Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Debat Capres Berpengaruh terhadap Pemilih Mengambang?
Debat capres-cawapres dinilai kurang berpengaruh terhadap elektabilitas pasangan calon, menurut pengamat. Akan tetapi, tim sukses capres-cawapres meyakini bahwa debat tersebut akan sangat penting bagi elektabilitas para calon.
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, menyimpulkan berdasarkan kajian elektabilitas yang ia lakukan bahwa debat capres-cawapres tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suara pemilih.
“Kalau mengukur elektabilitas dari hasil survei sebelum debat dan hasil survei setelah debat, dari rangkaian pilpres 2004 sampai 2019 kemarin, pengaruh debat tidak terlalu besar sebenarnya,“ jelasnya.
Sebab, ia mengatakan orang-orang yang menonton debat cenderung sudah menjadi pengikut setia alias partisan. Sementara, para pemilih mengambang atau undecided voters kebanyakan tidak berminat atau tidak terjangkau oleh debat tersebut.
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas periode 29 November hingga 4 Desember 2023, sebanyak 28,7% responden belum menentukan pilihan menjelang Pilpres 2024.
Di sisi lain, Direktur Algoritma Research and Consulting sekaligus dosen ilmu politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menilai debat capres masih dapat mempengaruhi masyarakat yang mencari kejelasan terkait program yang diusung masing-masing paslon.
“Karena dugaan saya itu akan bisa merubah keadaan dalam elektabilitas capres-cawapres,“ ungkap Aditya.
Hasil survei terbaru periode November-Desember 2023 dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Indikator Politik dan Litbang Kompas menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo-Gibran berada di peringkat satu.
Di sisi lain, perbedaan elektabilitas Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud masih sengit dalam memperebutkan peringkat kedua.
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Aiman Witjaksono, mengatakan debat menjadi kesempatan bagi paslon untuk meningkatkan elektabilitas.
Sementara, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Herzaky Mahendra Putra, menilai debat capres-cawapres tidak akan membuat banyak perubahan terhadap elektabilitas para calon.
Sedangkan Juru Bicara Tim Nasional Pemenangan (Timnas) Anies-Muhaimin, Angga Putra Fidrian, mengatakan debat capres-cawapres berpotensi meningkatkan suara 5-6%, namun upaya kampanye di lapangan masih lebih berpengaruh pada elektabilitas.
Apakah debat capres-cawapres akan berpengaruh terhadap elektabilitas paslon?
Pendiri lembaga riset SMRC sekaligus doktor ilmu politik lulusan Ohio State University, Saiful Mujani, mengatakan bahwa selama empat kali pemilihan presiden, perbandingan suara sebelum debat dan pascadebat tidak menunjukkan perubahan signifikan.
Bahkan, jumlah orang yang menonton debat capres yang disiarkan secara langsung pun cenderung sedikit dibandingkan dengan total pemilih 204 juta orang.
“Jadi dilihat dari pengaruhnya terhadap elektabilitas pasangan. Kalau kita bandingkan, sebelum debat dan setelah debat itu perubahannya tidak banyak, tidak signifikan,” kata Saiful kepada BBC News Indonesia.
Ia menyebut beberapa faktor yang membuat debat kurang berpengaruh, di antaranya minim akses terhadap debat dan minat masyarakat yang cenderung kecil.
Selain itu, materi dan substansi debat kurang menunjukkan perbedaan antara para pasangan calon. Sehingga, masyarakat sulit membedakan calon mana yang lebih baik ataupun lebih buruk, katanya.
Oleh karena itu, ia menyebut debat capres-cawapres lebih bersifat seremonial.
“[Debat] menunjukkan kepada publik kebersamaan [antarcalon], yang sebetulnya baik, tapi ini suasana kontestasi. Kontestasi harus dibuat beda antarcalon. Kalau sama semua, buat apa ada kontestasi?” katanya.
Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, mengatakan debat capres-cawapres masih memiliki peran penting, khususnya dalam mengedukasi publik tentang program-program dan visi-misi yang akan dibawa para paslon.
“Orang memang menantikan debat, karena dalam beberapa pekan terakhir saja sudah ada banyak informasi terkait itu. Termasuk kontroversi terkait cawapres ikut atau tidak di dalam debat itu,” kata Aditya.
Ia mengatakan masyarakat lebih memperhatikan substansi ketimbang hanya mengenal sosok atau figur yang berkontestasi dalam pilpres.
Oleh karena itu, debat capres-cawapres menjadi sarana untuk membantu publik dalam menentukan pilihan.
“Debat menjadi bagian dari partisipasi publik juga, bahwa semuanya harus benar-benar memperhatikan dan paslon-paslon ini harus bisa menarik perhatian mereka,” ungkapnya.
Peneliti senior pusat riset politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan cuplikan video dari lima kali debat capres memiliki peluang tinggi untuk tersebar di media sosial setelah diolah oleh khalayak umum.
Karena segala sesuatu dapat diviralkan dengan sangat cepat lewat media sosial.
“Sekarang setiap momen dengan asyik dan beraninya itu betul-betul diviralkan momennya, dan itu membuat orang juga tahu apa yang terjadi. Asam sulfat misalnya, itu luar biasa viralnya,” kata Firman, yang merujuk pada kejadian ketika cawapres Gibran Rakabuming Raka salah menyebut asam folat sebagai asam sulfat.
Hanya saja, ia menilai minat masyarakat untuk menonton debat secara langsung masih tergolong rendah. Mereka lebih memilih untuk mengolah dan mencerna informasi yang muncul di media sosial pasca-debat.
Apakah debat dapat meyakinkan para pemilih mengambang untuk menentukan pilihan?
Saiful Mujani mengatakan bahwa biasanya masyarakat yang menonton debat capres-cawapres adalah mereka yang sudah menentukan pilihan terlebih dahulu, bukan orang yang ‘kosong atau undecided voters’.
“Jadi orang yang menonton itu meneguhkan apa yang mereka yakini selama ini tentang calon presiden. Oleh karena itu [mereka] jadi bias karena melihat substansi debat itu sendiri, jadi partisan penontonnya.
“Karena sudah partisan, pengaruhnya tidak signifikan. Dan sikap partisipan ini jauh lebih kuat daripada argumen yang rasional.” kata Saiful.
Sementara, para pemilih mengambang cenderung tidak berminat untuk menonton debat capres-cawapres atau mereka tidak memiliki akses untuk menontonnya. Sebab, sebagian besar dari pemilih mengambang berasal dari kelas menengah bawah, bukan menengah atas.
“Mereka belum memilih bukan karena mereka sedang menunggu argumen program mana yang lebih bagus, tidak. Mereka belum terjangkau saja, belum termobilisasi langsung atau belum mendapat sembako,” ujarnya.
Peneliti senior BRIN, Firman Noor, mengatakan suara mengambang dapat menjadi penentu yang signifikan terhadap kemenangan kandidat pilpres. Bahkan para swing voters yang saat ini sudah memiliki pilihan, masih bisa berubah pikiran menjelang pencoblosan nanti.
“Jadi ini besar sebetulnya, 28% ini sangat besar. Dan ini sebenarnya peringatan, kita tahu dalam survei itu orang akan ditanya juga, apakah Anda sudah pasti dengan pilihan Anda atau masih bisa berubah,” kata Firman.
Oleh karena itu, ia mengatakan pilihan para pemilih mengambang masih dapat berubah seiring waktu. Karena masa kampanye yang terus bergulir dapat membuka peluang bagi elektabilitas calon untuk meningkat pesat maupun jatuh dalam sekejap.
“Meskipun dia pilih Prabowo [di survei] tapi belum tentu juga. Jadi ada yang bilang jangan GR [gede rasa] dulu, jangan siap-siap baju safari buat pelantikan dulu dengan situasi sekarang. Karena undecided votersnya masih besar,” tuturnya.
Bagaimana tanggapan para timses?
Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono, mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha untuk meyakinkan para pemilih mengambang yang jumlahnya cukup besar agar memilih calon pasangan paling unggul bagi mereka.
Ia berharap bahwa debat capres-cawapres dapat mendongkrak elektabilitas Ganjar-Mahfud karena ia percaya kompetensi paslon dalam debat memiliki kemampuan untuk meningkatkan suara.
“Karena kami yakin sekali pasangan yang paling siap debat adalah pasangan Ganjar-Mahfud. Karena punya pengalaman yang lengkap, legislatif, yudikatif, eksekutif. Dan juga punya kapabilitas yang terbaik di antara capres-cawapres yang lain,” katanya.
Juru Bicara TKN Prabowo-Gibran, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan bahwa elektabilitas paslonnya unggul karena timnya memiliki basis pemilih yang kuat dari masing-masing partai koalisi dan sosok Prabowo memiliki daya tarik yang ‘melebihi partai’.
Oleh karena itu, ia tidak yakin debat capres-cawapres akan mengubah elektabilitas secara drastis.
“Kalau misalnya ada yang masih berharap debat menjadi suatu momentum atau game changer, bagi kami mungkin harapan putus asa itu. Karena sebenarnya yang paling penting adalah bagaimana penerimaan masyarakat ketika bertemu di lapangan,” kata Herzaky.
Juru Bicara Timnas Anies-Muhaimin, Angga Putra Fidrian, mengatakan bahwa debat capres-cawapres menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan gagasan dan mereka serius dalam menyikapinya.
Namun, ia mengatakan pengaruh debat capres-cawapres terhadap elektabilitas hanya di kisaran 5-6%.
“Jadi kita berharap debat ini bisa menambah elektabilitas kita. Meskipun kami tetap percaya di lapangan lebih bermanfaat,” ujar Angga.
Seperti apa format debat Pemilu 2024?
Pada Pilpres 2024, sesuai UU Pemilu, ada tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres. Akan tetapi, cawapres turut mendampingi pasangannya saat debat capres. Demikian halnya saat debat cawapres.
Namun, perbedaannya ada pada proporsi bicara masing-masing capres dan cawapres, tergantung agenda debat hari itu, apakah debat capres atau debat cawapres.
"Supaya publik makin yakin dengan teamwork [kerja sama] antara capres dan cawapres dalam penampilan di debat," kata Hasyim kepada wartawan, Kamis (30/11).
Debat capres-cawapres akan diselenggarakan sebanyak lima kali, dengan tema yang berbeda untuk setiap debat.
Debat pertama 12 Desember 2023: Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi.
Debat kedua 22 Desember 2023: Pertahanan, Keamanan, Geo Politik, dan Hubungan Internasional.
Debat ketiga 7 Januari 2024: Ekonomi (Kerakyatan dan Digital), Kesejahteraan Sosial, Investasi, Perdagangan, Pajak (Digital), Keuangan, Pengelolaan APBN dan APBD, Infrastruktur.
Debat keempat 14 Januari 2024: Energi, SDA, SMN, Pajak Karbon, Lingkungan Hidup, dan Agraria, dan Masyarakat Adat.
Debat kelima 4 Februari 2024: Teknologi Informasi, Peningkatan Pelayanan Publik, Hoaks, Intoleransi, Pendidikan, Kesehatan (Post-COVID Society), dan Ketenagakerjaan.
Selain jadwal dan tema itu, debat capres dan cawapres akan berlangsung selama 150 menit, di mana 120 menit untuk segmen debat dan 30 menit untuk jeda iklan. Model debat dengan format kandidat-moderator, dengan pendalaman materi yang dipandu oleh moderator.