Konten Media Partner

Apa Itu Sekte dan Mengapa Orang-Orang Mau Bergabung di Dalamnya?

28 April 2023 11:00 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Detektif dan ahli forensik mulai memeriksa situs kuburan massal sebuah sekte di Kenya pada Jumat (21/4)
zoom-in-whitePerbesar
Detektif dan ahli forensik mulai memeriksa situs kuburan massal sebuah sekte di Kenya pada Jumat (21/4)
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kematian lebih dari 80 anggota sekte Kristen di Kenya, yang jasad- jasadnya ditemukan di kuburan massal setelah sengaja membiarkan diri kelaparan, mengangkat potensi bahaya dari kelompok ekstrem seperti sekte.
“Pasti ada sekte di sekitarmu, di manapun itu di dunia,“ kata Dr Alexandre Stein, seorang psikolog berbasis Inggris kepada BBC.
Dr Stein merupakan spesialis di bidang ideologi ekstrem dan hubungan sosial berbahaya lainnya.
Perkumpulan seperti Good News International Church (Gereja Internasional Kabar Baik) - yang dipercaya menyebabkan tragedi kematian puluhan orang di Kenya- beroperasi di seluruh dunia dan tidak selalu berpatok pada agama.
Ciri utama kelompok-kelompok ini adalah kemampuan menarik pengikut dan membuat mereka akhirnya sulit keluar dari kelompok tersebut.

Apa itu sekte?

Asosiasi Psikologi Amerika (APA) mendefinisikan sekte sebagai “kelompok religius atau semi-religius yang dicirikan oleh: kepercayaan aneh atau tidak tipikal, pengasingan dari dunia luar dan struktur otoriter“.
Hingga Rabu (26/4), kepolisian Kenya telah menemukan hampir 90 jasad yang diduag merupakan pengikut-pengikut Gereja Internasional Kabar Baik
Meskipun kebanyakan sekte bersifat religius, mereka juga bisa membangun komunitas berdasarkan bidang lain, contohnya politik.
“Mitos bahwa sekte hanya bersifat religius atau ekstrem,“ jelas Richard Turner, seorang konselor yang bekerja dengan anggota sekte maupun mantan anggota sekte.
“Tempat kerja Anda sendiri bisa menjadi seperti sekte jika Anda didorong untuk melakukan hal-hal tertentu seperti terus-menerus bekerja lebih lama dari seharusnya,“ tambahnya.
Ia mengatakan bahwa beberapa kelompok pemasaran berjenjang alias multi-level marketing juga menerapkan taktik rekrutmen anggota yang sangat mirip dengan cara sekte.

Siapa yang bergabung dalam sekte?

Dr Stein mengatakan publik seharusnya jangan menghakimi orang-orang yang merupakan korban sekte, khususnya dari segi pendidikan dan kemampuan sosial mereka.
“Orang-orang selalu bilang bahwa seorang yang bergabung dalam sekte adalah akibat dari sifat mereka yang bodoh dan butuh atensi lebih, namun penelitian terhadap sekte menunjukkan hal yang sebaliknya.“
Pemimpin sekte, sambung Dr Stein, seringkali menargetkan “orang yang produktif dan pintar“, karena mereka mampu menambah sumber daya dan keuntungan bagi kelompok tersebut.
“Sekte tidak mencari orang yang harus mereka urus.“
Dr Stein memperingati salah satu mitos tentang sekte adalah orang bergabung dengan sukarela.
Richard Turner merupakan mantan anggota sekte yang membangun kembali hidupnya dan menjadi konselor yang membantu korban sekte lainnya.
“Mereka tidak mempromosikan diri dengan ‘ayo bergabung dengan sekte kami‘. Ajakan itu sangat ramah pada awalnya.“
Meski begitu, Dr Stein mengatakan tragedi yang melibatkan angka kematian besar seperti yang terjadi dengan insiden di Kenya, merupakan hal yang tidak biasa dalam kegiatan sekte.
“Pemimpin sekte biasanya tidak berpikir ingin membunuh banyak sekali orang.“
Sebagai contoh. Dr Stein mengatakan kematian bukanlah tujuan awal dari Heaven’s Gate (Gerbang Surga), sebuah gerakan religius di Amerika Serikat yang masuk banyak media internasional pada 1997.
Pada saat itu, sebanyak 39 anggota mereka meninggal dalam tindakan bunuh diri karena percaya mereka akan diselamatkan dan dihidupkan kembali oleh makhluk luar angkasa.
“Marshall Applewhite, sang pemimpin sekte, berpikir ia mengidap kanker dan ingin semua orang itu meninggal bersamanya.
“Aksi bunuh diri dan pembunuhan hanya akan terjadi jika itulah yang diinginkan pemimpin di saat itu juga.“
Pemimpin sekte seperti Marshall Applewhite, yang menghasut lebih dari 30 pengikut Gerbang Surga untuk bunuh diri, tidak memulai sekte dengan niat membunuh.
Biasanya, eksploitasi dan perlakuan tidak adil -termasuk kekerasan seksual- menjadi ancaman yang lebih sering terjadi dalam sekte.

Mengapa pemimpin sekte sangat berkuasa?

Dalam penelitiannya terkait perilaku sekte, Dr Stein menemukan bahwa pemimpin-pemimpin sekte merupakan sosok karismatik yang seringkali memiliki pengalaman serupa di mana mereka belajar menggunakan teknik persuasif untuk mengumpulkan pengikut.
"Mereka mempelajari trik-triknya dan lanjut ketika mereka pikir mereka bisa melakukannya sendiri," katanya.
“Para pemimpin sekte tidak tidak bodoh. Bahkan, mereka sangat pintar dan bersemangat, karena mereka butuh banyak [kemampuan] untuk memimpin sebuah sekte.“
Pemimpin sekte biasanya pria. Namun satu kasus langka adalah Valentina de Andrade, seorang peramal di Brasil yang memimpin kelompok bernama Superior Universal Lineage yang diselidiki dan didakwa pada 1990-an atas insiden yang melibatkan serangkaian pembunuhan anak.

Mengapa orang tidak keluar saja dari sekte?

Menurut mantan anggota sekte Richard Turner, “sangat mudah“ bagi seseorang untuk dipancing masuk ke dalam sekte karena pemimpin sangat mahir dalam “love-bombing”.
Love-bombing merupakan upaya untuk mempengaruhi seseorang dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang berlebihan.
Turner telah mengalami itu sendiri. Pada 2013, ia digiring masuk ke dalam kelompok yang ia sebut dengan “sekte gaul Kristen” saat ia sedang mencari pekerjaan yang mendampingi korban perdagangan manusia.
Valentina de Andrade, yang telah meninggal awal tahun ini, adalah kasus langka pemimpin sekte perempuan
“Tidak peduli seberapa kaya, sukses atau pintar seseorang, semua orang pasti pernah terpuruk di suatu titik hidupnya; baik itu karena kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dikasihi atau perubahan meresahkan lainnya,” jelas Turner.
“Kemudian mereka merusak harga dirimu, menciptakan ketergantungan dan memberimu obatnya. Sebuah sekte akan selalu berusaha mengisolasimu dari teman-teman dan orang yang Anda kasihi agar mereka bisa semakin mudah memperalatmu.”
Turner mengingat ketika ia masih bergabung dalam sekte, ia sempat memberikan seluruh gajinya kepada organisasi itu. Sebab, sedemikian berpengaruhnya sekte tersebut pada hidup Turner kala itu.
Meninggalkan sebuah sekte jauh lebih sulit daripada bergabung ke dalamnya
“Saya baru bisa meninggalkan sekte itu karena saya mengalami breakdown [gangguan mental] dan sekte biasanya kehilangan minat pada pengikut ketika itu terjadi.”

Bagaimana cara tahu sebuah organisasi adalah sekte?

Turner memperingatkan tidak selalu mudah bagi seseorang untuk menyadari sebuah organisasi adalah sekte. Tetapi, pencarian nama organisasi itu di internet bisa memberikan petunjuk.
“Lihat apa yang orang bicarakan tentang kelompok tersebut di dunia maya, termasuk apa yang disiarkan oleh kelompok itu sendiri.
“Saya mengetahui bahwa jika salah satu anggota dari kelompok itu menulis apapun yang membahas ‘mengapa mereka bukan sekte’, biasanya berarti mereka adalah sekte,” ujarnya.
“Juga, waspadalah jika Anda bergabung dalam kelompok yang anggotanya mulai mengucapkan hal-hal negatif tentang teman-teman dan keluargamu dan berusaha mengajak Anda mengikuti lebih banyak kegiatan berkomitmen, termasuk kegiatan yang menarik anggaran.”
Namun, sang konselor percaya cara paling efektif adalah mendengarkan insting dan perasaan Anda.
“Percayalah pada instingmu," katanya.
Pakar seperti Dr Stein dan Turner mengatakan bahwa tindakan pencegahan jauh lebih mudah dilakukan dibanding mengobati ketika berhadapan dengan sekte.
Mereka berdua menyerukan langkah-langkah yang lebih terkoordinasi dari pemerintah untuk menjaga masyarkat dari sekte.
"Kami belum mengambil langkah-langkah [yang diperlukan] untuk mendidik masyarakat tentang kelompok berbahaya," kata Dr Stein.
"Pemerintah biasanya segan dalam mencoba mengaturnya, terutama mereka [sekte] yang mempromosikan diri sebagai gereja."