Konten Media Partner

'Bukan Musim Hujan yang Normal' – 24 Orang Tewas akibat Banjir dan Longsor di Berbagai Wilayah

10 Desember 2024 8:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

'Bukan Musim Hujan yang Normal' – 24 Orang Tewas akibat Banjir dan Longsor di Berbagai Wilayah

Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) melaporkan setidaknya 24 orang meninggal akibat bencana hidrometeorologi periode 2-9 Desember 2024. Pakar klimatologi menyebut musim hujan kali ini "bukan musim hujan yang normal".
Curah hujan tinggi hingga ekstrem yang persisten telah menyebabkan bencana banjir dan longsor beberapa wilayah Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut situasi ini disebabkan sejumlah faktor di antaranya "La Nina lemah" yang menyumbang 20% curah hujan.
Skenario terburuknya: bencana banjir, longsor dan puting beliung 2020 akan berulang. Pada puncak musim hujan yang terjadi selama Januari–Februari 2020, BNPB mencatat terjadi 455 kejadian bencana dengan 94 orang meninggal.
Khusus di Jakarta, banjir 2020 menelan 21 korban jiwa dan memaksa 124.355 orang mengungsi.
Pakar klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut musim hujan tahun ini "bukan musim hujan yang normal". Dia berkata, gangguan cuaca berpangkal dari pemanasan suhu permukaan laut—berkaitan dengan pemanasan global.
Selama 2-9 Desember 2024, BNPB mencatat 24 kematian akibat banjir, longsor dan cuaca ekstrem di 25 kabupaten/kota. Dua orang lainnya masih dalam pencarian. Badan ini juga melaporkan 2.150 rumah rusak, dan 99.968 orang mengungsi.
Pada periode ini, BNBP melaporkan adanya 35 kali kejadian bencana. Sebagian besar adalah banjir (21 peristiwa), diikuti tanah longsor, dan cuaca ekstrem.
Wilayah yang paling banyak menyumbang kematian akibat bencana yang dipicu hujan deras dan angin kencang berada di Banten dan Jawa Barat.
"Ini baru awal, kita harus waspada sampai awal tahun 2025. Bahkan sampai medio Maret dan April," kata juru bicara BNPB, Abdul Muhari.
Musim hujan telah tiba di bulan ke-12, khususnya wilayah Sumatra dan Jawa hingga menuju puncaknya pada akhir Desember dan Januari 2025.
Musim hujan saat ini berbeda dari tahun lalu, menurut BMKG. Musababnya, curah hujannya memiliki intensitas tinggi hingga ekstrem.
Faktor pertama adalah "La Nina lemah" yang menyumbang curah hujan hingga 20% kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. Kedua, kumpulan awan hujan yang bergerak dari Samudera Hindia arah barat Indonesia.
"Ini diprediksi akan bertahan di wilayah Indonesia hingga minggu terakhir Desember," kata Dwikorita.
Faktor lainnya, kemunculan bibit badai tropis yang dinamakan 91S. Keberadaannya di arah barat daya Banten dan disebut "telah berdampak banjir bandang di Sukabumi".
Bibit siklon ini memicu kekhawatiran terjadinya hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai angin kencang. Wilayahnya yang mungkin terdampak adalah Lampung, Banten, Jawa Barat dan "hampir merata ini di Jabodetabek".
Siklon ini juga memicu gelombang laut dengan ketinggian 1,25-2,5 meter yang berpotensi terjadi di wilayah Samudera Hindia Selatan, Bali hingga Nusa Tenggara Timur. Gelombang tinggi 2,5-4 meter juga berpotensi terjadi di perairan Bengkulu hingga Pulau Enggano, Barat Lampung hingga Lampung.
"Juga berpotensi terjadi di Selat Sunda bagian Barat dan Selatan serta di perairan Selatan Banten, perairan Garut hingga Pangandaran dan Samudera Hindia Selatan Banten hingga Jawa Timur," ujar Dwikorita.
Dalam satu kesempatan di rapat DPR, mantan rektor Universitas Gadjah Mada ini juga mengemukakan "skenario terburuk" dari curah hujan ekstrem kali ini yang bisa menyebabkan bencana banjir di Jabodetabek pada 2020 silam.
"Contoh yang sudah terjadi di tahun 2020 di Januari kondisi terparah adalah Jabodetabek banjir," katanya.

Bagaimana dampak hujan ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia?

Kabupaten Sukabumi dilanda bencana hidrologi di sejumlah kecamatan. Korban jiwa yang dilaporkan BNPB sebanyak 10 orang. Sembilan di antaranya karena banjir, dan satu tertimbun material longsor.
Sebanyak 10 korban meninggal adalah warga Kecamatan Tegalbeuleud, Paburuan, Gegerbitung, dan Simpenan. Tim penyelamat juga masih mencari dua orang yang hilang.
Bencana hidrometeorologi di Sukabumi terjadi di 39 kecamatan berupa tanah longsor, banjir, angin kencang dan pergeseran tanah. Cuaca hujan ekstrem yang menjadi penyebabnya telah membuat 2.871 orang mengungsi.
BNPB juga mencatat dua orang meninggal di Cianjur karena longsor dan tiga korban tewas akibat banjir. Di wilayah berjuluk Kota Angklung disebutkan 347 unit rumah rusak.
BNPB mengeklaim banjir di Sukabumi dan Cianjur sudah surut.
"Mengingat ini masih awal musim hujan… ini baru awal, kita harus waspada sampai awal tahun 2025. Bahkan sampai medio Maret dan April," kata juru bicara BNPB, Abdul Muhari, Senin (09/12).
Rudi, warga Kampung Lebak Mangga, Lebak, Banten tak menyangka rekahan kecil yang menjalar di area pemukiman, kebun dan pemukiman warga bisa menjadi bencana besar awal bulan ini. Tidak ada peringatan dari pihak berwenang setempat.
"Dan warga juga tidak menyangka sih bisa separah itu longsor. Karena memang awalnya itu hanya retakan kecil," ujarnya, Senin (09/12).
Retakan yang berujung longsor ini dipicu hujan deras selama tiga hari berturut-turut awal Desember. Akibatnya tiga rumah rusak berat, sementara sekitar 50 hingga 100 rumah di kampung tersebut dalam kondisi tidak stabil karena retakan tanah yang kini meluas hingga ke tengah kampung.
Selain merusak rumah, longsor ini juga menghancurkan infrastruktur desa. Jembatan penghubung kampung ikut terendam, sehingga aktivitas warga menjadi terganggu.
"Air sempat mencapai ketinggian dua meter di beberapa titik. Bahkan di desa sebelah, dua rumah sudah kemasukan air akibat luapan Sungai Cidikit," ujar Rudi, salah satu dari 66 keluarga terdampak.
Akibat longsor, banyak sawah dan kebun milik warga yang ikut terdampak. Hingga Jumat (06/12), air mulai surut, tetapi kerusakan yang ditinggalkan cukup besar.
Rudi mengatakan, dalam musyawarah antara pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan warga, diputuskan Kampung Lebak Mangga harus direlokasi untuk menghindari potensi bencana susulan.
"Tiga rumah itu yang roboh yang juga tidak bisa diisi ya juga. Di tengah kampung juga ada retakan jadi sangat terancam dan longsoran," ujar Rudi yang masih menunggu bantuan pemerintah untuk proses relokasi.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lebak, Febby Rizki Pratama, mengeklaim pihaknya sudah diberikan peringatan akan potensi bencana hidrologi oleh BMKG.
Dia mencatat beberapa wilayah di Lebak punya risiko bencana hidrometeorologi. Rinciannya 14 kecamatan rawan banjir dan 16 kecamatan rawan longsor.
Sekarang, BPBD Lebak fokus pada penanganan bencana, kata Febby.
"Pertama melakukan evakuasi korban bencana… kemudian juga distribusi bantuan logistik untuk banjir, kemudian juga kita melakukan pendataan," katanya. Ia menambahkan, beberapa wilayah bencana sulit diakses karena longsor merusak jalan dan jembatan.
Di Kabupaten Lebak setidaknya tiga orang meninggal karena banjir dan dua lainnya tewas akibat longsor. Direkap dari awal Desember, BPBD Lebak melaporkan sebanyak 2.247 rumah warga terdampak bencana banjir, longsor, dan pergerakan tanah.
Dari Banten, bencana Banjir juga dilaporkan terjadi di Kabupaten Serang yang mengakibatkan 169 unit bangunan terendam.
Selain Banten, wilayah Indonesia lainnya yang terdampak cuaca hujan ekstrem adalah sebagian kabupaten/kota di Sumatra Utara, Aceh, Jawa Tengah hingga Jawa Timur.
Sri Mahrini masih terngiang dengan banjir 2017 dan awal 2024 lalu yang merendam rumahnya hingga nampak atapnya saja. Dua peristiwa itu membuatnya kehilangan sepeda motor, termasuk kerusakan perabot rumah tangga.
Memasuki musim hujan tahun ini, warga Rajabasa Nunyai, Bandar Lampung ini mengaku belum memperoleh informasi potensi bencana hidrologi dari pihak berwenang.
Tapi ia mengaku sudah mengambil ancang-ancang. Setiap kali hujan deras, Sri Mahrini bersama keluarga mengungsi ke rumah tetangga yang posisinya lebih tinggi dari aliran sungai.
Baca Juga:
Selain itu, ia juga memastikan dipan tempat tidur dan peralatan elektronik diletakkan lebih tinggi dari biasanya. "TV ditaruh mendekati plafon rumah," katanya.
Sri juga menyiapkan dua mesin pompa air sebagai langkah cadangan. Jika air meluap mencapai teras rumah, maka mesin tersebut digunakan menyedot air langsung ke aliran sungai yang berada di sebelah rumah.
Warga Rajabasa Nunyai lainnya, Ashari, mengungkap kekhawatiran yang sama. "Biasanya, dalam dua jam hujan, air sungai sudah meluap," kata Ashari saat ditemui.
Untuk mengantisipasi banjir, Ashari dan warga lainnya selalu siap siaga, terutama dalam menyelamatkan barang-barang berharga seperti elektronik. "Kami angkat barang elektronik yang dekat dengan lantai untuk menghindari kerusakan," katanya.
Menurut Ashari, salah satu penyebab meluapnya air sungai adalah banyaknya sampah yang menyumbat aliran sungai di wilayah tersebut.
Sejumlah pejabat setempat telah dihubungi untuk mengomentari intervensi dan langkah jangka panjang, namun belum ada yang merespons.
Dari laman resmi Pemprov Lampung, Penjabat Gubernur Samsudin, menyampaikan rencana perbaikan aliran sungai, termasuk langkah penanaman pohon dan pembangunan area resapan air.
"Pada kesempatan ini, kita perlu mulai siaga menghadapi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Kita harus membenahi lokasi-lokasi rawan banjir di beberapa titik di Provinsi Lampung," ujar Samsudin.
Pada Februari lalu, banjir bandang menerjang Bandar Lampung. Kecamatan Rajabasa, Langkapura, Way Halim, Kedamaian, Kemiling, dan Teluk Betung Selatan terkena dampaknya. Ratusan orang mengungsi.
Banjir di kawasan Mampang, Jakarta Selatan pada 2020 silam.
Sejumlah titik langganan banjir di ibu kota masih terlihat normal, sebagaimana di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Pada 2020 silam, wilayah ini berkali-kali terendam banjir hingga ketinggian satu meter.
BBC News Indonesia kembali ke lokasi tersebut saat hujan berjam-jam mengguyur sepenuhnya ibu kota pada Senin (09/12).
Pintu-pintu perumahan di kawasan Mampang banyak yang tertutup rapat. Tidak ada aktivitas yang mencolok. Kendaraan berlalu lalang, tak ada genangan air meski wilayah ini lebih rendah dari muka kali.
Umumnya rumah-rumah di lingkungan ini bertingkat dua. Atau setidaknya rumah mereka diberi tanggung di bagian garasi.
"Paling semata kaki… di parkiran doang sudah. Nggak masuk semua," kata warga setempat, Rahma mengingat hujan deras terakhir di wilayahnya pada awal Desember.
Foto kawasan Mampang diambil pada Senin (09/12) nampak normal dan tidak ada genangan air meskipun hujan turun berjam-jam.
Kata dia, lingkungan tempat tinggalnya "pada rajin-rajin" untuk membersihkan kali sehingga aliran air lebih lancar.
Sejauh ini ia belum mendengar ada informasi potensi banjir baik dari RT maupun RW. Tapi lingkungan tempat tinggalnya kebanyakan sudah bersiap. "Paling naik lantai dua. Ada tingkat rumahnya," kata Rahma.
Di sisi lain, BMKG mengeklaim telah melakukan modifikasi cuaca wilayah Jakarta.
"Operasi ini bertujuan untuk mengurangi potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, yang sering melanda Jakarta akibat intensitas hujan yang tinggi. Hasilnya, kami berhasil menurunkan curah hujan di sejumlah wilayah dengan intensitas pengurangan mencapai 13% hingga 67% pada tanggal 7 dan 8 Desember, berdasarkan data satelit Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP)," ujar Dwikorita.
Modifikasi cuaca di Jakarta ini diperkirakan menguras kas daerah sekitar Rp4 miliar, seperti dikutip dari Detik.

Musim badai dan pemanasan global

Pakar Klimatologi dari BRIN, Erma Yulihastin menilai musim hujan tahun ini "Bukan musim hujan yang normal".
"Kalau ada badai atau bibit siklon. Di manapun dia bisa menghasilkan hujan yang persisten," kata Erma, Senin (09/12).
Sejauh ini, kata dia, Indonesia dikepung bibit badai yang dinamai 91S, 92S dan 93S.
"Itu ada yang kemarin terbentuk di perairan dekat dekat Banten, 91S. Kemudian juga ada yang baru terbentuk 92S yang ada di bagian baratnya dan juga di bagian timurnya yang di utaranya Australia, itu ada 93S," kata Erma.
Erma menghubungkan kemunculan bibit-bibit badai tropis di sekitar wilayah Indonesia ini dengan pemanasan suhu permukaan laut. Semestinya, suhu permukaan laut mulai mendingin pada Desember hingga Februari.
Biasanya pada musim angin monsun, aliran air laut mengandung uap air dari Laut China Selatan (dekat Vietnam) yang menjalar ke selatan arah ekuator dan memasuki laut Jawa bersifat dingin. Rata-rata suhu permukaan air laut di Laut China Selatan di atas 25 derajat celsius.
Namun, Erma melihat terjadi "anomali antara satu sampai tiga derajat celsius".
"Dan itu seluruhnya dari suhu permukaan, bukan hanya di Laut China Selatan, tapi juga di laut Jawa-nya memanas, Samudera Hindia memanas. Itu yang jadi problem sekarang," katanya.
Suhu permukaan laut yang hangat ini kemudian menjadi bibit-bibit badai. Proses terbentuknya karena adanya tekanan rendah, dan tempat berkumpulnya awan konvektif yang kemudian dibangkitkan oleh gelombang atmosfer.
"Warming ocean (pemanasan laut) ini yang penyebabnya. Ini terjadi karena apa? Karena pemanasan global. Kalau enggak kan harusnya di situ tempat munculnya bibit siklon, seharusnya air permukaan laut dingin," kata Erma.
Reportase tambahan oleh wartawan Dian Wahyu di Lampung dan wartawan Muhammad Iqbal di Banten