Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
Di Balik Foto Kawanan Anjing yang Berlari di Atas Lautan Es Greenland yang Mencair
29 Maret 2025 18:10 WIB
Di Balik Foto Kawanan Anjing yang Berlari di Atas Lautan Es Greenland yang Mencair
Pada Juni 2019, foto kawanan anjing husky yang tampak berjalan di atas air di Greenland mengejutkan khalayak dunia dan dengan cepat menjadi viral.
Foto tersebut diabadikan oleh Steffen Olsen, seorang ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Denmark dan pimpinan Blue Action, sebuah proyek Eropa yang menyelidiki dampak perubahan Arktik terhadap cuaca dan iklim.
"Reaksi publik mengejutkan saya," kata Olsen. "Saya terkejut bahwa begitu banyak orang melihat foto itu sebagai foto yang indah. Saya melihatnya sebagai situasi yang menakutkan."
Alasannya karena anjing-anjing itu sebenarnya sedang berlari di atas lautan es yang mencair di Inglefield Bredning, laut sepanjang 80 km di Greenland barat laut.
"Saya belajar melihat foto itu sebagai ilusi. Orang tidak melihat lautan es, tetapi anjing berjalan di atas air," kata Olsen.
Olsen mengambil foto itu saat bepergian dengan tim ilmuwan guna memantau kondisi laut dan es di dekat Kota Qaanaaq, salah satu kota paling utara di dunia.
Mereka mengambil instrumen ilmiah yang telah mereka gunakan untuk penelitian selama musim dingin.
"Kami telah bepergian selama beberapa jam dan menjadi jelas bahwa pencairannya sangat ekstrem... [es] kurang lebih mencair di bawah kaki kami saat kami berjalan di atasnya," kata Olsen.
"Para pemburu lokal dan saya sangat terkejut... kami mencari tempat kering untuk mengeluarkan anjing dan kereta luncur dari air tapi tidak ada tempat kering yang tampak. Kami berbalik dan berhasil kembali ke pantai."
Anjing-anjing biasanya sangat enggan berlari ketika kaki mereka basah, kata Olsen.
"Biasanya ketika kami bertemu air, itu karena ada retakan di es laut dan anjing-anjing harus melompati air... mereka membencinya. Namun, sebenarnya cuaca sangat hangat jadi saya pikir mereka senang karena kaki mereka menjadi dingin," katanya, seraya menambahkan bahwa suhu pada hari itu mencapai 14 derajat Celscius.
Para ilmuwan berhasil mengambil instrumen mereka beberapa hari kemudian setelah air telah terkuras melalui retakan kecil di lapisan es.
"Saya punya waktu yang singkat untuk bisa melakukan perjalanan lagi sebelum es runtuh dan pecah," kata Olsen.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Olsen mengatakan bahwa ia sangat terkejut menyaksikan pencairan es yang sangat cepat ketika mengabadikan foto tersebut, pada 13 Juni 2019.
Dia mengaku hanya pernah sekali mengalami peristiwa ekstrem seperti itu selama 15 tahun melakukan penelitian di Greenland. Tidak biasanya pencairan terjadi secepat itu, jelas Olsen.
"[Pencairan semacam itu] perlu udara hangat yang tiba-tiba muncul saat salju segar masih menempel pada lautan es yang padat. Jadi, itu adalah contoh peristiwa ekstrem yang terjadi di awal musim... Masyarakat setempat mengatakan kepada saya: 'Anda harus menunggu 100 tahun untuk melihat [peristiwa seperti itu] lagi'."
Peristiwa pencairan lautan es seperti yang disaksikan Olsen biasanya baru akan terjadi pada akhir musim, yaitu akhir Juni dan Juli.
Namun, pada 2019 pencairan dimulai pada pertengahan April, sekitar enam hingga delapan minggu sebelum rata-rata tahun 1981-2020.
Kondisi tersebut memengaruhi sekitar 95% lapisan es Greenland, menurut Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS.
Peristiwa pencairan awal seperti itu dapat menimbulkan "efek bola salju" dan menyebabkan lebih banyak pencairan karena lebih sedikit salju dan es yang memantulkan sinar matahari kembali ke luar angkasa guna menjaga permukaan tetap dingin, jelas Bianca Perren, seorang paleoklimatolog di British Antarctic Survey (BAS).
Perren khusus mempelajari inti sedimen dari wilayah kutub untuk memahami variabilitas iklim jangka panjang.
Pada 2019, Greenland mengalami kehilangan es hingga 532 miliar ton, menurut sebuah studi tahun 2020.
Setiap tahun, Greenland kehilangan rata-rata 234 miliar ton es per tahun—cukup untuk memenuhi 6.324 Gedung Empire State.
"Tahun 2019 benar-benar luar biasa hangat, tetapi begitu pula tahun 2012," kata Kelly Hogan, seorang ahli geofisika kelautan di BAS yang mempelajari dampak mencairnya lapisan es Greenland.
Pada tahun 2012, periode musim panas (Juni-Agustus) lebih dari 2 derajat Celsius lebih hangat daripada rata-rata tahun 1981-2010, dan lebih dari 1,5C derajat Celcius lebih hangat untuk seluruh lapisan es.
"Kondisi ekstrem tersebut muncul lebih sering daripada yang kita duga. Terjadi setiap beberapa tahun," kata Hogan.
"Yang benar-benar khas dari Greenland adalah pencairan yang terjadi di permukaannya pada musim panas, karena jumlahnya tidak sebanyak di Antartika," kata Hogan.
"Ketika kami melihat volume air yang sangat besar [di atas es], itu benar-benar mengejutkan."
"Kolam air raksasa" di permukaan seperti terlihat dalam foto Olsen, kata Perren, karena biasanya air merembes melalui celah-celah es.
"Pada dasarnya air menyembulkan lapisan es dan mengapungkannya ke pantai. Sering kali kita tidak melihat genangan air ini, tetapi kami bisa merasakan air hangat yang dikirim ke dalam lapisan es Greenland, yang pada dasarnya menghangatkan semuanya," katanya.
Pencairan es yang cepat telah memengaruhi cara hidup masyarakat setempat. "Mereka harus menyesuaikan cara berburu dan memancing," kata Olsen.
Jika es tidak aman untuk dilalui, hal itu juga akan mempersulit para ilmuwan untuk melakukan penelitian, imbuh Olsen. "Kita harus beradaptasi dan lebih mengandalkan instrumen otomatis ketimbang pemantauan berbasis masyarakat."
Keselamatan juga menjadi perhatian, kata Perren. "Saya telah berjanji kepada putra saya bahwa saya tidak akan menginjakkan kaki di lapisan es karena sangat berbahaya."
Foto tersebut telah membantu meningkatkan kesadaran publik mengenai kerentanan Greenland terhadap perubahan iklim, kata Olsen.
"Saya benar-benar menemukan bahwa Anda dapat memperoleh banyak perhatian atas masalah tersebut melalui sebuah foto… jadi itu sangat efisien."
"Tetapi saya juga didebat oleh orang-orang yang berkata: 'bagaimana Anda dapat mengambil foto perubahan iklim?' Dan saya setuju, kita tidak dapat mengambil satu foto dan menyebutnya perubahan iklim, karena itu adalah sesuatu yang terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama," kata Olsen. "Kita perlu menjelaskan foto tersebut dan memberikan konteks yang tepat."
Foto merupakan alat yang berguna untuk memulai percakapan tentang lingkungan dan menjelaskan fenomena ilmiah, kata Perren. "Sains punya masalah komunikasi," katanya.
"Ketika saya pertama kali melihatnya pada 2019, saya berpikir: 'ya ampun, ini gambar yang sangat mengejutkan,'" tambah Perren.
"Itu adalah gambar simbolis tentang seperti apa perubahan iklim di Greenland. Namun, ada pula sisi ilmiahnya: mungkin ini belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi juga [memberi] gambaran yang sangat bagus dan simbolis tentang seperti apa masa depan nantinya."
Hogan mengatakan bahwa foto itu "benar-benar menunjukkan seberapa besar masalah [perubahan iklim]."
"Sepertinya anjing-anjing itu sedang berseluncur di atas sesuatu tanpa alas... rasanya mereka bisa tenggelam kapan saja, yang mungkin merupakan semacam metafora untuk lapisan es dan masa depan."
--
Anda dapat membaca versi bahasa Inggris dari artikel ini dengan judul 'The ice melted beneath our feet': The huskies that revealed the rapid shrinking of Greenland's ice pada BBC Future.