Konten Media Partner

Begini Cara Kerja Pertanian yang Jadi Solusi Kurangi Polusi Udara di Delhi India

2 Mei 2022 16:36 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Begini Cara Kerja Pertanian yang Jadi Solusi Kurangi Polusi Udara di Delhi India
zoom-in-whitePerbesar
Di India Utara, sebuah larutan campuran fungi untuk membersihkan lahan pertanian bertujuan mengurangi kabut asap yang menyelimuti ibu kota dengan polusi udara terburuk di dunia. Metode tersebut dikembangkan sebagai solusi alternatif dari pembakaran lahan menyusul panen.
Awal musim semi membawa rasa lega bagi warga Delhi. Udaranya menjadi sejuk dan segar, dan dengan cuaca yang lebih sejuk itu, hujan ringan turun dan membuat tanaman lebih subur.
Sekitar bulan April, angin barat daya menyapu wilayah tersebut. Kabut asap yang menyelimuti kota itu pada bulan-bulan musim gugur dan musim dingin pun mulai berkurang, meski tidak pernah benar-benar hilang.
Selama 10 tahun terakhir, Shaheen Khokhar telah menyaksikan siklus tahunan ini sebagai penduduk Gurugram, di barat daya Delhi di negara bagian Haryana, India Utara.
Sekitar bulan Oktober, ketika dia berkendara ke kota, langit bisa seketika berubah menjadi warna abu-abu gelap dan membuat cuaca tampak mendung.
"Satu menit, ada sinar matahari, dan selanjutnya, Anda diselimuti kabut asap yang gelap ini," katanya. "Setiap hari, kita melihat pengingat yang sangat menyedihkan ini, dimana kita terpaksa menjalani hidup dengan polusi."
Dampak dari polusi itu berkisar dari iritasi kulit dan mata hingga penyakit neurologis, kardiovaskular dan pernapasan yang parah, asma, penyakit paru obstruktif kronik, bronkitis, kehilangan kapasitas paru-paru, emfisema, kanker, dan peningkatan angka kematian. Secara global, polusi udara luar ruangan membunuh sekitar 4,2 juta orang setiap tahun .
Saat polusi memburuk, sekolah tutup selama sekitar dua minggu setiap tahun. "Anak-anak kami sudah memakai masker ke sekolah jauh sebelum krisis Covid," kata Khokhar.
Dua puluh satu dari 30 kota di dunia dengan tingkat polusi udara terburuk berada di India, menurut data yang dikumpulkan dalam Laporan Kualitas Udara Dunia 2021 . Enam kota di India masuk dalam 10 besar.
New Delhi memiliki paparan udara beracun tertinggi di negara ini. Orang-orang di India memiliki catatan tahunan tertinggi kelima dari partikel halus (PM2.5), suatu bentuk polusi udara yang sangat berbahaya. Rata-rata sepanjang tahun polusi PM2.5 di New Delhi adalah yang terburuk dari ibu kota mana pun di dunia, dan dengan selisih yang besar.
Polusi industri dan emisi kendaraan adalah beberapa faktor terbesar yang menyebabkan udara beracun sepanjang tahun, menurut sebuah laporan oleh lembaga think tank Observer Research Foundation.
Namun pada bulan Oktober dan November, polusi semakin meningkat akibat kebakaran lahan pertanian. Pada 2019, satelit pengamat Bumi NASA mendeteksi kebakaran ini dari luar angkasa .
Jumlah tepatnya puncak tahunan polusi udara akibat pembakaran lahan tidak diketahui pasti - angka resmi menyebutkan sekitar 10% , sementara penelitian lain menunjukkan angka itu bisa lebih tinggi .
Di Delhi, pembakaran lahan diperkirakan berkontribusi sebanyak 42% dari semua partikel di udara . Di negara bagian Haryana, PM2.5 dan PM10 yang teramati (bentuk partikel yang lebih besar tetapi juga berbahaya) naik hingga 2-3 kali lebih tinggi dari batas Standar Kualitas Udara Ambien Nasional selama musim kebakaran di musim gugur. Orang-orang dari semua kelompok umur mengalami peningkatan penyakit pernapasan pada periode itu.
Pada bulan Oktober dan November, anak-anak sekolah di seluruh India Utara, terutama di ibu kota India, New Delhi (yang terletak di dalam Wilayah Ibu Kota Nasional Delhi) dan di sekitar Gurugram, harus menghadapi gangguan yang sering terjadi.
A significant proportion of New Delhi's air pollution is generated outside the city bounds by burning crop fields after harves
Pada tahun 2015, pembakaran lahan dilarang di Delhi dan negara bagian Rajasthan, Punjab, Uttar Pradesh, dan Haryana - tetapi larangan tersebut terbukti sulit ditegakkan .
Pada Januari 2019, pemerintah India meluncurkan Program Udara Bersih Nasional , sebuah rencana lima tahun yang bertujuan untuk membatasi tingkat polusi yang kian memburuk di seluruh negeri dan untuk meningkatkan pemantauan dan kesadaran.
Kini, negara itu mungkin berada di ambang perubahan. Jawabannya mencakup penanganan praktik pertanian kuno yang memperburuk polusi, kata Ashok Kumar Singh, direktur Institut Penelitian Pertanian India.

Tidak ada api tanpa asap

Pada suatu sore di bulan September 2021, Dhruv Sawhney, seorang insinyur dan COO dari nurture.farm - sebuah platform digital untuk solusi pertanian berkelanjutan - berbicara kepada 200 laki-laki dan perempuan yang bertani di sebuah desa dekat Karnal di Haryana.
Sawhney menjelaskan metode baru membersihkan lahan pertanian sehingga dapat meningkatkan penghasilan para petani, dan dalam jangka panjang, juga meningkatkan kualitas tanah mereka.
Namun para petani itu tidak percaya pada Sawhney.
"Apakah Anda yakin ini akan berhasil?" tanya seorang petani dengan skeptis. "Saya lebih memilih membakar lahan sehingga pekerjaan saya cepat tuntas."
Sawhney berhenti di tengah pidatonya. "Jika tidak berhasil, saya sendiri yang akan membakar lahan Anda," candanya.
Solusi yang Sawhney tawarkan adalah semprotan mikroba organik yang dikembangkan oleh Institut Penelitian Pertanian India di Delhi. Perusahaan Sawhney, Nurture.farm, adalah salah satu dari 12 perusahaan India yang menerima lisensi penggunaan teknologi ini oleh institut tersebut pada Agustus 2021.
Metode yang dinamakan Pusa Decomposer itu terdiri dari tujuh spesies fungi (jamur) yang memang secara alami sudah ada di tanah, kata Singh.
Percobaan laboratorium membuktikan kumpulan spesies jamur ini sangat efektif menguraikan tunggul untuk energi dan nutrisi. Semprotan mikroba ini akan dengan cepat menguraikan tunggul yang masih tersisa di lahan setelah panen.
Dalam waktu tiga minggu, tunggul tua akan menyatu dengan tanah dan bertindak sebagai kompos untuk musim tanam berikutnya.
Tetapi uji lapangan saja tidak akan cukup untuk meyakinkan para petani untuk menggunakannya. Memahami mengapa petani membakar ladang mereka sangat penting untuk mengembangkan solusi, kata Singh.
"Beras dan gandum adalah tanaman utama di India. Ini adalah tanaman yang membutuhkan banyak air tanah untuk pertumbuhan yang baik," katanya. "Sepuluh tahun yang lalu, padi ditanam pada awal April, selama bulan-bulan musim panas dan dipanen pada bulan September."
Membakar sisa tanaman setelah panen telah dilarang di beberapa negara bagian India, tetapi larangan tersebut terbukti sulit ditegakkan.
Namun, karena berkurangnya air tanah, pemerintah memutuskan untuk mengalihkan musim tanam ke pertengahan Juni (ketika air tanah meningkat di musim monsun India). Tanaman tersebut kemudian akan dipanen pada minggu pertama bulan November.
November juga merupakan waktu yang ideal bagi para petani untuk menanam gandum.
"Ketika Anda menunda menabur gandum melewati 20 November, hasilnya menurun drastis," kata Singh. "Jadi sekarang, petani memiliki jendela yang sangat sempit untuk membersihkan ladang dari sisa batang padi dan untuk mempersiapkan ladang untuk menabur gandum. Membakar residu ini memungkinkan mereka untuk membersihkan ladang mereka dengan cepat."
Praktek ini berkembang dari tahun 1980-an, terutama setelah petani India mulai menggunakan teknik panen mekanis yang meninggalkan banyak batang padi tertancap di tanah.
Sebelumnya, bertani secara tradisional berarti memanen padi dengan tangan. Meskipun ini mungkin memakan waktu, metode itu tidak meninggalkan sisa batang, kata Singh.
Namun, ketika petani meningkatkan kinerja, 23 juta ton residu padi sekarang dibakar setiap tahun di India Utara.

Dari limbah menjadi harta

Semprotan fungi bukanlah solusi pertama yang diajukan untuk mengatasi masalah itu.
Pada tahun 2014 , petani diberi pilihan untuk menabur varietas padi hibrida tahan kekeringan yang dapat dipanen dalam 120 hari - yang akan memberi mereka waktu sebulan untuk membajak sawah secara manual dan membuang batang padi daripada membakar residunya.
Namun, varietas padi hibrida tidak begitu populer di kalangan petani karena mereka tetap tidak yakin dengan kelayakan ekonominya .
Pada tahun 2006, The Happy Seeder - mesin yang dirancang untuk menabur juga dapat menghilangkan tunggul, membuat mulsa, dan menyebarkannya ke seluruh ladang. Dan meskipun pemerintah menawarkannya dengan subsidi 50% untuk petani kecil, itu masih merupakan proposisi yang mahal, terutama jika Anda bertani di lahan yang sempit.
Institut Penelitian Pertanian India mencatat bahwa mesin tersebut tidak mendistribusikan benih secara merata dan menyebabkan masalah dengan perkecambahan . Banyak petani melihatnya sebagai investasi yang tidak layak .
Metode semprotan fungi juga tidak berawal dengan lancar. Awalnya, petani diminta untuk memfermentasi dan menyiapkan larutan mikroba sendiri.
Setiap petani diberi lima kapsul berisi jamur. Mereka diinstruksikan untuk menambahkan lima liter air ke setiap kapsul, 150g jaggery (sejenis gula tebu yang bertindak sebagai sumber makanan untuk jamur) dan 15g buncis (sumber protein).
Setiap kapsul difermentasi selama tiga hari, dan 25 liter larutan ini disemprotkan secara manual ke lahan selama dua minggu. Setiap kapsul biaya petani 60-70 rupee (Rp11.000 - Rp13.000) dan dapat digunakan lebih dari satu hektare.
Namun, laporan media menunjukkan bahwa para petani tidak dapat melaksanakannya secara efektif dan pihak berwenang menduga bahwa pasti ada penyimpangan dalam mempersiapkan kapsul.
Pusa Decomposer kini tersedia dalam bentuk bubuk; 300g cukup untuk disemprotkan pada sekitar setengah hektare lahan. Penyesuaian ini telah memastikan bahwa mesin yang digunakan - yang tersedia secara gratis untuk petani - menyemprot ladang dengan cara yang lebih seragam.
Sisa batang lalu terurai dan memperkaya tanah, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia sebanyak 25%, kata Singh. "Ketika petani membakar sisa tanaman, suhu lapisan atas tanah naik menjadi 42 celsius dejarat dan akhirnya membunuh semua mikroba yang menguntungkan di dalam tanah. Namun, semprotan mikroba ini memperkaya tanah," katanya.
Metode ini tidak hanya mengatasi polusi udara, tetapi juga kesehatan tanah yang buruk yang dapat membahayakan kualitas makanan dan air kita , menurut laporan yang dipimpin oleh Natalia Rodríguez Eugenio dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kesehatan tanah yang buruk dapat memengaruhi keanekaragaman hayati juga, kata Rattan Lal, seorang profesor terkemuka ilmu tanah di Ohio State University, Columbus.
"Kekayaan bahan organik tanah di India semakin berkurang," kata Lal, yang tidak terkait dengan proyek tersebut. "Di negara bagian barat laut seperti Punjab, Haryana, Rajasthan dan Uttar Pradesh, kandungan karbon organik tanah di lapisan pada 30cm dari permukaan kurang dari 0,25% dan seringkali hanya 0,1%."
Kisaran optimal untuk karbon organik tanah setidaknya harus 1-1,5%.
Dia melihat semprotan jamur sebagai cara yang menjanjikan untuk mengatasi kesenjangan. "Cara menggunakan residu pertanian ini tidak akan berdampak buruk pada kesehatan tanah," katanya. "Namun, penting untuk mengawasi biaya dan memastikan bahwa petani mendapat kompensasi untuk mengadaptasi proses yang melindungi planet ini."
Sebelumnya, sejumlah sisa tanaman digunakan sebagai pakan ternak sebelum petani membakar sisanya. Menggunakan semprotan Pusa bisa berarti bahwa mungkin ada lebih sedikit yang tersedia untuk memberi makan 553 juta ternak India, kata Lal.
"Memastikan itu tidak terjadi dan mengawasi efek domino juga penting. Pengelolaan sisa tanaman yang bijaksana sangat penting untuk memperkuat konsep 'satu kesehatan' - kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan ekosistem - itu semua saling terkait," katanya.
Krishna Kumar, 48, telah bertani selama 30 tahun terakhir di desa Bhanan Khera di distrik Hisar di Haryana, di mana dia memiliki lima hektare tanah dan telah menyewa 15 hektar lagi. "Saya tertarik dengan semprotan pengurai sejak seorang kerabat merekomendasikannya kepada saya," katanya.
Dia menggunakan semprotran itu tahun lalu dan sisa tanaman di tanahnya terurai sepenuhnya.
Proses itu juga memperkaya tanah dan membantunya menghemat sekitar 1.000-1.500 rupee (Rp189.000 - Rp284.000) per hektare untuk biaya pupuk. Dia percaya kesehatan tanah jangka panjang terlihat menjanjikan. "Membakar ladang kami, lalu dihadapkan dengan semua asap itu juga bukan hal yang mudah bagi petani. Saya senang sekarang ada pilihan lain yang layak," katanya.
Perusahaan seperti nurture.farm berupaya membuat akses semprotan mikroba lebih mudah bagi petani, menawarkan aplikasi di mana penyemprotan dapat dipesan secara gratis, serta menawarkan layanan pertanian berbayar lainnya seperti penyewaan peralatan.
Sawhney akhirnya berharap bahwa aplikasi tersebut dapat menjadi platform untuk penjualan kredit karbon, karena emisi yang dihemat oleh dekomposisi jamur.
Dari 3 juta hektare lahan pertanian di Punjab, kira-kira setengahnya terbakar pada musim tanam terakhir di India Utara, kata Singh.
Sejauh ini, pengurai Pusa telah digunakan di 500.000 hektare di empat negara bagian di mana sebagian besar pembakaran tanaman terjadi: Punjab, Haryana, Delhi dan Uttar Pradesh.
Setelah digunakan dalam proyek percontohan ini selama satu musim (fase berikutnya akan menjangkau area yang lebih luas), masih terlalu dini untuk secara tepat mengukur dampak semprotan dalam mengurangi polusi secara keseluruhan.
Pembakaran lahan tetap menjadi salah satu bagian dari tantangan polusi udara India, di samping industri dan transportasi. Tetapi jika semprotan diadopsi dalam skala yang lebih luas, dengan lebih banyak petani dan perusahaan yang menggunakannya, perbedaannya bisa sangat signifikan, kata Singh. Apalagi saat polusi mencapai puncaknya pada bulan Oktober dan November.
Sementara, kembali ke Shaheen Khokhar, ia hanya bisa berharap bahwa intervensi seperti semprotan mikroba ini dapat mengurangi kabut asap di musim-musim mendatang.
Anda dapat membaca versi bahasa Inggris artikel ini di BBC Future.