Konten Media Partner

Denmark Tarik Ramen Korea karena Terlalu Pedas - Apakah Mengonsumsi Cabai Punya Efek Samping bagi Kesehatan?

18 Juli 2024 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Denmark Tarik Ramen Korea karena Terlalu Pedas - Apakah Mengonsumsi Cabai Punya Efek Samping bagi Kesehatan?

Denmark Tarik Ramen Korea karena Terlalu Pedas - Apakah Mengonsumsi Cabai Punya Efek Samping bagi Kesehatan?
zoom-in-whitePerbesar
Mie ramen instan telah dilarang di sejumlah negara Eropa karena mengandung terlalu banyak ekstrak cabai capsaicin. Tapi apakah capsaicin benar-benar berbahaya bagi kesehatan?
Merek ramen instan asal Korea Selatan ditarik oleh badan makanan Denmark karena beberapa variannya disebut berisiko menyebabkan “keracunan akut”.
Di Amerika Serikat, seorang remaja yang memiliki kondisi kesehatan khusus meninggal dunia setelah mengikuti tantangan makan makanan pedas.
Penyebab dari kekhawatiran ini adalah capsaicin, komponen aktif dari cabai yang memberikan rasa pedas.
Tapi apakah benar memakan makanan yang mengandung begitu banyak capsaicin bisa meracuni Anda?

Apa itu capsaicin?

Capcaisin adalah senyawa yang memberikan rasa pedas dan terbakar saat kita memakan cabai. Ini adalah salah satu dari kelompok senyawa yang disebut sebagai capsaicinoid.
Ada sekitar 23 jenis capsaicinoid yang telah ditemukan dalam cabai, namun salah satu yang paling kuat adalah capsaicin.
Capsaicin memiliki tingkat kepedasan serupa dengan molekul yang disebut dihydrocapsaicin, yang umumnya ditemukan dalam konsentrasi lebih rendah pada cabai.
Badan Standar Makanan Inggris tidak mengizinkan produsen makanan menambahkan capsaicin murni ke dalam makanan karena dianggap tidak aman.
Namun tidak ada batasan berapa banyak capcaisin boleh digunakan jika terdapat secara alami dalam ekstrak cabai.

Gejala apa yang dapat ditimbulkan oleh konsumsi capsaicin?

Denmark bukanlah negara pertama yang memperingatkan warganya agar tidak mengonsumsi makanan yang mengandung capsaicin dalam kadar tinggi. Peringatan serupa juga disampaikan oleh Institut Federal untuk Penilaian Risiko di Jerman (BfR).
Capsaicinoid bisa menyebabkan nyeri dan peradangan karena mengaktifkan reseptor nyeri yang disebut TRPV.
Kondisi itu memicu sejumlah gejala. Menurut BfR, penelitian pada manusia menunjukkan bahwa mengkonsumsi capsaicinoid dalam dosis tinggi dapat menyebabkan mulas, refluks, mual, diare, serta nyeri di perut dan dada.
Capcaisin adalah senyawa yang memberikan rasa pedas dan terbakar saat kita memakan cabai.
Konsumsi capsaicinoid dalam kadar tinggi juga dapat menyebabkan keringat dingin, perubahan tekanan darah atau pusing. Namun belum ada cukup data untuk mengklarifisi pada dosis berapa kondisi itu bisa terjadi.
“Ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi individu tentang kepedasan dan rasa sakit. Data yang tersedia mengenai hubungan dosis-respons capsaicinoid juga terbatas. Jadi tidak ada rekomendasi umum yang bisa ditetapkan untuk konsumen mengenai batasan kesehatannya,” kata juru bicara BfR.
Namun berdasarkan data dari penelitian terhadap manusia, BfR menambahkan bahwa asupan 0,5 hingga 1 mg atau lebih capsacinoid dapat menyebabkan efek ringan seperti rasa hangat, tekanan di perut bagian atas, atau mulas.
“Efek samping nyata dapat terjadi pada asupan sekitar 170 mg. Sebuah kasus rawat inap di mana seorang pasien mengonsumsi sekitar 600 mg capsaicinoid telah dilaporkan,” kata BfR.
Kasus itu terjadi pada pasien berusia 27 tahun yang mengikuti kompetisi makan cabai di Berlin, Jerman. Dia mengonsumsi empat cabai Bhut Jolokia serta makanan-makanan pedas lainnya.
Cabai jenis Bhut Jolokia atau yang dikenal sebagai “cabai hantu” diperkirakan memiliki tingkat kepedasan sekitar 1-1,2 juta SHU pada Skala Scoville (skala untuk mengukur tingkat kepedasan suatu zat). Ini adalah salah satu cabai terpedas di dunia.
Sekitar 2,5 jam setelah memakan makanan pedas tersebut, pria itu mulai merasa sakit perut dan mengalami pembengkakan parah pada perutnya. Malam harinya, dia pergi ke unit gawat darurat di Rumah Sakit Helios Berlin-Buch.
Dokter tidak menemukan penyakit lain. Pria itu kemudian diberi sejumlah obat penghilang rasa sakit yang dapat meredakan sementara.
Sekitar 12 jam setelah makan cabai, pria itu muntah dan perlahan mulai membaik.
Tetapi, capcaisin tidak hanya menimbulkan gejala karena dimakan.
"Dalam jangka pendek, capsaicin dapat menyebabkan iritasi, ketidaknyamanan dan rasa sakit," kata Christian Moro, profesor ilmu pengetahuan dan kedokteran di Universitas Bond di Australia.
"Jika masuk ke mata, itu bisa sangat menyakitkan, dan menyebabkan penglihatan kabur. Jika terhirup, bisa menyebabkan batuk berkepanjangan, dan bahkan merangsang kambuhnya penyakit seperti asma,” sambung Moro.
Meski demikian, Moro mengatakan gejala yang ditimbulkan akibat makan capsaicin tidak perlu dikhawatirkan.
"Capsaicin mengaktifkan saraf kita dan inilah yang membuat tubuh Anda terasa seperti terbakar, tapi itu sebenarnya cuma sensasi, dan tidak membahayakan kita," kata dia.

Apakah gejala-gejala ini berbahaya?

BfR mengatakan bahwa dosis tinggi capsaicin dapat menyebabkan "keracunan serius" pada anak-anak, tetapi tidak diketahui berapa tepatnya dosis yang dapat memicu gejala ini.
Beberapa memperkirakan bahwa dosis mematikan capsaicin pada manusia adalah sekitar 500-5.000 mg per kilogram berat badan.
Ini setara dengan sekitar 35.000mg capsaisin pada seseorang dengan berat 70kg.
Dalam 100g paprika Jalapeno mengandung sekitar 15mg capsaicin, sementara jumlah yang sama dari paprika Scotch Bonnet mengandung sekitar 260mg. Bhut Jolokia mengandung sekitar 4.000mg untuk setiap 100g cabai segar.
Namun Moro mengatakan, tidak ada kasus overdosis capsaicin yang dilaporkan pada manusia.
Sebuah ulasan berusia 10 tahun, The Two Faces of Capsaicin, merinci percobaan laboratorium dengan hewan pengerat yang menghubungkan capsaicin dengan tanda-tanda kanker di perut dan hati. Ada pula penelitian pada manusia di mana efek capsaicin ditemukan menyebabkan "pendarahan mikro" pada perut, tetapi penelitian-penelitian lainnya yang tidak menunjukkan gejala-gejala ini.
Konsumsi capsaicinoid dalam kadar tinggi juga dapat menyebabkan keringat dingin, perubahan tekanan darah atau pusing
Tinjauan umum lainnya dari tahun 2022, yang menganalisis 11 tinjauan sistematis dan meta-analisis, menyimpulkan bahwa efek kesehatan dari makanan pedas dan masih belum pasti. Bukti-bukti yang mereka dapatkan pun tidak cukup kuat.
“Saya sering ditanya, ‘Apakah makan cabai yang sangat pedas akan membunuh Anda?’ Jawabannya, seperti banyak hal lainnya dalam hidup, adalah ‘ya dan tidak’,” kata Paul Bosland, profesor ilmu tanaman dan lingkungan di New Mexico State University yang merupakan salah satu ahli cabai terkemuka di dunia.
"Cabai memang dapat menyebabkan kematian, tapi tubuh kebanyakan orang akan goyah jauh sebelum mencapai titik itu."
Dengan kata lain, tubuh kita akan mengeluarkan makanan yang mengandung capsaicin sebelum kita bisa mengonsumsi cukup banyak pada dosis yang mematikan.
"Seseorang harus terus makan cabai yang sangat pedas, sampai berkeringat, gemetar, muntah, dan mungkin merasa ingin pingsan. Jadi, bisa dikatakan bahwa cabai yang sangat pedas tidak akan membunuh Anda," kata Bosland.

Apakah sebagian orang kebal terhadap risikonya?

Seperti banyak makanan dan minuman lainnya, reaksi tubuh seseorang terhadap capsaicin akan berbeda dengan orang lain. Ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut BfR, mengonsumsi capsaicin dapat menyebabkan respons yang berbeda pada setiap orang. Misalnya, anak-anak atau orang yang jarang makan makanan pedas mungkin lebih sensitif dibandingkan orang yang rutin mengkonsumsinya.
Sebuah studi menemukan bahwa capsaicin dapat menyebabkan iritasi pada orang yang memiliki sindrom iritasi usus besar, namun tidak demikian pada orang yang sehat.
Dalam studi itu, peneliti memberi makanan normal, makanan pedas, atau makanan standar dengan 2g cabai dalam kapsul kepada 20 orang dengan masalah iritasi usus besar, 38 orang sehat.
Pada orang yang sehat, makanan pedas dan yang menggunakan kapsul cabai hanya menyebabkan ketidaknyamanan yang ringan di perut. Sedangkan pada yang memiliki iritasi usus besar, makanan itu menyebabkan sakit perut yang signifikan dan rasa terbakar.
Selain itu, BfR mengatakan bahwa orang dengan masalah pencernaan seperti penyakit refluks dapat bereaksi lebih terhadap asupan capsaicinoid pada saluran pencernaan.
Bagi orang dengan penyakit kardiovaskular, ada pula risiko karena gejala peredaran darah berkaitan dengan konsumsi cabai dalam jumlah banyak.
Menurut Bosland, efek dari makan cabai juga tergantung seberapa terbiasa seseorang makan makanan pedas.
"Setiap manusia memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap capsaicinoid, jadi apa yang mungkin terasa sangat pedas bagi satu orang bisa terasa biasa saja bagi orang lain," kata Bosland.
Tidak hanya itu, kita juga bisa menjadi terbiasa dengan rasa panas dan pedas dari cabai apabila memakannya secara rutin.
Sebuah penelitian di Tawain, misalnya, menemukan bahwa paparan capsaicin secara teratur dapat mengurangi gejala sakit maag karena tubuh menjadi lebih toleran terhadapnya.
Bahkan orang yang terbiasa dengan makanan pedas dapat menganggap makanan dari budaya lain terlalu pedas.
“Suatu waktu saya kedatangan dua ilmuwan cabai, satu dari China dan satu lagi dari India, di laboratorium saya,” tutur Bosland.
"Saya mengajak mereka makan siang, dan saat kami menyantap enchilada, ilmuwan dari China bercerita bahwa saat dia mengunjungi India, makanannya terasa lebih pedas daripada di China."
"Ilmuwan dari India kemudian mengatakan, 'Saya mengalami reaksi yang sama ketika saya mengunjungi China!"
Meskipun kedua ilmuwan tersebut berasal dari negara yang terkenal dengan makanan pedasnya, masing-masing mengira makanan yang lain lebih pedas, kata Bosland.

Manfaat kesehatan

Sepanjang sejarah, cabai telah digunakan sebagai obat kesehatan. Pengobatan modern juga menggunakan capsaicin.
Ekstrak cabai digunakan dalam formulasi banyak obat-obatan, termasuk produk topikal untuk meredakan nyeri, migrain, sakit kepala, dan psoriasis.
Capsaicin bahkan telah disarankan oleh para peneliti sebagai obat untuk pencegahan dan terapi kanker lambung.
Selain kekhawatiran seputar potensi efek samping capsaicin, Moro mengatakan banyak penelitian telah menemukan bahwa mengonsumsi capsaicin secara teratur mungkin juga memiliki beberapa manfaat kesehatan, karena antioksidan dan senyawa yang meningkatkan kesehatan.
Mengonsumsi capsaicinoid dosis tinggi dapat menyebabkan mulas, refluks, mual, diare, dan nyeri di perut.
Menurut sejumlah penelitian, konsumsi capsaicin secara rutin dapat berkontribusi menurunkan risiko, memperlambat perkembangan sejumlah kondisi seperti tekanan darah tinggi, sindrom metabolik, dan obesitas.
Meski konsumsi capcaisin kadang-kadang dianggap menyebabkan tukak lambung, ada bukti yang menunjukkan bahwa hal ini sebenarnya dapat membantu mencegah dan menyembuhkan.
"Mengonsumsi cabai juga berarti kita akan lebih jarang mengonsumsi garam, sehingga menjadi alternatif garam yang sangat baik dan sehat dalam banyak makanan," kata Moro.
Meskipun ada beberapa kekhawatiran tentang kadar capsaicin yang tinggi yang menyebabkan reaksi yang merugikan pada beberapa orang, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa konsumsi wajar dapat menyebabkan dampak buruk selain sensasi terbakar.
Sebaliknya, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa mengonsumsi sedikit capsaicin dalam makanan kita justru bermanfaat.
Namun ada satu misteri masih tersisa: apakah China atau India yang memiliki makanan paling pedas? Jawabannya mungkin masih akan terus diperdebatkan.
Versi Bahasa Inggris dari artikel ini yang berjudul Capsaicin: The kick from your chilli can have side effects dapat Anda baca di BBC Future.