
Khalayak ramai sudah awam mengenai masalah kesehatan mental yang dialami seniman asal Belanda Vincent van Gogh. Van Gogh memotong telinga kirinya dan dua tahun kemudian – pada tahun 1890 – dia bunuh diri. Banyak perbedaan pendapat tentang apa pastinya masalah mental Van Gogh.
Mendiagnosis pasien yang sudah meninggal merupakan tugas yang rumit. Berbagai teori tentang kondisi Van Gogh pun sudah banyak beredar.
Akademisi Belanda dalam studi tahun 2020 berupaya mendiagnosis gangguan mental pelukis ikonik itu menggunakan hampir 1.000 suratnya sebagai bukti.
Hari Bipolar Sedunia - yang diperingati setiap tahun pada hari ulang tahun Van Gogh yakni 30 Maret, BBC berbicara dengan salah satu penulis kajian itu.
Apakah Van Gogh mengalami gangguan bipolar?
Vincent van Gogh mengalami berbagai masalah kesehatan mental sejak masa remaja. Salah satu momen yang banyak diketahui orang adalah saat Van Gogh memotong sebagian telinga kirinya setelah mengalami krisis kesehatan mental.
Pada Juli 1890, dia berdiri di ladang di luar Paris dan menembak dirinya sendiri. Dia meninggal dua hari kemudian pada usia 37 tahun.
Banyak teori yang saling bertentangan tentang kesehatan jiwa sang seniman di tahun-tahun sebelum kematiannya.
Salah satu teori yang paling menarik perhatian adalah Van Gogh menderita gangguan bipolar.
Apa itu gangguan bipolar?
Pengobatan gangguan bipolar meliputi:
Van Gogh sudah dikaitkan dengan gangguan bipolar sejak teori ini pertama kali dijabarkan dalam buku Jerman tahun 1938 yang dikutip oleh penelitian 2020 dari akademisi Belanda itu.
Namun bagaimana kita bisa yakin Van Gogh mengalami gangguan ini dibandingkan kondisi lain seperti skizofrenia, neurosifilis, atau keracunan?
Jawabannya terletak di bukti yang dia tinggalkan.
"Kami beruntung bisa mempelajari hampir 1.000 surat yang ditulis Van Gogh kepada adiknya [Theo Van Gogh] juga orang-orang lain. Ini yang menjadi dasar kesimpulan kami," ucap Willem Nolen, salah satu penulis studi tahun 2020.
Nolen adalah profesor psikiatri purnawaktu dari Universitas Groningen di Belanda.
Kepada BBC, Nolen mengatakan bahwa surat-surat tersebut memberi timnya kesempatan untuk melihat bukti gejala-gejala tersebut untuk membuat diagnosis.
Peneliti bertujuan melakukan "wawancara diagnostik yang luas" terhadap Van Gogh, sang pasien, untuk menganalisis kesehatan jiwanya.
Meskipun begitu, mereka mengakui bahwa Van Gogh tidak menulis surat-surat tersebut untuk dokter, sehingga sang pelukis mungkin tidak selalu sepenuhnya jujur dalam deskripsinya.
"Dia mungkin saja membesar-besarkan gejalanya dalam surat kepada saudaranya karena dia membutuhkan lebih banyak uang dan dukungan."
"Tetapi Anda juga bisa membayangkan bahwa ketika dia menulis surat kepada anggota keluarga lainnya – termasuk ibunya – mungkin dia membuat gejalanya terdengar tidak terlalu parah," tutur Prof Nolen.
Prof Nolen sendiri telah meneliti keenam volume surat tersebut. Tiga sejarawan seni yang berbeda dari museum Vincent van Gogh di Belanda juga diwawancarai untuk penelitian ini.
Seluruh sejarawan menekuni kehidupan dan karya sang pelukis dalam keahlian mereka.
Studi yang dilakukan para peneliti di International Journal of Bipolar Disorders menyimpulkan bahwa Van Gogh mengidap gangguan bipolar, dengan ciri-ciri gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder), yang "kemungkinan besar diperburuk oleh penggunaan alkohol bersamaan dengan kekurangan gizi".
Selama hidupnya, Van Gogh sendiri tidak sepenuhnya memahami apa yang salah dengan dirinya. Dia menulis tentang "demam mental atau saraf atau kegilaan, saya tidak tahu persis apa yang harus dikatakan atau bagaimana menamainya".
Pada awalnya, Van Gogh menggambarkannya sebagai "serangan kegilaan seniman biasa", barangkali untuk meyakinkan keluarganya.
Namun, para penulis studi menemukan bukti bahwa dia menderita depresi selama masa remaja, memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian ambang, banyak minum alkohol, dan melakukan mutilasi diri.
Namun, indikasi bahwa dirinya mengalami fase depresi dan manik yang berbeda yang mengarah ke gangguan bipolar.
"Tidak sepenuhnya jelas bentuk gangguan bipolar mana yang dideritanya karena, meskipun episode depresinya jelas sangat parah, kami tidak dapat mengetahui dari surat-surat tersebut apakah dia menderita gangguan sosial dari sisi manik atau tidak," ucap Prof Nolen.
Dari hasil karya seninya, kita tahu bahwa ada saat-saat dalam kehidupan Van Gogh – terutama menjelang akhir hidupnya – di mana dia sangat produktif.
Van Gogh melukis potret dan potret diri, ladang dan bunga, serta rumah sakit jiwa di Saint-Remy tempat dia tinggal selama lebih dari setahun.
Prof Nolen mengatakan ada kemungkinan Van Gogh lebih banyak melukis ketika dia dalam kondisi hipomania, dan fase gangguan bipolar ini terkadang dikaitkan dengan ledakan kreativitas yang ekstrem.
Sejumlah selebriti terkenal telah secara terbuka berbicara tentang pengalaman mereka sendiri dengan gangguan tersebut, seperti Mariah Carey, Demi Lovato, Selena Gomez, dan Bebe Rexha.
Banyak pula musisi, aktor, dan seniman lainnya – hidup dan sudah meninggal – yang telah menggambarkan gejala yang sangat mirip dengan kondisi tersebut.
Prof Nolen mengatakan ada bukti yang sama kuatnya tentang fase depresi dari gangguan tersebut dalam surat-surat Van Gogh dan dalam karya seninya.
Van Gogh mengalami "sedikitnya 10 episode depresi, bahkan mungkin lebih. Kondisinya semakin meskipun dia dirawat di rumah sakit jiwa selama lebih dari setahun".
Prof Nolen mengatakan Van Gogh tidak melukis sebanyak biasanya selama mengalami kondisi depresi barat. Dia bahkan terkadang sama sekali tidak melukis selama beberapa waktu.
Kalaupun melukis, yang dihasilkan adalah "lukisan yang sangat sedih, tidak sebanding dengan yang lain".
Vincent van Gogh berjuang sepanjang hidupnya, baik sebagai seniman (dia hanya pernah menjual satu lukisan) maupun dengan kesehatan mentalnya.
Namun Prof Nolen percaya ceritanya mungkin akan sangat berbeda jika sang seniman masih hidup sampai sekarang.
"Mungkin dia akan didiagnosis, dia akan diberi saran untuk tidak minum alkohol dan mungkin dia tidak akan jatuh ke dalam episode depresi dan manik.
"Apakah itu akan memengaruhi pekerjaannya sebagai pelukis? Kita tidak akan pernah tahu. Tapi mungkin dia tidak akan bunuh diri."
Kementerian Kesehatan telah memberikan fasilitas layanan kesehatan jiwa melalui pusat panggilan atau Call Center 119 bagi masyarakat yang ingin berkonsultasi ketika mengalami ketidaknyaman atau kecemasan - termasuk soal kesehatan mental. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email [email protected].