Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Bakar Mobil Polisi, Segel Pabrik, hingga Sebut Sutiyoso 'Bau Tanah' – Siapa Hercules, GRIB Jaya, dan Apa Hubungan dengan Prabowo Subianto?
8 Mei 2025 7:10 WIB
Bakar Mobil Polisi, Segel Pabrik, hingga Sebut Sutiyoso 'Bau Tanah' – Siapa Hercules, GRIB Jaya, dan Apa Hubungan dengan Prabowo Subianto?
Sosok Hercules Rosario Marshal dan ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya kembali menjadi sorotan publik setelah dikaitkan dengan aksi pembakaran mobil yang disertai penganiayaan terhadap polisi, penyegelan sebuah pabrik, hingga pernyataan yang menyebut Sutiyoso "bau tanah".
Rangkaian aksi itu disebut tak lepas dari sosok Presiden Prabowo Subianto, yang dianggap oleh Hercules dan GRIB Jaya sebagai "ayah" mereka.
"Saya membacanya, Hercules memiliki persepsi bahwa ada kedekatan khusus atau utang budi di masa lalu, terlepas ini benar atau tidak. Artinya, mereka [Hercules dan GRIB Jaya] merasa punya beking yang sangat kuat," kata Guru Besar Bidang Sosiologi Universitas Indonesia, Ricardi S Adnan, kepada BBC News Indonesia, Senin (05/05).
Hercules adalah seorang pemuda dari Timor Timur (sekarang Timor Leste) yang "dipungut" oleh dua petinggi militer saat itu, Prabowo Subianto dan Zacky Anwar Makarim, pada 1980-an ke Jakarta—merujuk pada buku karya Ian Wilson berjudul 'Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru'.
Salah satu tujuannya, tulis Wilson, adalah untuk alat kampanye publisitas "merangkul masyarakat Timor yang terbuang" sebagai imbalan atas kesetiaan kepada Indonesia.
Hercules, tulis Wilson dalam buku itu, mengaku "berutang nyawa" kepada Prabowo dan menyebut mantan 'patron militernya' itu adalah "satu-satunya orang yang bisa mukul saya tanpa saya balas."
Kabid Media dan Publikasi DPP GRIB Jaya, Marcel Gual, mengakui adanya hubungan emosional kuat antara Prabowo dengan Hercules dan GRIB Jaya. Namun, dia menolak jika disebut GRIB Jaya memanfaatkan nama Prabowo sebagai beking.
"Kami tidak sedang menjual nama Pak Prabowo karena kami ada hubungan yang kuat antara Pak Hercules dengan Pak Prabowo, begitu juga dengan GRIB Jaya," kata Marcel.
Rangkaian aksi GRIB Jaya dan Hercules baru-baru ini memunculkan pertanyaan: siapa sosok Hercules dan bagaimana hubungan emosional dengan Prabowo terjalin?
Kontroversi GRIB Jaya dan Hercules di era Prabowo
Baru-baru ini, publik digegerkan dengan aksi sekelompok massa yang melakukan penyegelan sebuah pabrik di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah.
Mereka memasang spanduk di depan pabrik, bertuliskan "pabrik dan gudang ini dihentikan operasionalnya oleh DPD GRIB Jaya Kalteng".
GRIB Jaya Kalteng mengeklaim aksi itu dilakukan karena pihak pabrik belum membayar kewajiban Rp1,4 miliar kepada seorang warga.
Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran, menentang aksi GRIB Jaya itu. "Ini bukan negara ormas ya, negara itu ada konstitusi," tegasnya.
Bahkan, Kapolda Kalteng Irjen Pol Iwan Kurniawan mengaku bahwa aksi itu telah menyimpang dari aturan hukum dan akan melakukan penegakan hukum yang tegas.
Mungkin Anda tertarik:
Bukan hanya sekelompok anggota GRIB Jaya yang menjadi sorotan, Hercules selaku pimpinan ormas tersebut juga menyampaikan pernyataan yang disebut "offside" oleh Guru Besar Bidang Sosiologi Universitas Indonesia, Ricardi S Adnan.
Pertama, Hercules mengancam akan mengerahkan puluhan ribu anggotanya ke Gedung Sate, tempat kerja Gubernur Dedi Mulyadi yang didukung Partai Gerindra.
Pernyataan itu sebagai respons atas rencana Dedi yang ingin membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-premanisme di wilayahnya.
Kedua, Hercules menyebut Mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso "bau tanah", sebagai respons atas pernyataan Sutiyoso yang mendukung revisi UU Ormas dan tidak suka melihat pakaian ormas "yang terkesan lebih tentara dari tentara."
Tidak terima seniornya dihina, sejumlah purnawirawan TNI marah. Mantan Panglima TNI Jenderal Purn Gatot Nurmantyo bahkan menyebut Hercules sebagai "preman memakai pakaian ormas".
Mantan Kepala Bais TNI Letjen TNI (Purn) Yayat juga bersuara. "Itu Hercules itu diselamatkan, harusnya dia sadar bahwa dia bukan saja bau tanah, dia itu hampir dikubur," kata Yayat.
Hercules kemudian meminta maaf kepada Sutiyoso atas pernyataannya. Namun tidak untuk Gatot Nurmantyo.
"Saudara Gatot, saya tidak takut sama Anda, saya tidak menghargai Anda. Kenapa kok Anda bisa begitu terhadap saya? Bengis banget begitu loh. Aku salah apa? Aku tidak punya salah dengan Pak Gatot," kata Hercules.
Pada awal tahun ini, Hercules juga menjadi sorotan setelah GRIB Jaya bentrok dengan Pemuda Pancasila di Blora dan Bandung. Bahkan dalam bentrok di Blora, sekitar 12 orang mengalami luka.
Bertahun-tahun sebelumnya, sosok Hercules juga kerap berurusan dengan hukum.
Pada 2019, Hercules divonis delapan bulan penjara dari tuntutan tiga tahun, karena terbukti menyerobot tanah di Kalideres, Jakarta Barat.
Pada 2014, Hercules dipenjara tiga tahun karena tersangkut kasus pemerasan dan pencucian uang. Padahal tahun sebelumnya, Hercules baru saja divonis empat bulan penjara karena terbukti melakukan perbuatan melawan aparat.
Pada Mei 2003, Hercules dijatuhkan hukuman dua bulan penjara atas kasus penyerangan kantor harian Indopos.
Dari pembantu militer di Timor Leste hingga preman Tanah Abang
Dari rangkaian aksi tersebut, siapa sosok Hercules dan bagaimana rekam jejak warga sipil Timor Timur pro-integrasi yang menerima penghargaan Bintang Satyalencana Seroja itu?
"Saya terdaftar di Departemen Pusat Rehabilitasi Cacat [Kemhan Bintaro], dan jelas kesatuan saya Kopassus, dan jelas terdaftar, dan ada suratnya," ujar Hercules, dilansir dari akun Youtube, GRIB TV.
Hercules bercerita, sebuah kecelakaan di Timor Timur (sekarang Timor Leste) yang membuat tangan kanannya terluka menjadi langkah awal dirinya menginjakkan kaki di Jakarta pada akhir 1980-an.
Terbang dengan pesawat Hercules, dia menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Namun, saat ingin dikembalikan ke Korem Dili, Timtim, Hercules mengaku menolak.
"Sehingga saya terjunlah ke dunia lembah hitam. Di situ kerjaan saya dari Tanah Abang, Alun-Alun Senen, Tanjung Priok, semua itu dikuasai saya semua," kenangnya.
Buku karya Ian Wilson berjudul 'Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru' (Marjin Kiri, 2018), mengambarkan rekam jejak Hercules.
Lahir dengan nama Rosario Marshal, dia adalah putra dari seorang petani di Dili.
Pada usia belasan tahun, Rosario menjadi yatim piatu karena orang tuanya terbunuh dalam pengeboman udara kota Ainaro pada 1978.
Rosario, tulis Wilson, lalu secara tidak resmi "dipungut" oleh militer Indonesia pada pertengahan 1980-an. Dia bekerja sebagai Tenaga Bantuan Operasi (TBO), yaitu pembawa perlengkapan atau juru angkut logistik, bagi militer Indonesia di Timtim.
Pada masa-masa ini, kata Wilson, Hercules menjalin hubungan erat dengan Prabowo yang menjabat panglima Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad di Timtim serta Mayjen Zacky Anwar Makarim (Kepala Satgas Panitia Penentuan Pendapat Timor Timur).
"Menurut Hercules, ia 'berutang nyawa' kepada Prabowo pada masa-masa ini, dan sejak saat itu Prabowo menjadi 'satu-satunya orang yang bisa mukul saya tanpa saya balas'," tulis Wilson, berdasarkan hasil wawancaranya dengan Hercules di Jakarta pada 2006.
Wilson menulis bahwa Prabowo dan Zacky membawa Hercules ke Jakarta untuk pengobatan serta kampanye publisitas gunamerangkul "masyarakat Timor yang terbuang", dengan memberi mereka pekerjaan dan pelatihan sebagai imbalan atas kesetiaan kepada Indonesia.
Selain Hercules, pola perekrutan yang sama juga dilakukan untuk anak-anak Timtim yang lain, salah satunya adalah Domingos Savio yang berasal dari keluarga Fretilin (Front Revolusioner untuk Kemerdekaan Timor Timur).
Buku berjudul Anak-anak Tim-Tim di Indonesia karya Helene van Klinken menuliskan bahwa Prabowo membiayai pendidikan Domingos bahkan mengizinkan untuk tinggal serumah dengannya.
Helene menulis, saat itu ada 10 mahasiswa yang tinggal di rumah Prabowo: enam dari Timtim, sisanya dari Aceh dan Papua.
Namun, kegiatan bawah tanah anti-integrasi dari Domingos—yang dia lakukan ketika tinggal di rumah Prabowo—akhirnya membuatnya terpaksa meninggalkan Indonesia pada 1995.
Sosok lain yang dirangkul Prabowo adalah Octavio Soares, yang berperan penting dalam pemindahan anak-anak Timtim ke Jawa setelah Referendum pada 1999.
Kembali ke perjalanan hidup Hercules.
Pada awal kehidupannya di Jakarta, Hercules bekerja di sebuah bengkel bersama beberapa puluh kawan yang sama-sama berasal dari Timtim.
Namun, upah yang tak seberapa mendorongnya berjualan rokok di Tanah Abang.
Meski sempat menjadi sasaran preman setempat, pamor Hercules perlahan naik karena ia berani melawan balik, sering kali dengan goloknya, tulis Wilson.
Lama-kelamaan, makin banyak orang yang jadi pengikutnya.
Selain menjadi preman, Hercules dan gengnya disebut rutin dikontrak oleh pemerintahan Orde Baru untuk merundung dan berunjuk rasa melawan kelompok pro-kemerdekaan Timtim di Jakarta.
Namun, hegemoni Hercules di Tanah Abang mulai retak oleh perpecahan internal gengnya, reputasinya yang bengis dan tak kenal ampun, hingga serangan dari kelompok lain.
Hercules pun diusir dari Tanah Abang pada 1997.
Dia memindahkan kantornya ke kawasan dekat Jalan Rasuna Said, dan tinggal sementara di Indramayu, Jawa Barat.
Setelah diusir dari Tanah Abang, Hercules berusaha membangun kembali bisnisnya.
Merujuk catatan Wilson, ia banyak bermain di "jasa lukratif penagihan utang, keamanan, dan makelar tanah untuk melayani elite-elite bisnis dan politik Jakarta".
Mendukung mantan patronnya pada persaingan Pilpres
Hercules pun menancapkan pengaruhnya ke dunia politik.
Pada Pemilu 2009, dia bergabung dengan tim kampanye presiden petahana, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Seiring dengan kebangkitaan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra, Hercules lalu merapat ke mantan patron militernya itu. Pada 2012, Hercules mengumumkan pendirian ormas bernama GRIB.
Wilson menuliskan, "GRIB jelas punya tujuan politis: membawa Prabowo menjadi presiden. Organisasi dibuat dan ditujukan sebagai sayap operasional Gerindra. Anggotanya dari jaringan preman, bekas militer, milisi, kelompok seni bela diri, penguasa lokal yang terhubung dengan Hercules dan Prabowo."
Prabowo pun pernah ikut meresmikan kantor DPP GRIB di Jakarta Barat pada Mei sebelumnya.
"Saya yakin, GRIB dapat konsisten membela kaum tertindas dan memberdayakannya. Pengabdian bagi bangsa dan negara tidak mengenal batas waktu dan tempat. Menciptakan perubahan dengan meningkatkan pelayanan dan rasa nyaman, bukan seperti beberapa ormas yang menebar ancaman dan ketakutan," tulis Prabowo dalam unggahan di Facebooknya.
Dalam peresmian kantor GRIB itu, Hercules berkata, "Ini merupakan peresmian kantor Gerakan Rakyat Indonesia Baru. Terimakasih atas datangnya Dewan Pembina Bapak Prabowo. Semoga tercapai visi-misi, tujuan, kita untuk 2014, persiapan mem-back up Gerindra, untuk bertarung merebut kemenangan Pemilu 2014 dan membuat Bapak Haji Prabowo menjadi presiden," demikian pidato Hercules yang berkemeja GRIB.
Walau demikian, Sekjen GRIB Jaya, Zulfikar, mengatakan Prabowo tak masuk dalam kepengurusan GRIB Jaya.
"Pak Prabowo itu posisi di GRIB Jaya secara organisasi itu di atas , tertinggi bagi kami, bapak bagi organisasi kita, secara tersirat. Secara tersurat, tidak ada. Dan secara pribadi, ketum kita Bapak Hercules dengan Pak Prabowo itu… hubungan emosional pribadi antara seorang ayah dan anak," kata Zulfikar.
BBC News Indonesia telah menghubungi beberapa pengurus Gerindra dan juru bicara presiden terkait hubungan antara Prabowo dengan Hercules dan GRIB Jaya, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan dari mereka.
Kembali ke dunia politik.
Pilpres 2014 menjadi medan laga pertama GRIB dalam mendukung Prabowo menuju kursi presiden.
Wilson menjelaskan, ada dua peran utama yang diberikan Prabowo untuk GRIB saat itu, yang disebut sebagai cerminan pendekatan gaya kontra-insurgensi agresif Prabowo dalam kampanye politik.
Pertama, menjadi pasukan lapangan di akar rumput yang menyasar kaum miskin dalam pemberian bantuan dan makanan gratis. Kedua, mengooptasi para pemimpin lokal, seperti orang kuat, kepala desa, tokoh agama, dan lainnya.
Perlahan, sebut Wilson, GRIB mempu menghimpun loyalitas dari kalangan preman dan ormas.
Namun langkah Hercules terhenti. Pada 2013, polisi menggelar razia anti-preman dan menangkap Hercules.
Pada saat ditangkap, tulis Wilson, Hercules konon diultimatum: "Apakah meninggalkan GRIB dan misi politiknya untuk mendukung pencalonan Prabowo dan kembali berbisnis saja, atau dipenjara."
Setia kepada mantan patronnya, Hercules menolak tawaran itu dan dipenjara selama empat bulan, tulis Wilson.
Baru saja menghirup udara bebas, Hercules kembali ditangkap dan dijatuhi tiga tahun penjara. Jejaringnya untuk pemenangan Prabowo pada Pilpres 2014 runtuh. Prabowo kalah, Jokowi menang.
Keluar dari penjara, Hercules lalu mengganti nama ormasnya menjadi GRIB Jaya dan menancapkan kembali pengaruhnya dalam kampanye Prabowo pada Pilpres 2019 hingga Pilpres 2024.
"Kecuali beliau angkat bendera putih, mungkin GRIB bisa ambil tindakan ke mana. Namun saat ini, harga mati untuk [mendukung] beliau [Prabowo]," ujar Hercules pada 2024 lalu.
Bahkan, Hercules mengatakan akan memecat anggota GRIB Jaya jika tak mendukung Prabowo.
"GRIB Jaya sudah 20 tahun mendukung Prabowo. Bahkan kita mendukung Prabowo saat mencalonkan Pak Jokowi dan Pak Ahok pada Pilgub DKI Jakarta pada 2017. GRIB Jaya ini ormas yang independen," ungkap Hercules.
'Merasa punya beking'
Guru Besar Bidang Sosiologi Universitas Indonesia, Ricardi S Adnan, melihat fenomena kemunculan kembali Hercules dan GRIB Jaya saat ini tak lepas dari sosok Prabowo yang tengah berkuasa.
"Ketika Pak Prabowo itu memiliki jabatan yang kuat, dia [Hercules] muncul. Tetapi ketika Pak Prabowo tidak kuat, dia tak muncul," kata Ricardi yang menekankan terlepas apakah aksi GRIB Jaya dan Hercules itu direstui atau tidak oleh Prabowo.
Hal itu, kata Ricardi, ditandai sejak Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan, dan semakin meningkat saat Prabowo menjadi presiden.
"Saya membacanya, Hercules memiliki persepsi bahwa ada kedekatan khusus atau utang budi di masa lalu, terlepas ini benar atau tidak. Artinya, dia [Hercules dan GRIB Jaya] merasa punya beking yang sangat kuat," kata Ricardi.
"Tingkah laku GRIB Jaya dan Hercules beberapa waktu belakangan ini bisa jadi geer [gede rasa] saja. Ke-geer-an karena punya hubungan masa lalu," tambahnya.
Senada, sosiolog kriminalitas Soeprapto juga melihat kemunculan kembali Hercules dan GRIB Jaya tidak bisa lepas dari aspek historis masa lalu.
"Kalau sekarang muncul ke permukaan [GRIB Jaya dan Hercules] itu tidak bisa dilepaskan dari aspek historis [Prabowo dan Hercules]. Prabowo sekarang menjadi presiden sehingga itu menjadi peluang bagi Hercules karena memiliki pembina yang menjadi presiden," katanya.
Selain itu, Soeprapto melihat, Hercules dan GRIB Jaya juga selalu mendukung Prabowo sejak kontenstasi pilpres 2014.
"Hercules bersama ormasnya terlibat dalam upaya-upaya pemenangan [Prabowo] sehingga ketika berhasil tentu saja dia kemudian ingin mengambil tempat di dalam kegiatan-kegiatan yang ada di Indonesia. Dalam kalimat sederhana, mereka ingin muncul untuk menunjukkan eksistensinya," kata dosen purna UGM itu.
Soeprapto menekankan bahwa eksistensi itu baik-baik saja, namun ketika melakukan tindakan-tindakan anarkis dan premanisme, pemerintah tidak boleh diam.
"Ketika ormas melakukan hal-hal yang merugikan negara dan masyarakat, jangan takut atau ragu untuk membubarkannya," katanya.
BBC News Indonesia telah menghubungi beberapa pengurus Gerindra dan juru bicara Presiden terkait pandangan sosiolog ini, namun belum ada jawaban dari mereka.
Sementara itu, Kabid Media dan Publikasi DPP GRIB Jaya, Marcel Gual, mengakui bahwa memang ada hubungan emosional antara Hercules dengan Prabowo.
"Kenapa? Pak Hercules dan ormas GRIB ada dalam proses itu, mendukung dan salah satu ormas yang mengantar beliau menjadi presiden. Sejak awal GRIB memang mendukung kuat Pak Prabowo menjadi presiden, berkali-kali pemilu," katanya.
Namun, Marcel menolak jika disebut GRIB Jaya memanfaatkan nama Prabowo sebagai beking.
"Kami tidak menjual nama Pak Prabowo karena ada embel-embel nama Prabowo, kami menyadari betul itu. Kami tidak sedang menjual nama Pak Prabowo karena kami ada hubungan yang kuat antara Pak Hercules dengan Pak Prabowo, begitu juga dengan Ormas GRIB, maka tanggung jawab moral kami sebisa mungkin mendukung program terbaik untuk bangsa ini," tegas Marcel.
Marcel mengatakan, ketika Prabowo sudah menjadi presiden, GRIB Jaya tetap menjalankan segala program-programnya, mulai dari mensukseskan progam baik Prabowo seperti makan bergizi gratis (MBG), hingga pemberantasan korupsi dan mafia tanah.
"Itu bagian dari upaya kami menjaga nama baik Pak Prabowo karena Pak Hercules melihat bahwa Pak Prabowo itu tulus untuk rakyat," ujarnya.
Dipelihara penguasa
Sosiolog Ricardi menjelaskan kedekatan antara ormas dan petinggi militer atau penguasa merupakan praktik umum yang digunakan pada Orde Baru hingga awal reformasi.
"Ormas itu memang dipelihara, termasuk yang sering membuat keresahan, premanisme dan seterusnya," kata Ricardi.
Ormas-ormas itu digunakan untuk mengamankan kepentingan penguasa dari kekuatan oposan, tambah Ricardi.
"Oposan itu seringkali diwakili oleh grassroot yang ada di masyarakat. Nah untuk menghadapi grassroot itu, para penguasa atau di pemerintahan merasa enggak boleh dong tentara secara langsung. Kalau tentara [yang menghadapi grassroot] berarti junta militer. Nah oleh karena itu dipeliharalah ormas-ormas itu sebagai kekuatan tandingan," katanya.
Di sisi lain, kata Ricardi, ormas itu juga mengambil keuntungan dari beking yang diberikan oleh kelompok penguasa. "Ormas itu mendapatkan status sosial dan terlihat hebat atau eksklusif, dan juga keuntungan secara ekonomi," ujarnya.
Senada, sosiolog Universitas Indonesia Ida Ruwaida Noor juga menyebut tidak sedikit ormas bentukan dari 'atas', yaitu tokoh, publik figur, dan lainnya.
Kelompok ini, katanya, digunakan sebagai kendaraan kepentingan bagi penguasa, biasanya ekonomi hingga politik.
"Pembentukan ormas oleh pihak pihak tertentu dengan dalih memperjuangkan kepentingan publik tentu patut dipertanyakan, apalagi dalam kiprahnya justru menunjukkan wajah yang tidak toleran, tidak pro-demokrasi, lebih pro-kekerasan, dan tidak pro-rakyat," tutup Ida.