Konten Media Partner

Arkeolog Ungkap Kasus Pertama Down Syndrome pada Neanderthal

12 Juli 2024 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Arkeolog Ungkap Kasus Pertama Down Syndrome pada Neanderthal

Valentín Villaverde adalah salah satu peneliti di situs Cova Negra
zoom-in-whitePerbesar
Valentín Villaverde adalah salah satu peneliti di situs Cova Negra
Tim peneliti menemukan kasus pertama down syndrome pada manusia purba Neanderthal yang bertahan hidup selama lebih dari enam tahun berkat perawatan dan solidaritas kelompoknya.
Para ahli yang melakukan penelitian di situs arkeologi Cova Negra di Spanyol, menemukan apa yang diyakini sebagai fragmen telinga bagian dalam dari Neanderthal berusia sekitar enam tahun.
Hasil analisis tim peneliti menunjukkan bahwa fragmen tulang berukuran sekitar 5 cm itu memiliki sejumlah anomali yang biasanya ditemukan pada orang-orang dengan down syndrome.
Tina – nama yang disematkan pada bocah tersebut oleh para peneliti kendati jenis kelaminnya hingga saat ini belum pasti – disebut memiliki kondisi down syndrome dan tuli.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science Advances, para peneliti menyebut bahwa kondisi yang dialami Tina adalah contoh tertua dari kondisi down syndrome.
Para peneliti juga meyakini bahwa penelitian ini menambah bukti bahwa sepupu dekat Homo sapiens ini peduli terhadap anggota komunitas yang rentan.
Fosil bagian telinga bagian dalam Tina tersebut berasal dari zaman Pleistosen Atas dan diperkirakan berumur sekitar 120.000 hingga 40.000 tahun.
Neanderthal menghuni Eropa selama ratusan ribu tahun hingga mereka punah 40.000 tahun yang lalu. Mereka adalah salah satu kerabat terdekat manusia yang hidup saat ini.
Homo Sapiens (manusia yang hidup saat ini) dan Neanaderthal (Homo Neanderthalensis) diklasifikasikan sebagai spesies hominid berbeda, yang hidup berdampingan dari waktu ke waktu dan berasal dari nenek moyang yang sama.

Temuan yang tak biasa

Tim peneliti menemukan sebuah fragmen tulang berukuran 5 cm yang berasal dari telinga bagian dalam Neanderthal berusia 6 tahun di situs gua Cova Negra yang terletak di dekat kota Valencia, Spanyol pada 1989 silam.
Penemuan bagian saluran telinga Neanderthal merupakan hal yang tak biasa. Sebab, bagian-bagian tubuh yang biasanya ditemukan dalam situs arkeologi adalah tengkorak, gigi, atau tulang belulang.
Oleh karena itu, para ahli menganggap penemuan bagian dalam telinga ini sebagai temuan berharga.
“Kami benar-benar terkejut dengan hasil tomografi ini karena terungkap bahwa Neanderthal ini mengalami cedera [bawaan dari] lahir yang mirip dengan down syndrome dan hal itu menyebabkan masalah kesehatan yang signifikan sepanjang hidupnya," ujar Profesor Emeritus Valentín Villaverde Bonilla dari Departemen Prasejarah, Arkeologi dan Sejarah Kuno di Universitas Valencia, yang memimpin tim penggalian di Cova Negra.
Lebih jauh, Villaverde menjelaskan bahwa kondisi yang terdeteksi pada fosil menunjukkan bahwa Tina menderita otitis – infeksi pada telinga bagian tengah – secara terus menerus, tuli, masalah keseimbangan dan mungkin mengalami kesulitan dalam mobilitasnya.
“Dia mengalami kesulitan besar yang mengancam kelangsungan hidupnya. Hambatan yang tidak mungkin diatasi sendiri,” tambahnya.
Down syndrome adalah kelainan genetik yang dialami seseorang karena memiliki kromosom ekstra yang dapat menyebabkan berbagai tingkat kecatatan intelektual, masalah jantung, pencernaan dan organ lainnya.
Namun, Tina mencapai usia enam tahun, jauh melebihi harapan hidup anak-anak penderita down syndrome yang hidup pada zaman prasejarah.
Sebagai perbandingan, pada awal abad ke-20, antara tahun 1920-an hingga 1940-an, tingkat kelangsungan hidup seorang anak dengan down syndrome berkisar antara 9 hingga 12 tahun.
Peneliti dari Universitas Ancalá yang menganalisis fragmen tulang Tina menemukan bahwa perawatan yang diperlukan selama enam tahun masa hidup Tina mungkin melebihi kemampuan ibunya dan memerlukan bantuan anggota keluarga lainnya.
Kesimpulan mereka dipublikasikan dalam jurnal bergengsi, Science Advances, yang terbit pada Juli.
Pertanyaan kunci yang diajukan ilmu pengetahuan adalah apakah kepedulian ini bersifat altruistik – suatu perilaku yang memiliki nilai adaptif yang besar – atau bersifat kepentingan.
Bagaimanapun, Neanderthal adalah kelompok pemburu-peramu dengan mobilitas tinggi di wilayah yang sangat luas.
“Jika Anda tidak memberikan perhatian khusus pada anak ini, dia tak akan bertahan sampai usia enam tahun,” kata VIllaverde.

Implikasi perilaku

Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa Neanderthal merawat penyandang disabilitas di kelompoknya, namun ada perdebatan mengenai implikasi dari perilaku ini.
Sementara “beberapa penulis meyakini bahwa kepedulian terjadi antara individu yang mampu membalas budi, yang lain berpendapat bahwa kepedulian muncul dari perasaan kasih sayang, yang terkait dengan perilaku sosial yang adaptif lainya”, kata penelitian tersebut.
Mercedes Conde Valverde, peneliti di Universitas Alcalá sekaligus pemimpin tim yang bertugas menganalisis tulang Tina, mengatakan bahwa terdapat fosil-fosil individu Neanderthal lainnya dengan kelainan yang mungkin memerlukan bantuan kelompok.
“Tapi mereka semua adalah orang dewasa dan penyakit yang mereka derita bukan bawaan lahir, melainkan didapat ketika mereka hidup: luka, penyakit, patah tulang dan trauma lainnya,” jelas Valverde.
Kasus Tina dianggap luar biasa karena dia perempuan, dia dilahirkan dengan masalah ini dan dia masih bertahan setidaknya selama enam tahun.
“Ini berarti mereka harus banyak membantu dan merawatnya, tapi karena dia masih kecil, kemungkinan besar mereka tidak mengharapkan dia membalas budi,” kata peneliti.
Studi tentang anak-anak dengan patologi serius sangat menarik, karena anak-anak memiliki kemungkinan sangat terbatas untuk mendapatkan perawatan timbal balik.
Apa yang dikatakan tentang evolusi manusia adalah bahwa Neanderthal memiliki perilaku altrustik seperti manusia pada umumnya.
Neanderthal adalah spesies yang berbeda dengan kita, Homo sapiens, tapi serupa dalam banyak hal.
Diketahui, kasus simpanse dengan down syndrome sanggup bertahan hingga usia 23 bulan berkat perawatan yang diberikan induknya yang dibantu oleh anak sulungnya.
Ketika anak sulung tersebut berhenti membantu ibunya, sang ibu tidak mampu memberikan perawatan yang diperlukan dan anak simpanse dengan down syndrome itu mati.
Meski memiliki garis evolusi yang berbeda, jika Neanderthal memiliki belas kasih sama seperti Homo sapiens, "ini berarti setidaknya nenek moyang yang sama pasti sudah memilikinya dan itulah sebabnya kedua garis [evolusi] tersebut mewarisinya," kata Conde Valverde.
Spesies manusia yang melahirkan Neanderthal dan Homo sapiens hidup sekitar satu juta tahun yang lalu.
“Yang kami perkirakan adalah anggota kelompok sosial lainnya membantu bocah perempuan tersebut secara langsung atau mereka membantu ibunya, membebaskannya dari tugas-tugas yang harus dia lakukan, agar dapat merawat Tina,” kata Valverde.
“Neanderthal adalah spesies yang sangat mirip dengan kita,” tambahnya.
Artinya, cara hidup dan pengasuhan di antara Neanderthal akan dikaitkan dengan konteks sosial yang lebih luas dan kompleks, dengan nilai adaptif yang besar, dan studi tentang anak-anak menawarkan kemungkinan untuk menguji apakah pengasuhan berhubungan langsung dengan strategi sosial yang serumit pengasuhan kolaboratif.
“Di satu sisi, kelompok yang paling kritis berpendapat bahwa tidak mungkin menyimpulkan secara pasti keberadaan perawatan hanya berdasarkan bukti paleontologis dan bahwa kesimpulan yang dibuat didasarkan pada asumsi yang tidak dapat dibenarkan.
“Namun, dalam beberapa tahun terakhir gagasan bahwa bukti palentopatologis adalah sumber informasi objektif tentang keberadaan cara hidup dan pengasuhan di zaman prasejarah semakin mendapat dukungan,” kata studi tersebut.