Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Buntut Kontroversi Nupur Sharma, Rumah Keluarga Muslim Dihancurkan Pemerintah
16 Juni 2022 13:01 WIB
·
waktu baca 6 menitApa itu rumah?
Bagi Somaiya Fatima, 19 tahun, rumah adalah bangunan berwarna kuning pucat, menyempil di jalanan berliku Prayagraj (sebelumnya Allahabad), sebuah kota di negara bagian Uttar Pradesh, India utara, tempat ia tinggal bersama empat saudara kandung dan orang tuanya.
Di dalam bangunan dua lantai itu ada banyak kenangan, katanya: makan leci dan bercanda bersama saudari-saudarinya di balkon yang disinari matahari; mencuri buku dari perpustakaan ayahnya; dan kemudian mengunci diri di dalam kamar mandi untuk menangis ketika ia dimarahi karenanya.
Rumah itu, kata Fatima, adalah tempat ia merasa bebas dan aman; kayu, batu bata, dan batunya menjadi tempat berlindung bagi dirinya dan keluarganya.
Tetapi pada hari Minggu (12/06), rasa aman itu hancur lebur ketika otoritas setempat merobohkan rumah itu "tanpa peringatan apa pun", hanya meninggalkan debu dan puing-puing. Mereka menuduh rumah tersebut dibangun secara ilegal, klaim yang dibantah oleh Fatima dan keluarganya.
Pembongkaran itu memicu kemarahan di kalangan pengkritik partai nasionalis Hindu yang berkuasa Bharatiya Janata Party (BJP). Mereka mengatakan itu adalah yang terbaru dalam serangkaian tindakan yang menyasar komunitas minoritas Muslim di India.
Sejak BJP berkuasa di India pada 2014 - BJP juga memerintah Uttar Pradesh sejak 2017 - serangan dan ujaran kebencian terhadap komunitas Muslim meningkat tajam.
Fatima mengatakan keluarganya bahkan tidak sempat menyelamatkan barang-barang mereka. Ia ingat melihat foto sebuah gambar - kartu yang ia buat untuk adik laki-lakinya - tergeletak di atas papan dan beton yang hancur yang sekarang berada di tempat rumah mereka pernah berdiri. Untuk pertama kalinya, ia merasa sangat rentan.
"Rumah sekarang tinggal kenangan," katanya. "Tidak ada yang tersisa."
Rumah itu dihancurkan menyusul penangkapan ayah Fatima, seorang politisi lokal bernama Javed Mohammad. Polisi Uttar Pradesh menuduhnya merencanakan demonstrasi warga Muslim baru-baru ini, yang diwarnai kekerasan.
Para pengunjuk rasa menuntut penangkapan Nupur Sharma, mantan juru bicara BJP yang membuat pernyataan kontroversial tentang Nabi Muhammad bulan lalu. Ia telah diskors dari partai.
Mohammad termasuk di antara lebih dari 300 orang yang ditangkap di Uttar Pradesh karena demonstrasi tersebut. Salah satu putrinya - Afreen Fatima - adalah seorang aktivis Muslim terkemuka yang ikut serta dalam demonstrasi-demonstrasi sebelumnya menentang undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial dan larangan siswa mengenakan jilbab di sekolah-sekolah India .
Pembongkaran rumah mereka dikecam para pemimpin oposisi, yang menuduh pemerintah Uttar Pradesh - dipimpin oleh seorang Hindu garis keras Yogi Adityanath - melangkahi proses hukum.
Dua rumah lain - milik Muslim yang dituduh melempar batu setelah salat Jumat - juga dihancurkan di Uttar Pradesh pada akhir pekan kemarin.
Ini adalah satu contoh di antara serangkaian pembongkaran rumah-rumah milik Muslim yang dilakukan oleh Uttar Pradesh dan beberapa negara bagian lain yang diperintah BJP baru-baru ini menyusul kekerasan berbasis agama. Pihak berwenang selalu menyebut konstruksi ilegal sebagai dalih tetapi para ahli hukum mempertanyakan hal ini .
"Tindakan menghancurkan rumah sangat brutal karena rumah adalah simbol rasa aman - butuh pekerjaan seumur hidup untuk membangun rumah Anda," kata pengamat politik Asim Ali kepada BBC.
"Dengan menggunakan buldoser untuk menyasar Muslim, negara mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus berperilaku baik, bila tidak cara-cara ekstra-konstitusional dapat dengan mudah diterapkan untuk menghukum mereka. Konstitusi atau peradilan tidak akan menyelamatkan mereka," imbuhnya.
Polisi menuduh Mohammad sebagai salah satu "konspirator utama" dari kekerasan tersebut. Seorang pejabat senior polisi berkata kepada wartawan setelah penangkapan bahwa Afreen Fatima juga telah "terlibat dalam kegiatan kotor" dan bahwa perempuan itu dan ayahnya "menyebarkan propaganda bersama". Fatima belum ditangkap.
Somaiya Fatima dan adik laki-lakinya, Mohammad Umam, membantah klaim tersebut. Mereka mengatakan baik ayah maupun kakak perempuan mereka tidak terlibat dalam protes tersebut.
Mohammad, kata Fatima bercanda, memang punya banyak sifat yang bikin frustrasi - ia menggunakan Facebook "secara obsesif", membangun wastafel di "lokasi aneh di rumah" dan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menata piala anak-anaknya dengan rapi.
Tetapi kemuliaannya, kata dia, menular. "Abba [ayah] membantu semua orang. Dan dia punya hubungan baik dengan semua orang mulai dari pihak berwenang sampai tetangga dan bahkan orang asing yang ia temui," katanya. Fatima menambahkan bahwa ia "sangat bangga" menjadi putri ayahnya.
Dua saudara itu mengatakan keluarga mereka sering bercanda di rumah bahwa mereka bisa mendapat "ganjaran" karena adik perempuan dan ayah mereka terlalu "blak-blakan".
"Adik-adik kadang-kadang memperingatkannya [Afreen] supaya tidak terlalu vokal," kata Fatima. "Tapi tidak ada dari kami yang mengira kami harus membayarnya seperti ini."
Keluarga Mohammad mempertanyakan logika pemerintah untuk menghancurkan rumah mereka.
Otoritas Pembangunan Prayagraj mengatakan bahwa mereka telah mengirim pemberitahuan tentang konstruksi ilegal kepada Mohammad pada tanggal 10 Mei, memintanya untuk datang pada 24 Mei. Tetapi putranya, Umam, membantah hal ini. Ia mengatakan keluarga tidak menerima pemberitahuan apa pun sampai malam sebelum rumah itu dihancurkan.
"Selain itu, tanah ini atas nama ibu saya - itu hadiah dari kakek kami. Semua tagihan air dan catatan pajak kami atas nama ibu saya. Tapi pemberitahuan itu disajikan atas nama ayah saya," katanya.
BBC menghubungi dua pejabat dari Otoritas Pembangunan Prayagraj, yang menolak berkomentar.
Govind Mathur, mantan ketua mahkamah agung pengadilan tinggi Allahabad, mengatakan kepada BBC bahwa tindakan pihak berwenang "sangat tidak adil".
"Bahkan jika ada beberapa kesalahan dalam konstruksi yang melampaui rencana yang telah disetujui, pihak berwenang bisa saja mengenakan denda berdasarkan peraturan negara bagian," katanya.
"Paling tidak, mereka bisa memberi keluarga kesempatan untuk memberi penjelasan."
Ali mengatakan pembongkaran itu dimaksudkan untuk menimbulkan ketakutan pada umat Islam.
"Pesannya adalah agar seluruh masyarakat sipil Muslim di negara bagian itu berhenti memperjuangkan hak-hak sipil dan politik mereka," katanya.
Penghancuran rumah keluarga Mohammad berdampak jelas pada para tetangganya.
Kareli, tempat rumah itu berada, biasanya merupakan daerah yang ramai. Sebagian besar dihuni oleh Muslim tetapi beberapa keluarga Hindu juga tinggal di sana.
Pada hari biasa, jalan-jalan yang saling terhubung menunjukkan campuran pemandangan dan suara yang bising dan semarak - pedagang mengunyah tembakau, sapi meringkuk di ambang pintu, dan toko-toko yang ramai dengan pembeli sementara sepeda motor berjalan zig-zag melewati kerumunan.
Tetapi sehari setelah pembongkaran, daerah itu hening dan ada atmosfer ketakutan di udara.
Beberapa warga menolak berbicara, mengatakan mereka takut akan pembalasan jika mereka mengutarakan pikiran mereka. Banyak yang takut untuk keluar, suara mereka berubah menjadi bisik-bisik saat melihat orang asing.
Seorang tetangga yang tidak mau disebutkan namanya ingat betapa bangganya Mohammad pada rumahnya, terus-menerus melakukan perbaikan.
Seorang pria lain, yang juga tidak ingin namanya disebut, mengatakan ia ingin tahu mengapa rumah-rumah warga Muslim menjadi sasaran dugaan pembangunan ilegal.
"Ratusan properti di kota ini akan kekurangan dokumentasi yang lengkap jika seseorang melakukan survei," katanya.
"Anda tidak bisa berkeliling dan menghancurkan semuanya - kota akan terlihat seperti kota hantu."
Bagi keluarga Fatima, rasa perih telah diperparah dengan rasa ketidakadilan. Hanya beberapa minggu yang lalu, kata dia dan saudara laki-lakinya, mereka merayakan Idul Fitri, "ketika rumah itu diselimuti kebahagiaan".
"Anda tidak hanya menghancurkan rumah, Anda menghancurkan sebuah keluarga," kata Fatima.
"Dan separuh dari diri kami ikut terkubur di bawah puing-puing."
Laporan tambahan oleh Vivek Singh di Prayagraj