Konten Media Partner

Badak Sumatera Masuk Delapan Spesies Hewan Paling Rawan Punah di Dunia

20 Januari 2023 11:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vaquita disebut sebagai mamalia laut paling langka di dunia dan penurunan populasinya mengkhawatirkan.
zoom-in-whitePerbesar
Vaquita disebut sebagai mamalia laut paling langka di dunia dan penurunan populasinya mengkhawatirkan.
Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP 15), yang diadakan tepat sebelum Natal di Kanada, menjadi tonggak komitmen untuk melindungi sepertiga wilayah Bumi mulai dari pesisir, perairan, hingga laut dalam pada akhir dekade ini. Sayangnya, upaya itu agak terlambat bagi sejumlah spesies hewan.
Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mencatat lebih dari 87.000 spesies dalam daftar merah sebagai makhluk terancam punah, dan beberapa spesies yang berisiko kritis mengalami kepunahan memiliki populasi di alam liar yang bisa dihitung jari.
Salah satunya adalah badak Sumatera. Itu artinya mereka bisa segera menghilang, atau hanya bisa dilihat di penangkaran. Berikut beberapa di antaranya.

Vaquita

Upaya-upaya sebelumnya untuk mengembang biakkan lumba-lumba vaquita telah gagal
"Saya tidak percaya pertarungan ini kemungkinan berakhir kalah, tapi kita harus terus berjuang."
Ada nada putus asa dalam suara Dr Lorenzo Rojas-Bravo.
Ahli biologi Meksiko ini bercerita kepada BBC soal perjuangannya selama tiga dekade untuk menyelamatkan vaquita, spesies lumba-lumba yang digambarkan sebagai mamalia laut paling langka di dunia oleh World Wildlife Fund (WWF).
Vaquita adalah spesies endemik di Teluk California, Meksiko. Spesies ini menghilang begitu cepat sejak pertama kali ditemukan pada 1958 dan saat ini diperkirakan hanya ada sekitar 10 individu yang masih bertahan hidup.
Padahal lima tahun lalu, populasi vaquita diperkirakan berkisar 30 ekor.
Dr Rojas-Bravo mengatakan bahwa kematian vaquita berkaitan erat dengan penangkapan ikan komersial, yang menyebabkan mereka mati di dalam jaring ikan ilegal yang bertujuan menangkan totoaba, yakni jenis ikan Meksiko yang gelembung renangnya digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok.
"Kami memiliki penelitian yang menunjukkan bahwa jika pihak berwenang mengendalikan penangkapan ikan ilegal, populasi [vaquita] dapat berkembang biak. Tetapi waktu jelas tidak berpihak pada kita," kata dia.
Upaya sebelumnya untuk membiakkan vaquita di penangkaran pun gagal.

Saola

Saola menjelajahi hutan perbatasan Vietnam-Laos
Ada alasan mengapa sapi bertanduk panjang ini dikenal sebagai "unicorn Asia".
Saola pertama kali terlihat pada awal 1990-an, dan itu dirayakan sebagai penemuan pertama mamalia besar baru dalam 50 tahun. Tetapi, saola terkenal sulit dipahami.
Menurut WWF, hanya ada empat penampakan Saola yang bisa dikonfirmasi sejak saat itu.
Hal ini memicu kekhawatiran soal kelangsungan hidup spesies tersebut di hutan perbatasan Vietnam-Laos, di mana perburuan menjadi ancaman utama.
"Kami bahkan tidak dapat memastikan saola masih ada di luar sana, karena terakhir kali difoto pada tahun 2013," kata Dr Margaret Kinnaird, Pemimpin Global untuk Satwa Liar dari WWF, kepada BBC.
"Kami tidak tahu berapa banyak ekor yang ada, dan saya tidak terlalu optimistis soal itu."
Sementara itu, IUCN hanya akan melabeli spesies punah jika "diyakini bahwa individu terakhir telah mati".

Badak Sumatra

Badak Sumatra menjadi contoh mengapa ukuran populasi tidak terlalu berpengaruh ketika membahas seberapa terancamnya seekor spesies.
Ada lebih banyak badak Sumatera dibanding badak Jawa atau spesies lain yang terancam punah di Indonesia, tetapi badak Sumatera jauh lebih rentan akibat hilangnya habitat dan fragmentasi.
WWF memperkirakan bahwa kurang dari 80 badak Sumatera yang tersisa saat ini, bertahan hidup dalam populasi kecil dan terfragmentasi.
Dr Kinnaird menjelaskan bahwa itu berdampak langsung pada reproduksi mereka.
Ilustrasi Badak Sumatera. Foto: AFP/GOH CHAI HIN
"Mereka terpisah dan tidak dapat menemukan satu sama lain. Kami telah menemukan bahwa betina mengalami masalah di rahim dan indung telur mereka jika mereka tidak bereproduksi dalam jangka waktu yang lama," kata dia.
Dr Kinnaird juga menunjukkan bahwa badak Sumatera adalah mata rantai khusus ke masa lalu-tidak seperti hewan lain dari keluarga spesies tersebut.
Sebab, mereka memiliki bulu panjang dan jauh lebih dekat hubungannya dengan badak berbulu yang telah punah dibanding spesies badak lainnya yang masih hidup saat ini.
"Jika mereka punah, kita akan kehilangan garis prasejarah."

Stresemann's Bristlefront

Sejak kebakaran hutan pada 2015, hanya satu ekor Stresemann's Bristlefront yang pernah terlihat
Burung ini berasal dari Hutan Atlantik Brasil, yang merupakan salah satu bioma paling terfragmentasi dan terdegradasi di Amerika.
Spesies ini pertama kali teridentifikasi pada 1960 berkat satu ekor yang diawetkan di mueum Jerman, dan baru terlihat di alam liar untuk pertama kalinya pada 1995.
Pada 2011, para peneliti Brasil memperkirakan bahwa masih ada 10-15 ekor Stresemann's Bristlefront, khususnya di hutan yang dikenal sebagai Birdies' Woods di negara bagian Bahia.
Namun kebakaran besar melanda kawasan itu pada 2015, dan sejak saat itu hanya satu ekor betina yang terlihat.
"Dia dijuluki 'Harapan', tetapi kami belum melihatnya lagi sejak 2019," kata Alexander Zaidan, seorang ahli biologi yang mempelajari Stresemann's Bristlefront.
"Ada ekspedisi ke daerah lain untuk menemukan spesimen lain, tapi kami belum berhasil menemukannya."
Macan tutul Amur
Macan tutul Amur telah masuk dalam daftar spesies terancam punah IUCN sejak tahun 1996
Berada di timur Rusia, China bagian utara, dan semenanjung Korea, populasi macan tutul Amur telah menurun jauh sejak 1970-an yang dipicu oleh perburuan liar, hilangnya habitan, dan berkurangnya ketersediaan mangsa.
IUCN memasukkan spesies ini dalam daftar sangat terancam punah sejak 1996.
Menurut perkiraan terbaru, ada sekitar 85 macan tutul yang tersisa.

Serigala merah

Serigala merah sempat bangkit kembali dari kepunahan di alam liar, tetapi populasinya lagi-lagi menurun
Serigala merah merupakan kasus yang aneh. Sebagai salah satu dari dua spesies serigala asli Amerika Utara, hewan ini sebenarnya sudah dinyatakan punah di alam liar pada 1980.l
Namun, ada cukup banyak serigala merah yang ditangkap oleh ahli konservasi untuk memulai pembiakan sehingga berhasil membangun kembali populasinya di alam liar yang pada 2011 telah mencapai lebih dari 130 ekor.
Sejak saat itu, serigala merah menjadi mangsa pembangunan kota yang meningkat. Musuh terbesar mereka adalah para pemilik tanah dan petani yang memburu atau menembak mereka demi melindungi ternak.
Badan Perikanan dan Kehidupan Alam Liar AS memperkirakan hanya tersisa 20 serigala merah di alam liar, yang semuanya berada di Carolina Utara.

Gorila Sungai Salib

Gorila Sungai Salib sangat waspada terhadap manusia, sehingga mereka jarang terlihat
Ini merupakan spesies kera besar terlangka di dunia. Hanya sekitar 300 ekor yang diketahui hidup di alam liar, di kawasan pegunungan di Nigeria dan Kamerun.
Gorila Sungai Salib sangat waspada terhadap manusia, sehingga mereka jarang terlihat. WWF mengatakan mereka tersebar di setidaknya 11 kelompok.
Perburuan dan hilangnya habitat mereka menjadi ancaman utama bagi gorila.
Namun LSM lain, Wildlife Conservation Society (WCS) meyakini ada masih ada harapan.
"Setelah sempat dianggap punah, gorila Cross River kembali lagi. Pemulihan ini didukung oleh WCS bekerja sama dengan komunitas lokal dan mitra pemerintah seperti Nigeria National Park Service, dan didanai oleh donor internasional," kata Direktur WCS Nigeria, Andrew Dunn dalam sebuah pernyataan.

Lalat bunga Eropa

Pestisida dan pertanian menimbulkan masalah besar bagi hoverflies
Spesies serangga ini berperan penting dalam penyerbukan dan reproduksi tanaman.
Pada Oktober, IUCN merilis hasil penelitian yang menemukan bahwa hampir 40% lalat bunga Eropa terancam punah, lima di antaranya diklasifikasikan kritis.
Pertanian intensif adalah penyebab utama di balik menurunnya populasi lalat bunga.
"Untuk mengubah nasib lalat bunga, kita sangat perlu mengubah semua sektor ekonomi kita, terutama pertanian, menjadi positif terhadap alam dan berkelanjutan," kata Direktur Jenderal IUCN Dr Bruno Oberle dalam sebuah pernyataan.