Konten Media Partner

Di Balik Film Animasi Jumbo: Mengungkap Cara Anak Memproses Duka

17 April 2025 16:15 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trailer film animasi Jumbo dirilis di XXI Plaza Senayan, Rabu (12/2/2025).  Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Trailer film animasi Jumbo dirilis di XXI Plaza Senayan, Rabu (12/2/2025). Foto: Istimewa
Menurut psikolog klinis, Olphi Disya Arinda, cara ini merupakan upaya untuk menjaga ikatan dan menenangkan diri bagi anak-anak yang telah kehilangan orang yang mereka cintai.
"Imajinasi memberikan anak-anak 'ruang aman' untuk mengekspresikan emosinya yang mungkin terlalu besar atau membingungkan untuk diungkapkan secara langsung," kata Disya.
Hingga Kamis (17/04), film garapan Visinema Studios ini telah ditonton sekitar 4 juta orang dalam dua pekan penayangannya di bioskop.
Jumlah ini menjadikan Jumbo sebagai film animasi terlaris se-Asia Tenggara, dengan pendapatan mencapai US$8 juta (sekitar Rp134 milar). Di dalam negeri, Jumbo juga memecahkan rekor sebagai film animasi terlaris sepanjang masa di Indonesia.
Film yang disutradarai Ryan Adriandhy, diproduseri Anggia Kharisma dan Novia Puspa Sari, serta melibatkan lebih 400 animator di Indonesia itu melampaui pencapaian Si Juki the Movie pada 2017.

Sinopsi film 'terlaris se-Asia Tenggara'

Film Jumbo bercerita tentang petualangan Don, anak yang sering diolok-olok oleh teman-temannya dengan panggilan "Jumbo" karena badannya yang besar.
Don yang telah kehilangan kedua orang tuanya pun ingin membuktikan diri kepada anak yang suka merundungnya dengan cara memenangkan pentas pertunjukan bakat.
Dia pun berencana menampilkan drama panggung yang terinspirasi dari buku dongeng peninggalan ayah dan ibunya.
Namun, rencana Don tidak berjalan mulus karena bukunya dicuri. Di tengah pencarian itu, Don bertemu dengan sesosok arwah bernama Meri, yang meminta pertolongan Don untuk disatukan kembali dengan makam keluarganya yang dirusak.
Don dan Meri pun saling membantu untuk menggapai keinginan masing-masing. Petualangan mereka berujung pada nilai-nilai persahabatan, keberanian dan empati.

'Animasi terbagus sampai sekarang'

Azelia, 37 tahun, bersama suami dan kedua anaknya menonton film Jumbo di bioskop, Sabtu (12/04).
Rangkaian kekaguman dilayangkan dirinya usai menonton film itu.
Pujian pertama adalah grafik animasi yang memukau. Bahkan, Azelia membandingkan Jumbo dengan film kartun garapan studio animasi papan atas dunia.
"Animasi karya Indonesia terbagus sampai sekarang, lihatnya kayak animasi Pixar," kata Azelia yang juga memuji lagu-lagu yang diputar dalam film itu.
Mungkin Anda tertarik:
Tidak hanya menyajikan pesta warna animasi yang memukau mata, alur ceritanya juga disebut mengundang rasa takjub Azelia.
"Cerita terkait ayah, ibu, nenek dan sahabatnya [Don] yang menyentuh hati, sampai anak-anak [saya] menangis tapi happy. Happy banget rasanya," ujar Azelia.
Kendati begitu, dia mengaku masih menyimpan pertanyaan tentang beberapa alur cerita dalam film itu. Azelia juga mengatakan, Jumbo memiliki pesan moral yang mendalam bagi dirinya dan anak-anaknya.
"Hidup itu pasti ada cobaan, tapi harus dihadapi kayak Don yang selalu semangat."
Selain Azelia, pujian atas film ini juga datang dari warganet. Di ulasan Google, seorang yang mengaku telah menonton menyebut bahwa Jumbo adalah "salah satu animasi lokal yang bikin hati campur aduk! Mulai dari kagum, ketawa, kesel, sedih, sampai terharu, mixed feeling banget."
Pengulas lain menyebut bahwa "Jumbo Film animasi Indonesia terbaik 2025. Cerita dapat memberikan kesan dan pesan yang menggugah emosi penonton. Sinematografi digarap dengan sangat baik. Pergerakan animasi 3D-nya sangat smooth."

Pro-kontra di jagad maya

Selain pujian, film Jumbo juga mendapat kritikan dari warganet yang lain.
Masih dari ulasan film Jumbo di Google, seorang pengulas menuliskan film ini "Sangat buruk, tidak mencerminkan film ksatria pada anak-anak."
"Don sebagai jumbo memiliki karakter serakah, tidak empati, tidak menepati janji, dan egois mementingkan diri sendiri, di mana ini tidak baik di konsumsi anak-anak, terlebih Don sebagai pemeran utama. Dan tidak relevan ada setan-setan yang harus bantu, ini tidak mendidik anak-anak," tulisan ulasan tersebut.
Pengulas lain mengatakan, "Film anak-anak kok soal hantu, gusur makam? Ga ada tema lain? Sayang banget sih, kenapa harus dikaitkan dengan mahluk lain yang alamnya berbeda. Itu enggak banget buat tontonan anak kecil."
Ada juga yang berkata, "Film yang bagus, namun mengandung kemusyrikan dan mengajarkan anak bekerjasama dengan jin."
Namun, beberapa warganet memandang kehadiran hantu itu dengan cara pandang yang berbeda. Salah satunya adalah akun X, bernama @angginoen.
Akun ini pun menambahkan cuitanya di X.
"Ada teman punya cerita: Pakdenya meninggal, dia ditanya sama anaknya; kenapa Mbah Pakde kok diem? Dijawablah; mbah pakde mau ke surga. Lalu mereka berangkat ke makam, si anak masuk gerbang dan bertanya 'ini surga ya?'. Dalam duka ada cara gagasan tentang semesta menyelinap. Itulah warna.."
Warganet lain mengatakan, "Masa sih film Jumbo menyentuh batas aqidah karena ada tokoh hantu di filmnya. Apa kabarnya Casper, Scoobydoo, Doraemon dll. Kalau kaya begitu semua film kartun musrik dong, Capek banget, namanya juga Hiburan animasi fantasi."
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Senada dengan pandangan itu, Azelia berkata kehadiran sosok hantu dalam film Jumbo tak membuatnya gusar, terutama bagi anak-anaknya
"Selama dikemas dengan baik ya enggak masalah. Orangtua hanya tinggal kasih tahu saja," katanya.
Usai menonton Jumbo, Azelia bercerita bahwa dirinya menjelaskan ke anak-anaknya tentang sosok hantu dalam film itu.
"Jadi yang di film itu cuma cerita bohongan aja. Tetap menjelaskan ada makhluk bernama jin yang enggak bisa manusia lihat'."
"Mereka juga enggak bisa menganggu kita. Jadi enggak perlu takut. Dan mereka juga enggak merasa filmnya seram, tapi suka ceritanya."
Dalam buku berjudul Jagapati Bumi: Mitos-mitos Pengawal Nusantara yang ditulis oleh Anna Farida dan diterbitkan Kemendikbud Ristek pada 2023 lalu, cerita dan dongeng tentang penciptaan alam, dunia gaib, dan dunia yang tak terlihat, cukup lekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
"Kisah-kisah itu diceritakan turun temurun. Kalian kemudian mengenalnya sebagai mitos. Dalam mitos-mitos itu termuat berbagai rahasia, banyak pesan tersembunyi," bunyi dalam buku itu.
Buku itu juga menjelaskan bahwa setiap suku bangsa Indonesia memiliki mitos khas yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagai catatan, Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnis dan 1.340 suku bangsa.
Di balik kisah-kisah dongeng masa lalu itu terdapat pesan penting, yaitu "orang-orang terdahulu hendak menularkan nilai kebaikan, untuk menjaga butala [tempat manusia hidup], menjadi jagapati [pengawal] bumi."

'Memproses duka melalui imajinasi'

Imajinasi disebut adalah alat alami dan penting bagi anak-anak untuk memahami dan mengatasi kesedihan yang mereka rasakan.
Terlepas dari pro-kontra itu, akun X bernama @subtlelotus memandang film Jumbo dari sisi yang berbeda. Dia bercerita terdapat satu adegan dari film yang begitu berkesan dan menyentuh dirinya.
Adegan itu mengambarkan tentang "bagaimana seorang anak menggunakan imajinasinya untuk menghadirkan sosok orang tuanya yang sudah tiada ke dunia nyata."
Senada, psikolog klinis, Olphi Disya Arinda, juga menyebut Jumbo menyimpan pesan tentang bagaimana anak-anak memproses duka melalui imajinasi cerita, gambar dan permainan peran.
Disya berkata, imajinasi adalah alat alami dan penting bagi anak-anak untuk memahami dan mengatasi kesedihan yang mereka rasakan.
Imajinasi, ujarnya, digunakan karena kapasitas anak-anak dalam menyampaikan apa yang mereka rasakan, memahami diri sendiri, apalagi dunia di sekitar, sangat terbatas.
"Imajinasi memberikan anak-anak 'ruang aman' untuk mengekspresikan emosinya yang mungkin terlalu besar atau membingungkan untuk diungkapkan secara langsung karena anak-anak ini masih bertumbuh," katanya.
Disya pun memandang cara itu bukan tanda dari adanya sebuah gangguan pada anak. Sebaliknya dia melihat hal itu "justru cara sehat bagi mereka untuk menjaga ikatan dan menenangkan diri saat menghadapi kenyataan mereka lagi kehilangan."
"Aktivitas ini juga bisa membantu mereka membentuk makna atas kehilangan, dan juga melibatkan proses pemulihan secara emosional."