Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Bagaimana Rudal AS Tewaskan Pemimpin Al-Qaeda tapi Istri dan Anaknya Selamat?
5 Agustus 2022 15:25 WIB
·
waktu baca 6 menitBernd Debusmann Jr, BBC News & Chris Partridge, analis persenjataan BBC
Satu jam setelah fajar menyingsing, pada 31 Juli, salah satu petinggi al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri berjalan ke arah sebuah balkon di kota Kabul - yang dilaporkan merupakan aktivitas rutin dari jihadis veteran Mesir ini usai beribadah.
Tapi itu adalah aktivitas terakhir yang akan dia lakukan.
Pukul 06:18 pagi waktu setempat (01:38 GMT), dua rudal menghantam balkon tersebut, dan menewaskan pria 71 tahun itu.
Akan tetapi istri dan anaknya yang berada di dalam, tidak terluka dalam peristiwa ini.
Semua kerusakan akibat serangan itu hanya tampak terpusat di bagian balkon.
Bagaimana mungkin serangan udara ini begitu tepat?
Sebelumnya, AS mendapatkan kritik atas serangan, dan kesalahan menyasar target yang menewaskan warga sipil.
Tapi dalam serangan baru-baru ini, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana jenis rudal, dan studi yang cermat mengenai kebiasaan Zawahiri dilakukan - dan kenapa lebih banyak cara serangan seperti ini akan dilakukan?
Akurasi laser
Jenis rudal yang digunakan adalah kuncinya - dan ini dikatakan oleh pejabat AS sebagai Hellfire yang ditembakkan melalui pesawat tanpa awak.
Jenis rudal udara yang menjadi perlengkapan operasi kontra-teroris AS di luar negeri dalam beberapa dekade, sejak serangan 11 September 2011.
Rudal bisa ditembakan dari berbagai macam platform, termasuk helikopter, kendaraan darat, kapal laut dan pesawat jenis fixed-wing - atau, dalam kasus Zawahiri, dari pesawat tak berawak.
AS juga diyakini telah menggunakan Hellfire untuk membunuh Jenderal Iran Qassem Sleimani di Baghdad pada awal 2020, dan anggota ISIS kelahiran Inggris yang dikenal dengan "Jihadi John" di Suriah pada 2015.
Di antara alasan utama Hellfire digunakan berulang kali karena ketepatannya.
Ketika rudal ini diluncurkan dari pesawat tanpa awak, si pengendali - terkadang duduk di ruang kontrol ber-AC yang jauh di benua Amerika - melihat video siaran langsung dari target, di mana sensor kamera memberi umpan balik melalui satelit.
Dengan menggunakan "radar penargetan" yang muncul di layar pusat kendali, kamera operator kemudian bisa "mengunci" target dan melepaskan sorotan laser ke arahnya. Ketika rudal dilepaskan, maka ia akan mengikuti garis laser tersebut sampai ke target yang disasar.
Terdapat prosedur yang jelas dan berurutan, mesti diikuti kru pengendali pesawat tanpa awak sebelum meluncurkan rudal, demi meminimalisir risiko korban jiwa dari masyarakat sipil.
Pada masa lalu, prosedur yang mesti dilewati oleh militer AS atau CIA di antaranya berkonsultasi dengan pengacara militer sebelum perintah penembakan diberikan.
Profesor William Banks, seorang ahli dalam serangan yang ditargetkan, sekaligus pendiri Institut Kebijakan dan Hukum Keamanan Universitas Syracuse, mengatakan bahwa para pejabat harus mempertimbangkan antara risiko korban sipil dengan nilai dari target yang akan dibunuh.
Serangan Zawahiri, kata dia, "terdengar seperti model aplikasi" dari proses tersebut.
"Nampaknya mereka sangat berhati-hati dan sengaja, dalam hal ini untuk menemukannya di sebuah lokasi, dan pada saat mereka bisa menyerangnya, dan tanpa melukai orang lain," kata Prof Banks.
Dalam kasus serangan ke Zawahiri, AS diyakini juga menggunakan versi Hellfire yang relatif tidak diketahui - R9X - dilengkapi enam bilah [seperti pisau] untuk mengiris target dengan energi kinetiknya.
Pada 2017, pemimpin al-Qaeda lainnya sekaligus wakil dari Zawahiri, Abu Khayr al-Masri, dilaporkan tewas karena Hellfire jenis R9X di Suriah.
Foto kendaraan yang diambil setelah serangan, menunjukkan rudal tersebut telah membuat lubang di bagian kap mobil, dan mencabik-cabik penumpangnya, tapi tanpa adanya tanda-tanda ledakan atau kerusakan serius pada kendaraan tersebut.
AS menelusuri kebiasaan Zawahiri di balkon
Segala hal rinci terus bermunculan tentang intelijen apa yang dikumpulkan oleh AS sebelum meluncurkan serangan di Kabul.
Namun, setelah serangan itu, pejabat AS mengatakan mereka sudah punya informasi yang cukup untuk memahami "pola hidup" Zawahiri di rumahnya - seperti kebiasaannya pergi ke balkon.
Hal ini menjelaskan bahwa mata-mata AS telah mengawasi rumah itu selama berminggu-minggu, atau berbulan-bulan.
Marc Polymeropoulos, mantan pejabat senior di CIA mengatakan kepada BBC bahwa bermacam-macam metode intelijen telah digunakan sebelum serangan, termasuk mata-mata di lapangan, dan intelijen udara.
Beberapa orang juga berspekulasi bahwa pesawat tanpa awak AS secara bergantian mengawasi lokasi selama berminggu-minggu atau berulan-bulan. Pengawasan yang tidak diketahui dari darat dengan mata telanjang - tidak nampak dan sunyi.
"Anda membutuhkan sesuatu yang hampir pasti bahwa targetnya adalah individu, dan ini juga harus dilakukan di area yang bebas dari lingkungan masyarakat, artinya tidak ada korban jiwa dari warga," katanya. "Ini membutuhkan banyak kesabaran."
Serangan ke Zawahiri, tambah Polymeropoulos, diuntungkan dari pengalaman komunitas intelijen AS selama puluhan tahun dalam melacak tokoh-tokoh al-Qaeda, dan target teroris lainnya.
"Kami ulung soal ini. Ini adalah sesuatu yang telah dilakukan dengan sangat baik oleh pemerintah AS lebih dari 20 tahun," katanya. "Dan warga Amerika jauh lebih aman dengan ini."
Bagaimanapun, operasi AS semacam ini tidak selalu sesuai dengan rencana. Pada 29 Agustus 2021, sebuah serangan pesawat tanpa awak pada sebuah mobil di utara bandara Kabul - yang semestinya menyasar pada kelompok ISIS - telah menewaskan 10 orang tak berdosa. Pentagon mengakui "kesalahan tragis" telah terjadi.
Bill Roggio, anggota senior di Foundation for Defence of Democracies yang merekam jejak serangan pesawat tanpa awak AS selama bertahun-tahun, mengatakan serangan Zawahiri kemungkinan "jauh lebih sulit" dibandingkan serangan serupa sebelumnya, karena ketiadaan aset dan perwakilan pemerintahan AS yang dekat di wilayah itu.
Serangan pesawat tanpa awak sebelumnya di dekat Pakistan, misalnya, diterbangkan dari Afghanistan. Sementara serangan di Suriah dilakukan melalui wilayah sekutu di Irak.
"[Di lokasi-lokasi tersebut] jauh lebih mudah bagi AS untuk menjangkau daerah-daerah tersebut, karena ada aset di lapangan. [Tapi serangan ke Zahawiri] jauh lebih kompleks," katanya. "Ini merupakan serangan pertama terhadap al-Qaeda atau ISIS di Afghanistan sejak pasukan AS ditarik. Ini bukanlah kejadian yang biasa."
Apakah serangan seperti ini bisa terjadi lagi?
Roggio berkata, "tak akan terkejut" kalau serangan sejenis yang menargetkan al-Qaeda di Afghanistan akan terjadi lagi.
"Serangannya tak akan berkurang," katanya. "Pemimpin potensial berikutnya [dari al-Qaeda] akan sangat mungkin untuk pindah ke Afghanistan, kalau pun mereka sekarang belum ada di sana."
"Pertanyaannya adalah apakah AS masih punya kemampuan untuk melakukan ini dengan mudah, atau justru ini akan menjadi proses yang sulit?" tambahnya.
Live Update