Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Bank ASI Pertama di Pakistan Tutup Setelah Diprotes Ulama, Apa Jalan Keluarnya?
8 Juli 2024 16:30 WIB
Bank ASI Pertama di Pakistan Tutup Setelah Diprotes Ulama, Apa Jalan Keluarnya?
Upaya mendirikan bank ASI pertama di Pakistan kandas setelah munculnya keberatan dari sebuah pesantren di Karachi.
Para ulama awalnya memberikan persetujuan bersyarat untuk upaya mendirikan bank ASI, tapi akhirnya ditarik beberapa hari sebelum fasilitas tersebut dijadwalkan akan diresmikan.
Pakistan adalah negara dengan populasi terpadat kelima di dunia. Menurut Unicef, Pakistan memiliki angka kematian bayi tertinggi di Asia Selatan.
Fasilitas seperti bank ASI bisa membuat perubahan atas situasi tersebut, karena dianggap sebagai alternatif terbaik bagi bayi yang sakit dan prematur ketika ASI ibunya tidak tersedia.
Berjuang untuk hidup
Bashira kehilangan bayi laki-laki pertamanya yang lahir di desa tempat mereka tinggal, sebelum pindah ke Karachi.
Ketika Bashira dan suaminya Rahim memiliki bayi perempuan kedua mereka tahun lalu di Karachi, pasangan suami istri ini dihantui rasa takut akan kehilangan putri kecilnya.
"Anak saya lahir prematur dan dokter menyarankan kami untuk memberikan ASI," tuturnya kepada BBC.
"Tetapi saya tidak bisa memberikan ASI yang cukup untuknya."
Bashira dan suaminya merasa tak berdaya.
"Putri saya berada di inkubator di bangsal perawatan intensif. Ia lahir pada bulan ketujuh. ASI saya tidak keluar. Susu formula juga tidak bisa diberikan. Saya berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa putri saya," kata Rahim Shah, suami Bashira.
Pada saat itu, seorang ibu lain yang sedang berduka memberikan harapan hidup bagi anak Bashira.
"Kami pergi dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain dan akhirnya menemukan seorang perempuan yang baru saja kehilangan bayinya setelah melahirkan. Kami memintanya untuk menyusui anak saya dan dia dengan senang hati melakukannya," kenang Bashira.
Tanpa bantuan pendonor, putri mereka mungkin tidak akan selamat, kata Rahim.
"Bayi itu sangat membutuhkan ASI untuk kekebalan tubuhnya," sambungnya.
Bank ASI
Dalam kasus Bashira, pendonor akan memberikan ASI-nya secara langsung kepada bayi yang membutuhkan.
Di bank ASI, susu hasil donor, dan bahan biologis yang berasal dari tubuh manusia diproses secara klinis, diuji, dan kemudian disimpan dalam lemari pendingin.
Susu tersebut lantas akan diberikan kepada bayi yang memerlukan.
Beberapa negara yang penduduknya mayoritas Muslim, termasuk Malaysia dan Iran, punya fasilitas serupa.
Namun sejumlah ulama berpendapat bahwa praktik tersebut bertentangan dengan hukum Islam tentang pemberian ASI.
Dalam Islam disebutkan, seorang perempuan yang menyusui anak yang tidak memiliki hubungan biologis dengannya diyakini akan memiliki ikatan "hubungan kekerabatan susu". Adapun anak-anak yang diberi ASI dari ibu yang sama dianggap sebagai saudara.
Di Pakistan, sejumlah ulama menggolongkan bank susu manusia sebagai sesuatu yang haram.
Tetapi, pemerintah setempat telah berupaya "untuk membuat bank susu tersebut sesuai dengan hukum Islam".
Menteri Kesehatan Provinsi Sindh, Dr Azra Pechuho, mengatakan kepada BBC bahwa dia telah mengirim surat kepada Dewan Ideologi Islam yang isinya menjamin para perempuan bisa menyusui anak-anak sesuai hukum Islam.
"Para perempuan yang menyumbangkan ASI akan dicatat, dan akan dibagikan kepada orang tua dari anak-anak ini, yang juga bisa dilacak," kata Dr Pechuho, menanggapi kekhawatiran umat atas potensi pernikahan antara saudara yang disusui oleh satu ibu.
Dia berharap bisa menyelesaikan kebuntuan tersebut dengan membuat peraturan bahwa para ibu dari anak laki-laki hanya menyediakan susu untuk bayi laki-laki.
Dan para ibu dari anak perempuan hanya menyediakan susu untuk anak perempuan.
Hal ini juga mirip dengan pendekatan yang diambil oleh para ulama Islam di Turki pada 2012.
Fatwa
Bank ASI di Karachi awalnya mendapat persetujuan bersyarat pada 25 Desember 2023 dari lembaga Islam terkait.
Di antara persyaratan tersebut, pihak berwenang wajib membagikan nama-nama pendonor kepada penerima.
Hanya susu dari ibu Muslim yang boleh diberikan kepada bayi Muslim.
Kemudian, tidak boleh ada biaya yang dibebankan.
Susu itu bisa diberikan kepada bayi yang lahir kurang dari 34 minggu sejak masa kehamilan dan hanya jika si ibu tidak dapat menghasilkan ASI yang cukup.
Konstitusi di Pakistan mengamanatkan bahwa setiap undang-undang dan semua departemen pemerintah harus mematuhi hukum Syariah.
Meskipun pihak berwenang yakin dapat memenuhi persyaratan tersebut, sebuah pesantren di Karachi meragukannya.
Fatwa yang telah direvisi dan dikeluarkan pada 16 Juni 2024 menyebutkan akan sangat sulit bagi bank ASI untuk menerapkan semua pedoman tersebut menurut hukum Islam.
Institut Kesehatan Anak dan Neonatologi Sindh (SICHN) mengatakan mereka kini tidak punya pilihan selain menghentikan Bank ASI setelah menerima fatwa dari Darul Uloom Karachi, sebuah pesantren Islam.
"Tapi ke depannya, kami akan mencari jalan keluar atas persoalan ini dengan berdiskusi bersama Darul Uloom Karachi dan Dewan Ideologi Islam," kata SICHN.
"Kami ingin memastikan bahwa inisiatif perawatan kesehatan kami tidak hanya berlandasarkan pada ilmu pengetahuan tapi juga sesuai dengan ajaran agama," tambahnya.
Air Susu Ibu (ASI)
Menurut Unicef, 54 dari 1.000 bayi yang baru lahir meninggal di Pakistan.
Negara ini bertujuan untuk menurunkan angka itu menjadi 12 per 1.000 bayi pada tahun 2030.
Unicef menjelaskan ASI memberikan kekebalan tubuh sekaligus nutrisi untuk pertumbuhan bayi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, "lebih dari 820.000 nyawa anak bisa diselamatkan setiap tahun dengan rentang usia anak-anak di bawah 5 tahun, jika semua anak berusia 0 sampai 23 bulan disusui secara optimal."
Unicef yang mendukung proyek di Pakistan ini menolak berkomentar.
Pada 2018, WHO dan Unicef merekomendasikan agar bayi yang tidak bisa disusui dari ASI ibunya, harus diberikan susu manusia.
Badan kesehatan Amerika dan Eropa juga merekomendasikan susu donor sebagai pilihan makanan.
Tidak ada regulasi global
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan Bank ASI beroperasi di lebih dari 60 negara.
Tetapi pertentangan agama tetap kuat.
Sebuah Bank ASI yang didirikan di Bangladesh pada 2019 ditutup dalam waktu sebulan setelah muncul protes dari partai-partai berideologi agama.
Menurut sebuah makalah penelitian dari American Academy of Paediatrics, "Keluarga Muslim di dunia Barat enggan menggunakan susu dari bank ASI karena anonimitas para pendonor."
Tidak ada pedoman pasti tentang pendirian Bank ASI hingga saat ini - meski WHO baru saja mulai menyusunnya.
Sementara itu, belum jelas apa yang akan terjadi pada inisiatif Bank ASI pertama di Pakistan.
Namun di Karachi, anak perempuan Bashira kini menjadi balita yang sehat, berkat pengaturan informal yang difasilitasi oleh sebuah rumah sakit yang menyediakan rincian calon pendonor.
Bashira menunggu "gilirannya" untuk membantu ibu-ibu lain.
"Saya akan selamanya berterima kasih kepadanya [ibu pendonor] dan di masa depan jika saya mendapat kesempatan untuk membalas budi dan menyelamatkan nyawa, saya akan melakukan hal yang sama untuk anak mana pun," ungkapnya.