Konten Media Partner

Apakah India Bangun Fasilitas Mata-Mata di Pulau Sebelah Barat Indonesia?

10 November 2024 7:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Apakah India Bangun Fasilitas Mata-Mata di Pulau Sebelah Barat Indonesia?

Pulau Agalega di Samudera Hindia dikhawatirkan akan menjadi pangkalan militer.
zoom-in-whitePerbesar
Pulau Agalega di Samudera Hindia dikhawatirkan akan menjadi pangkalan militer.
Tidak pernah tebersit di benak Arnaud Poulay untuk meninggalkan Agalega, satu pulau kecil di Samudera Hindia. Tahun ini, dia dengan berat hati hengkang karena — di matanya — kampung halamannya itu berubah menjadi area militer.
Pulau Agalega yang merupakan bagian dari Mauritius tadinya hanya dihuni sebanyak 350 orang yang mencari makan dengan menjadi nelayan dan menanam kelapa. Adapun pangan lainnya dikirim empat kali setahun dengan kapal dari ibu kota Mauritius yang jaraknya 1.100 km di selatan.
Cuma ada satu landasan terbang kecil di Agalega – itu pun jarang digunakan kecuali untuk darurat medis.
Semuanya berubah setelah pada 2015, negara kepulauan Mauritius menandatangani kesepakatan keamanan maritim dengan India. Perjanjian antara lain mencakup rencana India untuk membangun landasan pacu sepanjang 3.000 meter dan sebuah dermaga besar di Pulau Agalega.
Sejumlah warga Agalega khawatir nantinya landasan pacu dan dermaga itu lama-lama akan membuka jalan untuk kehadiran militer.
Poulay yang bekerja sebagai tukang dan dan musisi reggae memimpin kampanye melawan proyek tersebut.
“Saya cinta pulau saya dan pulau saya pun mencintai saya,” ujar pria berusia 44 tahun itu.
"Tapi ketika pangkalan itu diresmikan, saya sadar bahwa harus angkat kaki."
Arnaud Poulay telah menjadi kritikus vokal terhadap proyek konstruksi tersebut.
Agalega terdiri dari dua pulau kecil seluas 25 km persegi. Terletak di barat daya Samudra Hindia, Agalega bisa menjadi lokasi ideal bagi India untuk memantau lalu lintas maritim. Perbandingan antara citra satelit tahun 2019 dan tahun ini menunjukkan perubahan Agalega yang signifikan.
Pemandangan hamparan pohon palem digantikan landasan pacu yang membentang di sepanjang punggung pulau utara di antara dua desa utama: La Fourche di utara dan Vingt-Cinq di selatan.
Dua bangunan selebar 60 meter terlihat berdiri di pelataran pesawat alias apron landasan pacu. Samuel Bashfield, sarjana PhD di Australian National University, menyebut setidaknya satu bangunan itu menampung pesawat P-8I Angkatan Laut India,
P-8I adalah Boeing 737 yang dimodifikasi untuk melacak dan menyerang kapal selam, serta memantau komunikasi maritim. Penduduk pulau telah memotret pesawat tersebut di landasan pacu.
Dermaga baru yang menjorok ke laut terletak di barat laut Agalega. Bashfield mengatakan dermaga ini dapat digunakan kapal patroli permukaan India serta kapal yang membawa persediaan ke Agalega.
“Seiring dengan semakin banyaknya citra satelit yang tersedia, kita akan lebih memahami peran Agalega dalam komunikasi Samudra Hindia,” tutur Bashfield.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp, TikTok, X, Instagram dan Facebook.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia.
Institut Internasional untuk Kajian Strategis (IISS) menyebut fasilitas tersebut sebagai “stasiun pengawasan”. Fasilitas ini, menurut IISS, kemungkinan memuat sistem pengawasan radar pantai yang mirip dengan peralatan buatan India di wilayah lainnya di Mauritius.
Pesawat P-8I Angkatan Laut India di landasan pacu baru Agalega.
Pemerintah India menolak menjawab pertanyaan tentang Agalega. Mereka mengarahkan BBC ke pernyataan sebelumnya di situs webnya.
Perdana Menteri Narendra Modi dalam salah satu pernyataannya mengatakan India dan Mauritius adalah “mitra alami” dalam bidang keamanan maritim. Kedua mitra, imbuhnya, menghadapi tantangan tradisional dan non-tradisional di kawasan Samudra Hindia.

Baca juga:

Kedua negara telah memiliki hubungan pertahanan yang erat sejak tahun 1970-an. Di Mauritius, penasihat keamanan nasional, kepala penjaga pantai, dan kepala skuadron helikopter polisi semuanya adalah warga negara India. Mereka masing-masing berpangkat perwira di badan intelijen eksternal India, angkatan laut, dan angkatan udara.
Prof. Harsh Pant dari India Institute di King’s College London menyebut baik India maupun Mauritius sama-sama ingin fasilitas teranyar itu dipandang sebagai area “pembangunan kapasitas” alih-alih “penggunaan militer terang-terangan”.
Namun, sudah bukan rahasia lagi bahwa India dan sekutu Baratnya waswas akan meningkatnya kehadiran China di Samudra Hindia.
Praktik pendirian pos militer oleh negara besar di wilayah sekutunya yang lebih kecil sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru. Namun, pembangunan di Agalega disebut mengganggu sebagian penduduk pulau.
Mereka mengeklaim bahwa di beberapa wilayah sudah dipagari — termasuk sejumlah wilayah pantai pasir putih dengan jajaran pohon palem di pulau itu.
Ada pula desas-desus bahwa desa La Fourche akan “ditelan” infrastruktur India yang sudah berkembang di sekitarnya. Sepuluh keluarga yang tinggal di sana disebut-sebut akan dipaksa keluar.
“Daerah ini akan menjadi terbatas sepenuhnya untuk orang India,” kata Laval Soopramanien, presiden Asosiasi Teman-Teman Agalega.
Soopramanien khawatir “Agalega akan menjadi kisah pulau Chago”. Kegelisahan yang sama juga dirasakan Billy Henri, 26 tahun, yang ibunya diusir dari pulau Chagos.
“Ibuku [kehilangan] pulaunya,” ucap Henri yang bekerja sebagai tukang. “Ayahku [asli Agalega] akan menjadi yang berikutnya.”
Ibu kota Agalega, Vingt-Cinq (bahasa Prancis untuk 25). Nama ini konon berasal dari banyaknya cambukan yang dirasakan budak perkebunan masa lampau.
Sejumlah penduduk Agalega berasal dari keluarga yang menderita trauma setelah diusir dari Kepulauan Chagos yang berjarak 2.000 km di sebelah timur.
Pada tahun 1965, pemerintah Inggris menyatakan Kepulauan Chagos adalah wilayah negaranya dan memberikan izin kepada AS untuk membangun stasiun komunikasi di pulau terbesar: Diego Garcia.
Lambat laun, Kepulauan Chagos bertransformasi menjadi pangkalan militer berskala penuh.
Ketakutan Billy Henri adalah bahwa pemerintah Mauritius — sebagai penguasa semua tanah di Agalega dan satu-satunya penyedia lapangan pekerjaan — berupaya membuat kondisi Agalega begitu buruknya sampai semua orang hengkang.
Henry menyebut sejumlah masalah di bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, terbatasnya investasi terbatas untuk ekonomi lokal, minimnya lapangan pekerjaan, dan larangan bagi penduduk setempat untuk membuka bisnis sendiri.
Juru bicara pemerintah Mauritius mengatakan kepada BBC bahwa penduduk setempat tidak akan diminta angkat kaki dari Agalega. Pejabat itu menambahkan penduduk hanya dilarang memasuki bandara dan pelabuhan.
Kedua fasilitas itu, imbuhnya, membantu aparat dalam menangani pembajakan, perdagangan narkoba, dan penangkapan ikan yang tidak terkendali.
Mauritius juga menyangkal tuduhan bahwa Agalega menampung pangkalan militer. Pemerintah menyatakan jajaran kepolisian nasional masih mengontrol Agalega sepenuhnya.
Di sisi lain, Mauritius mengakui bahwa India akan membantu “pemeliharaan dan pengoperasian” fasilitas-fasilitas baru — yang dibangun dengan dana India.
Ujung utara Agalega telah mengalami pembangunan ekstensif - citra satelit menunjukkan ukuran dermaga dan kapal-kapal yang dapat berlabuh.
Pemerintah Mauritius dan India mengeklaim perbaikan transportasi laut dan udara dirancang untuk menguntungkan penduduk pulau dan membantu mereka keluar dari kemiskinan.
Akan tetapi, penduduk setempat mengatakan ini belum terjadi: hanya ada empat feri dari Agalega ke pulau utama Mauritius setiap tahunnya. Selain itu, tidak ada penerbangan sipil masuk ke Agalega.
Warga Agalega bahkan mengatakan bahwa mereka dilarang masuk ke rumah sakit baru yang dibangun India. Siaran pers pemerintah Mauritius sebelumnya menggembar-gemborkan fasilitas rumah sakit itu mulai dari kamar operasi, mesin X-ray, dan peralatan kedokteran gigi.
Billy Henri mengatakan bahwa seorang anak laki-laki yang menderita luka bakar karena tersiram minyak goreng ditolak masuk pada bulan Oktober. Padahal, fasilitas puskesmas setempat tidak mencukupi untuk memberi anak laki-laki itu pertolongan.
“[Rumah sakit baru itu] hanya untuk orang India!” katanya.
Anak laki-laki itu diterbangkan ke pulau utama Mauritius bersama orang tuanya.
Laval Soopramanien menyebut anak laki-laki itu masih dirawat dan keluarganya akan tetap di sana sampai kapal berikutnya berangkat ke Agalega.
Pemerintah Mauritius tidak memberikan tanggapan soal penolakan pasien ini. Adapun pemerintah India menolak berkomentar.
Dalam pidato baru-baru ini di parlemen Mauritius, Perdana Menteri Pravind Jugnauth mengatakan bahwa capaian pembangunan sosial-ekonomi Agalega adalah yang tertinggi dalam agenda pemerintahannya.
Jugnauth menyebut “rencana induk” telah disusun untuk meningkatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan, transportasi, dan hiburan bagi penduduk Agalega. Selain itu, sektor perikanan dan produk sampingan kelapa juga akan dikembangkan.
Faktanya, baik India maupun Mauritius belum mempublikasikan rincian nota kesepahaman tahun 2015. Tidak ada yang tahu rencana mereka ke depannya — hal ini pun memicu rasa tidak percaya penduduk Agalega.