Bekerja dari Rumah Membuat Sebagian Orang Bisa Keliling Dunia

Konten Media Partner
11 September 2022 19:25 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bertukar rumah kini menjadi tren di antara para pekerja jarak jauh.
zoom-in-whitePerbesar
Bertukar rumah kini menjadi tren di antara para pekerja jarak jauh.
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perubahan di dunia kerja mendatangkan kemungkinan-kemungkinan baru bagi orang-orang yang ingin merasakan hidup di luar negeri.
Evie Kalo mungkin bisa disebut sebagai orang yang kerap bertukar rumah.
Dia dan suaminya adalah orang-orang yang mendapatkan kesempatan bekerja penuh dari rumah selama pandemi, seperti jutaan pekerja global lainnya.
Sejak saat itu, mereka menukar apartemen dua lantai milik mereka di Amsterdam, untuk serangkaian “workcations”, dengan rumah-rumah di seluruh Eropa.
Salah satu yang terdekat berada di Rotterdam, tapi ada juga di pantai di Barcelona dan di kota resor Juan-les-Pins di Riviera, Prancis.
Pasangan itu telah bertukar rumah lima kali sejak Mei 2021, ketika mereka pertama kali mengetahui tentang pertukaran rumah dari tetangga yang berada di lantai atas apartemen mereka. 
“Yang kami sukai adalah kami mempercayai orang-orang untuk berada di rumah kami karena mereka memercayai kami untuk berada di rumah mereka,” kata Kalo.
"Jadi, kami memiliki pemahaman bersama bahwa kami akan saling menjaga rumah masing-masing."
Pasangan itu mencoba untuk tinggal di setiap tempat selama sekitar dua minggu, sehingga mereka dapat memiliki cukup waktu untuk menjelajahi berbagai tempat, di tengah jadwal kerja mereka yang padat.
(Kalo adalah pemilik merek Zipster, dan suaminya bekerja di bidang penjualan di perusahaan pengiriman barang). 
 
“Karena kami tidak membayar akomodasi, itu membuat perjalanan jauh lebih murah,” ujar Kalo.
Sementara itu, tinggal selama dua minggu di Airbnb, kata dia, akan sangat mahal karena banyak tempat yang mereka kunjungi.
Bertukar rumah memungkinkan orang-orang untuk merasakan gaya hidup kelas jet-set yang mereka inginkan, dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan membeli rumah hanya untuk liburan atau rumah kedua yang mahal.
Dengan memanfaatkan aset mereka yang paling berharga – rumah atau apartemen – mereka dapat tinggal di akomodasi nyaman lainnya di seluruh dunia. 
Ini adalah skema penghematan biaya yang sangat menarik di tengah lonjakan frekuensi perjalanan saat ini, karena harga penerbangan, hotel, dan persewaan, semuanya meroket.
Fleksibilitas dalam bekerja juga mendorong keinginan orang-orang untuk memadukan batasan antara pekerjaan dan perjalanan. 
Dengan lebih dari setengah perusahaan global menerapkan bekerja jarak jauh sepenuhnya atau mengutamakan bekerja dari jarak jauh, menurut survei baru-baru ini dari Buffer, tidak mengherankan penelusuran Google untuk “pertukaran rumah” meningkat secara substansial selama setahun terakhir.

Permintaan meningkat, masa tinggal jadi lebih lama

Di saat Kalo dan beberapa orang lainnya bertukar rumah agar pengalaman kerja jarak jauhnya lebih menyenangkan, para pekerja kerah putih lainnya bertukar rumah untuk menjajal tinggal di kota-kota lain karena sekarang mereka sudah tidak terikat lagi dengan pusat kota yang mahal. 
Baru-baru ini Brendan Kelly menukar tempat tinggalnya di New York City selama sebulan dan menempati sebuah rumah di Longmont, Colorado, yang menurut dia empat kali lebih besar dari apartemennya di Brooklyn.
Sekarang, dia mengisi hari-harinya dengan pendakian dan lari lintas gunung di pegunungan Rocky, sambil tetap melakukan pekerjaannya sebagai staf penjualan di sebuah perusahaan teknologi. 
"Mungkin itu hanya nafsu berkelana, tetapi belakangan saya sadar bahwa mungkin ada tempat di luar sana yang memiliki hal-hal yang saya sukai dari New York, tetapi lebih murah dan menawarkan lebih banyak ruang,” katanya.
Kelly berencana bertukar rumah supaya bisa merasakan hidup di Tampa, Florida; Milwaukee, Wisconsin; dan Montréal, Kanada, selama beberapa bulan ke depan. 
Sejauh ini, dia mendapatkan informasi soal bertukar rumah dari rekan-rekan kerjanya maupun teman-temannya.
Sementara orang-orang lainnya mendapatkan informasi dari media sosial seperti TikTok dan forum Facebook. 
Namun, metode yang paling populer untuk hal ini adalah online marketplace, seperti Home Exchange atau Love Home Swap, yang menawarkan peraturan perlindungan untuk pemilik rumah.
Kedua platform itu juga bisa bertindak sebagai perantara yang terpercaya. 
Secara global, jumlah pertukaran rumah per harinya di Home Exchange pada Agustus 2022, naik 50% dibandingkan Agustus 2021, menurut data statistik yang diberikan Home Exchange kepada BBC Worklife. 
Sementara itu, di Love Home Swap, rata-rata durasi perjalanan meningkat pesat, melebihi standar tujuh hari pada 2019, berdasarkan data yang dilihat oleh BBC.
Sebanyak 59% anggotanya sekarang ingin tinggal selama 10 hari atau lebih dan lebih banyak lagi yang memilih lokasi dekat rumah mereka. 
Perjalanan domestik meningkat 25% dibandingkan 2019.
Love Home Swap menyatakan angka itu berasal dari orang-orang yang tinggal di pusat-pusat kota dan pedesaan, yang ingin berpindah-pindah tempat kerja sambil berlibur. 
Rumus dasar dalam bertukar rumah di sebagian besar platform biasanya sama. Anda membayar iuran tahunan untuk bergabung menjadi anggota (mulai dari US$40 (Rp595 ribu) - US$300 (Rp4,46 juta)), menerima sejumlah uang yang nominalnya lebih kecil dari pemesanan (misalnya untuk biaya kebersihan), dan harus setuju untuk menjadi tuan rumah.
Kedua belah pihak biasanya bertukar rumah di tanggal yang sama, meskipun beberapa platform memungkinkan Anda dapat menabung jumlah hari ketika Anda menjadi tuan rumah, untuk digunakan di waktu lain ketika Anda menjadi tamu. 
Dalam beberapa kasus, tuan rumah dapat meminta tamu untuk menyirami tanaman atau merawat hewan peliharaan.
Kegiatan-kegiatan itu masuk ke dalam persyaratan yang harus disepakati sebelumnya.
Para pendukung kegiatan ini mengatakan pertukaran rumah, selain menghemat uang, adalah alternatif yang lebih berkelanjutan untuk platform sewa jangka pendek, karena tidak menghilangkan real estate dari pasar atau menciptakan krisis perumahan yang dialami oleh banyak komunitas dalam beberapa tahun terakhir.
Platform seperti Holiday Swap juga mengklaim bahwa pertukaran rumah mengeluarkan emisi CO2 66% lebih sedikit dibandingkan hotel karena pengurangan energi, air, dan sampah, yang berasal dari hal-hal seperti pembersihan yang lebih jarang dan limbah makanan yang terbatas.

‘Mobilitas para rockstar’?

Sebagian besar situs pertukaran rumah memungkinkan siapa saja untuk bergabung, meskipun beberapa platform kelas atas tidak demikian.
Sebut saja Behomm, yang berfokus pada desain, atau Kindred, yang baru diluncurkan. Keduanya hanya untuk para anggota dan memiliki daftar tunggu. 
Aturan ini cenderung untuk menarik jenis klien yang mungkin memiliki Peloton (merek alat olahraga premium) dan kulkas anggur di rumah mereka, dan ingin tinggal di properti yang juga memiliki barang-barang yang sama.
Kindred, yang biaya keanggotaan tahunannya mencapai US$300 (Rp4,46 juta), bertindak sebagai semacam 'mak comblang' untuk orang-orang dengan latar belakang atau minat yang sama.
Platform ini menciptakan tempat untuk alumni universitas atau institusi tertentu. 
“Ini salah satu cara kami dapat meningkatkan perasaan keintiman ini,” jelas CEO Justine Palefsky.
“Rasanya lebih seperti koneksi tepercaya, dibandingkan jika dilakukan dengan sembarang orang asing di internet.”
Kindred lahir dari keinginan Palefsky dan co-founder Tasneem Amina untuk mencari perubahan suasana kerja jarak jauh selama pandemi. 
“Kami berpikir, bagaimana bisa menjalani kehidupan yang lebih kaya perjalanan, tetapi tidak harus mengeluarkan biaya atau kerumitan yang luar biasa untuk melakukannya,” kata dia.
“Jadi, kami benar-benar memulai Kindred untuk menyelesaikan masalah kami sendiri.”
Sekarang, demografi anggota Kindred kebanyakan merupakan pekerja jarak jauh "yang melakukan perjalanan secara spontan dan mengatakan, 'Daripada duduk di meja kerja di rumah, saya ingin pergi ke Mexixo City dan bekerja dari sana'," ujar Palefsky. 
Dieter Müller, seorang peneliti di Universitas Umea, Swedia yang mempelajari tren pariwisata, memandang fenomena bertukar rumah ini seperti kembalinya roh situs Airbnb.
Dulunya, Airbnb pernah mendapatkan penghargaan dalam menawarkan "pengalaman otentik", tapi sekarang didominasi oleh "superhost" yang menyewakan banyak tempat yang belum pernah mereka tinggali. 
Müller berpikir "mobilitas rockstar" - pekerja jarak jauh dengan pendapatan tinggi, rumah bagus, dan sedikit komitmen keluarga - akan menjadi orang-orang yang benar-benar dapat memanfaatkan ini.
Namun, dia skeptis tentang seberapa besar tren ini berlangsung pada orang-orang kebanyakan. 
“Ini fenomena yang agak terbatas karena entry level yang membatasi,” jelasnya.
"Ini adalah pertanyaan tentang di mana Anda berada dan ke mana orang-orang ingin pergi."
Müller mengatakan agar sukses di platform pertukaran rumah, Anda harus memiliki tempat yang menarik di pasar, baik itu di pusat kota maupun di daerah pedesaan yang kaya akan kemudahan. 
 “Di situlah rasa timbal balik ini menjadi agak rumit,” jelasnya.
Mayoritas populasi global yang tidak tinggal di tujuan wisata mungkin kurang beruntung.
Kalo adalah orang pertama yang mengakui bahwa lokasi adalah segalanya dalam pertukaran rumah.
“Kami sangat beruntung karena kami tinggal dekat pusat Amsterdam, di tujuan wisata yang sangat populer, sehingga kami terlihat cukup menarik di Home Exchange,” katanya.
“Itu berarti kami bisa menjajal beberapa tempat.”
Dia dan suaminya pergi ke Los Angeles pada September ini.
Kemudian pada Oktober, mereka melanjutkan pertukaran rumah selama enam minggu di kawasan pantai di Australia. 
"Kami mungkin bekerja lebih keras daripada sebelumnya," katanya tentang petualangan baru mereka dalam bertukar rumah.
“Tapi sekarang, kami menyesuaikannya dengan gaya hidup kami.”
Versi bahasa Inggris artikel ini dengan judul The remote workers swapping homes  dapat anda baca di BBC Worklife.