Apakah dari Pandemi Virus Corona Akan Menjadi Endemi?

Konten Media Partner
20 Februari 2022 16:24 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Apakah dari Pandemi Virus Corona Akan Menjadi Endemi?
zoom-in-whitePerbesar
Beberapa negara Eropa mencabut kebijakan pencegah penularan Covid-19 karena yakin pandemi akan menjadi endemi. Tapi apa makna endemi dan akan seperti apa situasinya?
Kewajiban pemakaian masker, paspor Covid, dan pembatasan kerumunan secara bertahap ditiadakan di Inggris, Prancis, Spanyol, Denmark, dan beberapa negara Eropa lainnya.
Masa karantina kini juga dipersingkat di Rusia dan Amerika Serikat.
Otoritas kesehatan di berbagai negara itu menilai Covid-19 pada akhirnya akan menjadi penyakit endemik dan tidak lagi menyebabkan kedaruratan kesehatan.
Namun apakah Covid sudah bisa dianggap sebagai penyakit endemik? Apakah beberapa negara itu bertindak terlalu cepat?
Bagaimana kita bisa tahu kondisi yang sebenarnya? Dan jika keputusan ini terbukti benar, apa konsekuensi perubahan status menjadi endemi bagi kebanyakan orang?
Inilah argumen utama dalam debat.

Apa perbedaannya?

Pertama, perlu kita klarifikasi bahwa perubahan status menjadi penyakit endemik tidak berarti Covid-19 hilang. Penyakit yang disebabkan virus corona ini mungkin tidak akan pernah hilang.
Suatu penyakit dianggap endemik ketika lebih mudah diprediksi. Pada saat itu para ahli sudah bisa memperkirakan jumlah kasus positif dan kematian yang muncul, baik dari segi lokasi maupun waktu tertentu dalam periode satu tahun.
Status endemik tidak berkaitan dengan beratnya penyakit. Tuberkulosis, HIV, dan malaria adalah contoh penyakit endemik.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun terjadi 241 juta kasus malaria, 627 ribu di antaranya berakhir dengan kematian.
Malaria ditularkan ke manusia oleh nyamuk betina dari genus Anopheles.
Yang membedakan suatu penyakit endemik dan pandemik adalah tingkat penyebarannya.
Ketika jumlah kasus tidak dapat dikendalikan, tapi cakupannya terbatas pada suatu wilayah tertentu, penyakit itu tergolong endemik.
Sementara itu, penyakit tergolong pandemik jika menyebar ke beberapa benua. Itulah yang terjadi dengan Covid-19 pada awal tahun 2020.
Merujuk data WHO, per 16 Februari sudah terjadi lebih dari 400 juta kasus Covid dan 5,8 juta kematian.

Akankah Covid menjadi endemik?

Namun sejak pelaksanaan vaksinasi dan berkat kekebalan alami para penyintas Covid, beberapa negara menganggap ancaman penyakit ini, khususnya varian Omicron, telah menurun.
Namun, para ahli memperingatkan bahwa virus corona mungkin tidak akan pernah hilang. Virus ini akan terus beredar di antara kita, seperti virus flu.
"Jika Anda melihat sejarah penyakit menular, kita hanya berhasil memberantas satu penyakit menular, yaitu cacar," kata Kepala Penasihat Medis Amerika Serikat, Anthony Fauci, dalam ajang Forum Ekonomi Dunia di Swiss, baru-baru ini.
"Keberhasilan itu tidak akan terjadi dengan virus corona," ujarnya.
Covid menyebar dengan cepat ke seluruh benua di awal tahun 2020. Tingkat penyebaran memicu terjadinya pandemi.
Mike Ryan, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, menyatakan hal serupa selama acara lain di WEF.
"Kita tidak akan mengakhiri pandemi virus corona tahun ini," katanya.
"Kita mungkin tidak akan pernah menghilangkan virus. Pandemi yang dipicu virus akhirnya akan menjadi bagian dari ekosistem," ucapnya.
Ryan mengatakan, hal yang bisa diakhiri adalah darurat kesehatan masyarakat. Walau begitu, dia menyebut endemi tidak berarti lebih baik ketimbang situasi sebelumnya.
"Endemi berarti virus ini ada di sekitar kita selamanya. Yang perlu kita lakukan adalah menurunkan tingkat kejadian penyakit, melaluivaksinasi seluas-luasnya pada masyarakat sehingga tidak ada yang harus meninggal karenanya," kata Ryan.

Apakah Covid kini tergolong penyakit endemik?

Mengingat kurangnya data jangka panjang yang secara jelas menunjukkan stabilitas dalam kasus dan kematian akibat Covid, banyak ilmuwan belum bersedia menganggapnya sebagai penyakit endemik.
"Tren yang terjadi belum stabil," kata Ethel Maciel, epidemiolog di Universitas Federal Espírito Santo di Brasil.
"Berapa jumlah kasus positif, yang berujung rawat inap atau yang berakhir kematian akibat Covid yang dapat diterima atau diharapkan setiap tahun?" ujarnya.
Vaksin dan infeksi yang terjadi telah meningkatkan kekebalan masyarakat terhadap virus corona.
Di sisi lain, vaksin dan infeksi Covid yang terjadi telah meningkatkan kekebalan di antara populasi. Menurut Our World in Data, 53% dari populasi dunia sekarang sepenuhnya divaksinasi.
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), yang berbasis di Fakultas Kedokteran Universitas Washington, memprediksi bahwa pada Maret mendatang, lebih dari 50% masyarakat dunia akan terinfeksi Covid.
Prediksi itu dipengaruhi tingkat penyebaran Omicron yang tinggi.
Namun banyaknya kasus membuat skenario ke depan sulit diprediksi. "Saat penularan sangat tinggi, apa pun bisa terjadi, termasuk munculnya varian baru," kata Maciel.
Tingkat kematian akibat Covid jika dibandingkan dengan jumlah orang yang tertular, turun dari 1-2% menjadi 0,25%.
Tapi itu masih 2,5 kali lebih tinggi daripada flu, kata Julio Croda, ilmuwan dari Oswaldo Cruz Foundation (FioCruz) sekaligus pimpinan Brazilian Society of Tropical Medicine.
Jadi walaupun beberapa kalangan menilai Covid bisa menjadi endemik, penyakit ini tetap tidak dapat dibandingkan dengan flu, apalagi pilek.

Apakah terlalu dini meniadakan pengetatan?

Ini tentu saja menjadi perdebatan utama di negara-negara yang mencabut pengetatan. Di Inggris, semua pembatasan terkait Covid, termasuk kewajiban isolasi diri, akan dicabut pada akhir Februari.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, membenarkan keputusan itu.
"Ketika Covid menjadi endemik, kita perlu mengganti aturan dan panduan yang mendesak penderita Covid untuk tetap menjaga keselamatan orang lain," kata Boris.
Kewajiban hukum para pengidap Covid-19 di Inggris akan segera diganti dengan anjuran yang tidak mengikat.
Namun para ahli lebih berhati-hati mengambil kesimpulan. Maciel menunjukkan bahwa virus akan terus menyebar.
"Bahkan jika tidak ada lagi pembatasan sosial, setiap orang semestinya tetap melakukan pencegahan bila diperlukan," ucapnya.
Seseorang yang terpapar Covid, misalnya, harus bekerja dari rumah jika memungkinkan, agar tidak membahayakan orang lain.
Jika mereka harus keluar rumah, mereka harus memakai masker untuk menghentikan pencegahan.
"Sama halnya dengan infeksi HIV. Melakukan hubungan seksual tanpa kondom menempatkan Anda dalam situasi berisiko, bahkan jika penyakit ini sekarang dianggap endemik," katanya.
Bahkan setelah kebijakan pengetatan dicabut, gelombang baru dalam penularan virus dapat memaksa sejumlah negara menerapkan pembatasan lama untuk memperlambat penyebaran virus.

Apa yang akan berubah dalam keseharian?

Mengakhiri pembatasan mengharuskan pemerintah memperluas akses perawatan Covid, termasuk obat anti-virus dan antibodi monoklonal.
Antobodi ini merupakan molekul buatan laboratorium yang bertindak seperti antibodi alami untuk meningkatkan sistem kekebalan.
Croda berkata, tes dan penelusuran kasus secara luas akan digantikan model pengawasan, di mana pengujian terkonsentrasi di rumah sakit dan klinik rawat jalan.
"Sistem seperti itu hemat biaya dan membantu mengidentifikasi pola dalam jumlah kasus," kata Croda.
"Jika pengawasan ini meneliti situasi di wilayah tertentu, dimungkinkan untuk melakukan intervensi lebih awal, menyebarkan vaksin atau membuat tes tersedia di lokasi itu," ucapnya.
Program pengujian yang luas dan penelusuran kasus akan digantikan oleh pengawasan yang lebih terkonsentrasi ke suatu wilayah, kata peneliti.
Salah satu yang belum jelas adalah masa depan vaksinasi setelah pandemi dianggap telah menjadi epidemi.
Akankah seseorang yang memiliki booster ditawari dosis keempat? Atau akankah vaksin diperbarui setiap tahun, yang sudah terjadi dengan program vaksinasi flu?
"Ada kemungkinan bahwa vaksin perlu diadaptasi ketika varian baru muncul, terutama untuk melindungi kelompok yang paling rentan, seperti lansia, pasien dengan imunosupresi, dan anak-anak," tuturnya.
Menurut Croda, terlalu dini untuk menilai apakah banyak negara mengambil keputusan tepat dengan menjadikan Covid menjadi penyakit endemik.
"Itu sangat tergantung pada faktor-faktor yang tidak kita kendalikan. Sementara itu, varian baru yang sangat menular dapat muncul, dengan kemampuan yang lebih tinggi untuk menghindari kekebalan dan risiko rawat inap dan kematian yang lebih besar," ujarnya.
"Tepatnya untuk mencegah hal ini terjadi, pemerintah perlu memberi vaksin kepada semua orang, terutama kepada mereka yang belum mendapatkannya. Itu harus menjadi prioritas nomor satu di seluruh dunia."