Konten Media Partner

Bagaimana Cuaca Panas Esktrem Berpengaruh terhadap Ibu Hamil dan Janinnya?

19 Agustus 2024 6:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Bagaimana Cuaca Panas Esktrem Berpengaruh terhadap Ibu Hamil dan Janinnya?

Seorang ibu hamil sedang rehat sejenak dari pekerjaan taninya.
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ibu hamil sedang rehat sejenak dari pekerjaan taninya.
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa cuaca panas dapat merugikan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya. Apa yang dapat dilakukan untuk melindungi mereka?
Edrisa Sinjanka sangat mencintai pekerjaannya sebagai bidan di Keneba, sebuah desa kecil di Gambia, Afrika Barat. "Saya sangat menyukai pekerjaan saya, saya senang membantu ibu hamil yang akan melahirkan," katanya.
Namun, hal itu tidak selalu mudah.
Sering kali, para wanita datang ke Sinjanka dalam keadaan dehidrasi, bibir pecah-pecah, dan mengeluh sakit kepala.
Kehamilan memang melelahkan, dan beberapa wanita terlalu lelah untuk mengejan selama persalinan.
Dia juga memperhatikan kejadian lain yang mengkhawatirkan. "Kadang-kadang, ada wanita yang datang dengan [bayi lahir meninggal] dan Anda bertanya-tanya: apa yang terjadi? Mengapa ibu hamil mengalami masalah seperti itu?"
Sinjanka menduga bahwa suhu udara yang melonjak di Gambia berperan dalam kejadian-kejadian ini.
Dia memperhatikan bahwa pasiennya, sebagian besar pekerja lapangan yang menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari di bawah terik matahari.
Mereka punya gejala stres panas yang lebih buruk selama kehamilan daripada mereka yang bekerja di dalam gedung perkantoran.
Hal inilah yang mendorong Sinjanka bergabung dalam sebuah proyek penelitian lokal pada 2019 sebagai koordinator lapangan di Keneba.
Proyek ini dipimpin Ana Bonell, seorang dokter akademis dari London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM) yang berbasis di Unit Penelitian Medis Gambia.
Proyek ini bertujuan memahami bagaimana stres akibat cuaca panas memengaruhi fisiologi wanita hamil yang bekerja sebagai petani subsisten, yaitu petani yang hampir semua hasil panennya dikonsumsi untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari.
Pertanyaan juga muncul mengenai apa dampak cuaca panas terhadap anak yang belum lahir.
"Petani subsisten sering kali luput dari studi stres akibat kerja, namun mereka menyediakan makanan bagi jutaan orang. Dan dengan adanya perubahan iklim, mereka menjadi sangat rentan," kata Bonell.
Perempuan hamil di seluruh dunia, hari ini menghadapi tantangan berupa cuaca panas ekstrem.
Dalam penelitian ini, 92 pekerja pertanian yang sedang hamil di Keneba dan sekitarnya diperiksa setiap dua bulan sekali.
Pemeriksaan mereka untuk mengetahui tanda-tanda stres akibat cuaca panas saat mereka melakukan tugas sehari-hari.
Apa yang ditemukan oleh Bonell sangat mengejutkan: untuk setiap kenaikan suhu 1C (1,8F), stres pada janin - yang ditunjukkan dengan detak jantung yang cepat, dan berkurangnya aliran darah ke plasenta - meningkat 17%. Sepertiga ibu mengalami gejala tersebut.
Di Gambia, di mana suhu dapat mencapai 45C (115F), dan telah meningkat rata-rata 1C (1,8F) selama enam puluh tahun terakhir, hal tersebut merupakan potensi risiko yang signifikan.
Suhu ekstrem seperti itu sedang digemakan di seluruh dunia di mana pada 2023 tercatat secara resmi menjadi tahun terpanas yang pernah ada - meskipun bukti terbaru menunjukkan bahwa ada kemungkinan 95% tahun 2024 akan melampaui angka ini.
Suhu panas yang tinggi dapat membahayakan kesehatan manusia, terutama pada anak kecil, orang tua, dan mereka yang hidup dengan kondisi kesehatan kronis. Namun hingga saat ini, ada satu kelompok rentan yang sering terabaikan: ibu hamil.
Selama kehamilan, perubahan hormon dan area permukaan kulit yang mengembangkan telah meningkatkan paparan seseorang terhadap panas.
Selain ketidaknyamanan, terdapat bukti yang semakin meningkat bahwa panas yang ekstrem dapat berdampak buruk pada ibu dan bayi yang dikandungnya, mulai dari hipertensi hingga kelahiran dalam kondisi meninggal.
Membatasi waktu di luar rumah pada jam-jam terpanas di siang hari, mengenakan lebih sedikit pakaian berlapis dan minum banyak air dapat mengurangi risiko stres akibat cuaca panas pada wanita hamil.
Kira-kira satu dekade yang lalu, penelitian "mulai muncul yang menunjukkan bahwa wanita hamil mungkin berisiko tinggi selama gelombang panas", kata Kristie Ebi, seorang ahli epidemiologi di Universitas Washington di Seattle.
Ia telah mempelajari dampak perubahan iklim terhadap kesehatan manusia selama 25 tahun. "Dan baru-baru ini, telah terjadi percepatan [dalam penelitian]."
Namun kenyataannya, dukungan langsung bagi ibu hamil yang menghadapi cuaca panas yang ekstrem masih sangat minim.
Banyak negara, termasuk Inggris, tidak secara khusus merujuk pada wanita hamil dalam panduan publik menghadapi cuaca panas.
Baca Juga:
Menurut organisasi non-pemerintah AS, Human Rights Watch, pada Agustus 2020, halaman web resmi mengenai keselamatan dari cuaca panas dari kota-kota di AS lebih cenderung menyebutkan hewan peliharaan dalam panduan mereka.
United Nations Population Fund - badan kesehatan seksual dan reproduksi PBB - menemukan dalam sebuah laporan bahwa hanya 20% dari 119 negara yang telah membuat komitmen perubahan iklim yang menyebutkan kesehatan ibu dan janin dalam rencana mereka.
Ketika suhu global terus meningkat, pertanyaan yang muncul kemudian adalah: seberapa cepat penelitian dapat dilakukan untuk melindungi ibu hamil dan populasi rentan lainnya dari panas yang ekstrem?

Bukti yang semakin kuat

Nathaniel DeNicola, seorang ahli kesehatan lingkungan di Johns Hopkins Health System di Washington DC, mengatakan, bukti-bukti semakin menguatkan bahwa kita harus mengambil tindakan.
Berbagai penelitian telah mengaitkan peningkatan paparan panas pada kehamilan dengan risiko hipertensi dan preeklampsia (komplikasi kehamilan umum yang ditandai tekanan darah tinggi dan kadar protein tinggi dalam urine) yang lebih tinggi - suatu kondisi yang dapat berakibat fatal.
Ibu hamil yang mengalami stres akibat cuaca panas juga lebih mungkin mengalami gangguan jantung saat mendekati masa persalinan, dan memiliki kemungkinan lebih tinggi terkena diabetes gestasional (diabetes yang muncul pada ibu hamil).
"Ada banyak alasan untuk berpikir bahwa hubungan yang kita lihat antara panas ekstrem dan hasil yang lebih buruk saling berkaitan. Sepertinya ini bukan hanya sebuah asosiasi, tetapi sebenarnya ada hubungan biologis di antara keduanya," kata DeNicola.
DeNicola mencatat tekanan cuaca panas dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hasil kelahiran.
DeNicola dan rekan penulisnya menemukan hubungan antara panas ekstrem dan kontraksi sebelum waktunya, serta kelahiran prematur. Kesimpulan ini mereka dapatkan setelah melakukan tinjauan pada 2020 terhadap 68 penelitian yang dilakukan 2007-2019, dengan menganalisis 32,7 juta kelahiran di AS.
Ilustrasi
Sebuah laporan yang diterbitkan tahun ini oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa peningkatan risiko kelahiran prematur mencapai 16%. Hasil ini dikaitkan dengan komplikasi mulai dari epilepsi hingga ketidakmampuan belajar.
Selain itu, paparan panas telah dikaitkan dengan tingkat keguguran dan angka kematian bayi lahir yang lebih tinggi.
Dalam sebuah studi yang meneliti lebih dari 140.000 angka kematian bayi lahir di Amerika Serikat, para peneliti menemukan 10% peningkatan risiko kelahiran mati untuk setiap kenaikan suhu 1C (1,8F) di atas ambang batas tertentu.
"Namun pertanyaannya adalah, lalu bagaimana?" kata Skye Wheeler, seorang peneliti senior di lembaga nirlaba Human Rights Watch. "Kami melihat ilmu pengetahuan yang berkembang, tetapi itu tidak cukup. Intervensi apa yang akan kita lakukan?"

Menggabung penelitian dengan aksi nyata

Itulah pertanyaan yang menggugah Gloria Maimela. Ia memimpin kelompok iklim dan kesehatan di Institut HIV Kesehatan Reproduksi Universitas Witwatersrand di Afrika Selatan - negara yang mengalami periode panas ekstrem dan dikaitkan dengan lonjakan angka kematian yang signifikan.
"Kami telah menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan masalah ini. Sekarang kita harus segera - dan saya menggarisbawahi kata segera - beralih ke penelitian intervensi," katanya.
Maimela saat ini memimpin dua proyek penelitian di Afrika Selatan yang menguji keberhasilan berbagai intervensi dalam mengurangi risiko panas ekstrem pada ibu hamil.
Salah satu yang paling ia sukai adalah penelitian yang berbasis di kota Tshwane di bagian utara Afrika Selatan: di sini, puluhan ibu hamil dan ibu melahirkan akan dilengkapi dengan kamera untuk dibawa pulang dan merekam pengalaman mereka saat menghadapi cuaca panas.
Mereka juga akan ditanyai tentang apa yang mereka "anggap masuk akal dalam hal penyampaian pesan; saran apa yang dapat mereka terima untuk melindungi diri mereka sendiri dan bayi mereka yang belum lahir", katanya.
Kesaksian-kesaksian ini akan diintegrasikan ke dalam sistem peringatan dini gelombang panas yang dibuat khusus untuk perempuan hamil, yang juga akan memberikan panduan tentang cara mengatasi kondisi terik, jelas Maimela.
"Kami ingin dapat mengatakan, mohon diperhatikan bahwa Anda sekarang terpapar panas yang ekstrem, dan ini adalah langkah-langkah yang perlu Anda ambil untuk melindungi diri Anda sendiri," katanya.
Secara rata-rata, benua Afrika memanas lebih cepat dibandingkan belahan dunia lainnya, sehingga berpotensi membuat wanita hamil berisiko lebih besar mengalami stres akibat cuaca panas.
Meskipun masih ada kesenjangan yang besar dalam pengetahuan kita tentang bagaimana cuaca panas berdampak pada kehamilan, kita dapat mulai mengambil langkah-langkah dengan menggunakan bukti yang sudah kita miliki, kata DeNicola.
"Kita cukup tahu untuk memberi nasihat, kita cukup tahu untuk bertindak, kita cukup tahu untuk memberikan semacam mitigasi proaktif dan bahkan beberapa adaptasi pribadi", - seperti menghindari pekerjaan di luar ruangan saat cuaca sedang panas-panasnya, dan tetap cukup minum air putih, tambahnya. "Ini hanya masalah bagaimana pesan tersebut tersampaikan."
Namun, hal ini tidak selalu sesederhana itu dalam konteks seperti di daerah pedesaan Kenya, di mana para peneliti menjalankan sebuah proyek di bawah konsorsium Climate, Heat, and Maternal and Neonatal Health in Africa (CHAMNHA) dari LSHTM. Salah satu tujuannya mengatasi mitos yang membuat perempuan semakin terpapar oleh panas.
Di daerah Kilifi yang sering terpapar sinar matahari, para perempuan melakukan pekerjaan berat di luar ruangan hingga melahirkan dan setelahnya, sambil mengenakan pakaian berlapis-lapis selama masa kehamilan:
"Ini adalah mitos budaya bahwa jika Anda menunjukkan kehamilan Anda, Anda akan kehilangan bayi, jadi mereka berusaha menyembunyikannya," kata Adelaide Lusambili, seorang ilmuwan peneliti di Universitas Aga Khan di Nairobi.
Di sini, "cuaca panas telah dinormalisasi", katanya. Dikaitkan dengan dengan kenaikan suhu, ada kekhawatiran bahwa ini adalah resep untuk stres menghadapi cuaca panas.
Namun, dalam skema percontohan yang diluncurkan pada tahun 2022, Lusambili dan rekan-rekannya menguji coba program kesadaran publik di klinik. Mereka mengedukasi para ibu hamil tentang bahaya cuaca panas dan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga diri dan bayi mereka tetap sejuk.
Hal ini termasuk membatasi kegiatan di luar rumah pada jam-jam yang lebih sejuk dalam sehari, mengenakan pakaian yang lebih sedikit, serta merebus dan minum banyak air. Para peneliti juga menargetkan anggota masyarakat lainnya, dengan harapan dapat menggalang dukungan dari pasangan dan ibu mertua untuk membantu pekerjaan rumah tangga.

Praktik dan membuat kebijakan

Wanita hamil sangat berisiko terkena stres akibat cuaca panas di beberapa bagian Afrika, yang telah menghangat lebih cepat daripada rata-rata global selama 60 tahun terakhir - sebuah tren yang diperkirakan akan terus berlanjut.
Namun, bahkan di negara-negara kaya di daerah beriklim sedang pun terdapat perbedaan besar dalam hal kerentanan terhadap cuaca panas yang menyebabkan beberapa wanita terpapar dalam kategori berbahaya.
Itulah sebabnya Wheeler percaya bahwa para pembuat kebijakan harus melihat masalah ini "melalui lensa keadilan reproduksi" - tidak hanya sebagai masalah bagi semua orang yang sedang hamil, tetapi terutama bagi mereka yang miskin dan dirugikan oleh rasisme.
Untuk itu, Human Rights Watch bermitra dengan para doula (pendamping non-medis) yang akan memberikan informasi kepada para ibu hamil yang berpenghasilan rendah mengenai cara-cara melindungi diri dari cuaca panas di Miami-Dade, Florida.
"Kami seperti berada di titik nol dalam hal perubahan iklim dan isu-isu ini," ujar Esther McCant, seorang konsultan perawatan ibu hamil dan pendiri Metro Mommy Agency, sebuah penyedia jasa doula di wilayah tersebut.
Di Florida, suhu udara rata-rata mencapai 35C (95F) dan di rumah-rumah yang tidak memiliki pendingin ruangan, hal ini bisa berbahaya.
"Keluarga yang kami layani sering kali kesulitan untuk membayar biaya perawatan tambahan untuk sistem AC mereka, jika mereka memilikinya," kata McCant.
Perusahaannya akan mengintegrasikan kesadaran akan panas ke dalam pelatihan yang akan menjangkau lebih dari 90 doula di Florida, Georgia, dan Hawaii pada tahun 2024 dan seterusnya, yang mencakup berbagi informasi dan dukungan praktis dengan klien.
Dukungan finansial dan infrastruktur semacam itu penting, kata Wheeler. Beberapa tempat sudah menuju ke arah yang benar, tambahnya, seperti negara bagian Andhra Pradesh di India, yang menjadi sangat panas di musim panas.
Sejak tahun 2019, negara bagian ini telah memberikan panduan tentang cuaca panas yang menyasar untuk ibu hamil, garam rehidrasi di transportasi umum, air minum di tempat umum, dan bahkan kompensasi untuk kematian akibat panas.
Baca Juga:
Sementara itu, Bonell dan Maimela terlibat dalam penelitian yang dapat mendorong para pembuat kebijakan di tempat lain untuk mengambil langkah praktis yang serupa.
Dalam sebuah proyek jangka panjang terbaru yang berbasis di kota Karachi dan Matiari di Pakistan, Bonell bekerja sama dengan para perencana kota dan arsitek untuk merancang titik-titik pendinginan di tengah masyarakat, termasuk perumahan dengan ventilasi alami untuk melihat seberapa baik hal ini dapat meringankan beban panas pada ibu hamil.
Di antara intervensi lainnya, Maimela sedang menyelidiki peran subsidi tunai rumah tangga miskin dalam mendukung ibu hamil untuk beradaptasi dengan cuaca panas.
Sementara itu, Bonell terus mengumpulkan bukti tentang bagaimana panas ekstrem mempengaruhi ibu hamil dan bayi yang belum lahir.
Selanjutnya, ia akan bekerja sama dengan lebih dari 700 wanita Gambia yang sedang hamil untuk menyelidiki apakah ada perubahan epigenetik sebagai respons terhadap pergeseran suhu selama trimester yang berbeda.
Dia dan timnya juga akan mengambil sampel plasenta, dan melakukan tes perilaku saraf pada bayi baru lahir, untuk mempelajari lebih lanjut potensi efek negatif dari panas pada perkembangan janin dan kehidupan bayi baru lahir.
Seiring dengan terkumpulnya bukti-bukti ini, Sinjanka melakukan yang terbaik untuk menyediakan persalinan yang nyaman dan mendukung perempuan di Keneba.
"Saya selalu ingin membuat mereka tersenyum di akhir perjalanan," katanya.
Pada akhirnya, ia percaya, penelitian yang dikaitkan dengan tindakan akan memberikan kebahagiaan pasiennya.
Artikel ini dapat Anda baca dalam versi bahasa Inggris berjudul How can we help pregnant women better cope with heat? pada BBC Future.