Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Fakta-Fakta Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Diduga Terkait Tambang Ilegal
22 November 2024 17:10 WIB
Fakta-Fakta Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Diduga Terkait Tambang Ilegal
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan, AKP Ulil Riyanto tewas ditembak oleh rekannya sesama polisi, AKP Dadang Iskandar pada Jumat (22/11) dini hari sekitar pukul 00.15 WIB.
Dadang—yang menjabat sebagai kepala bagian operasional—diduga bertentangan dengan penindakan yang dilakukan Ulil terhadap tambang yang diduga ilegal di wilayah Solok Selatan.
“Saat melakukan kegiatan [penindakan] ini, tanpa diduga sebelumnya, salah satu perwira dalam posisi kontra terhadap penegakan hukum,” ujar Kapolda Sumatra Barat Inspektur Jenderal Suharyono dalam konferensi pers di Padang, Jumat (22/11).
Oleh sebab itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mendesak agar kasus ini diungkap secara transparan, terutama soal dugaan konflik kepentingan anggota polisi terhadap tambang ilegal.
“Ini tamparan hebat bagi Polda Sumbar, gagal mengatasi kalau memang benar ada bekingan, jadi dampaknya ke internal polisi sendiri,” kata Indira ketika dihubungi.
Apa saja fakta-fakta yang sudah diketahui sejauh ini?
Tewas saat tangani kasus tambang ilegal
Kapolda Sumbar, Suharyono mengatakan motif penembakan ini masih didalami lebih lanjut.
Namun yang jelas, AKP Ulil belakangan sedang menangani penertiban tambang-tambang jenis galian C yang diduga ilegal di wilayah hukum Polres Solok Selatan.
“Beberapa di antaranya memang berizin, tapi kami juga sedang mendalami sampai detik ini yang dapat [dilakukan lewat] upaya hukum apakah yang berizin atau tidak berizin. Dari beberapa, kami akui ada izin. Di satu sisi, itu memunculkan pro kontra saat penegakan hukum itu dilakukan,” kata Suharyono.
Menurutnya, AKP Dadang berada dalam posisi menentang dengan penegakan hukum yang dilakukan Ulil dan timnya.
“Ini sesuatu yang tidak kami duga karena awalnya penegakan hukum ini sudah kami apresiasi, bahkan AKP Ulil ini sudah kami beri penghargaan,” tuturnya.
Suharyono mengaku sudah dua kali bertemu dengan AKP Ulil di rumah. Menurutnya, Ulil juga telah mendapat apresiasi atas prestasinya Ulil menindak tambang galian C yang diduga ilegal.
Ulil sendiri baru bertugas di Polres Solok Selatan selama kurang lebih satu tahun, sedangkan Dadang sudah menjadi penjabat sementara di sana selama tiga tahun.
Soal dugaan apakah AKP Dadang membekingi tambang ilegal, Suharyono mengatakan, “Kami belum mengatakan mana yang beking mana yang tidak, itu belum, itu masih terlalu prematur. Ini baru kita sampaikan peristiwanya benar terjadi, dan ada perwira kami meninggal dunia”.
Lima orang diperiksa
Sebanyak lima orang telah diperiksa sejauh ini, termasuk dua orang yang menangani kasus tambang ilegal bersama Ulil.
Selain itu, Suharyono mengatakan, ia juga akan memeriksa Kapolres Solok Selatan AKBP Arief Mukti.
"Karena sebagai komandannya langsung, pastinya tahu persis bagaimana stafnya, kinerjanya, atau conflict of interest, kami mendalami itu," kata Suharyono.
"Mohon waktu kami nanti diinfokan setelah ini," sambungnya.
Tambang ilegal masif di Solok Selatan
Solok Selatan adalah salah satu wilayah yang paling banyak ditemukan tambang ilegal.
Menurut catatan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi pada 2020, wilayah ini telah kehilangan tutupan hutan sebanyak 4.795 hektare akibat tambang ilegal. Jumlahnya pun masih terus bertambah pada tahun-tahun berikutnya.
Ketua LBH Padang Indira Suryani menduga kondisi itu langgeng lantaran tambang-tambang ilegal tersebut dibekingi oleh aparat.
"Polisi tidak mungkin tidak tahu ada tambang-tambang ilegal karena itu sangat kasat mata dan diketahui oleh umum," tutur Indira ketika dihubungi.
Kalau kasus ini terbukti dipicu oleh "bekingan" terhadap tambang ilegal, LBH Padang mendesak agar Kapolda Sumbar dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit menindaknya dengan serius.
Dia juga meminta agar kasus ini ditangani secara transparan, tidak ditutup-tutupi, dan tidak dipandang sebagai masalah internal semata.
"Kalau memang benar ini karena ada bekingan, ini tamparan hebat bagi Polda Sumbar, gagal mengatasi bekingan, jadi dampaknya ke internal polisi sendiri," ujar Indira.
Ditembak dua kali dari jarak dekat
Suharyono mengatakan Ulil ditembak di area Mapolres Solok Selatan sebanyak dua kali dari jarak dekat.
"Diperkirakan dari hasil visum dokter itu dua kali di bagian pelipis dan pipi menembus bagian tengkuk," jelas Suharyono.
“Itu di saat berada di ruangan identifikasi, saat akan mengambil handphone di kendaraannya, diikuti oleh pelaku, ditembak dengan cara yang sangat tidak manusiawi, akhirnya tewas di tempat."
Dia juga mengatakan bahwa senjata api yang digunakan pelaku adalah senjata dinasnya sebagai kepala bagian operasional.
Hasil pemeriksaan sejauh ini menunjukkan bahwa senjata tersebut berisi 15 peluru, namun sembilan peluru sudah ditembakkan.
“Dari sembilan itu, dua ditemukan di tubuh korban, tujuh lagi sedang kami selidiki,” tuturnya.
Tersangka akan dipecat secara tidak hormat
AKP Dadang Iskandar juga diklaim telah menyerahkan diri ke Polda Sumbar sekitar pukul 03.30 WIB.
Menurut Suharyono, Dadang akan dipecat secara tidak hormat.
“Dalam minggu ini kami upayakan sudah ada proses PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat). Setidak-tidaknya sampai tujuh hari ke depan,” kata Suharyono.
“Saya sudah melaporkan ke pimpinan Polri, ini tindakan yang tegas kepada siapa pun yang menghalang-halangi penegakan hukum yang mulia ini,” ujarnya.
Keluarga syok dan diselimuti duka
Mata Alphis Rudi berkaca-baca saat melihat keponakan kesayangannya terbujur kaku di dalam peti yang sudah ditutup dengan bendera merah-putih di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar pada Jumat (22/11).
Laki-laki berpangkat jenderal TNI itu tampak menahan tangis saat peti itu dibuka dan melihat jenazah keponakannya telah menggunakan pakaian rapi dengan sebuah pad berwarna cokelat di dadanya.
"Yang ingin saya nyatakan hanya satu, polisi baik melawan polisi jahat, yang menang polisi jahat," katanya saat diwawancarai wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Rudi enggan untuk bertutur lebih banyak, hanya kekecewaan yang terpancar dari wajahnya yang memerah usai terpapar sinar matahari saat upacara pelepasan jenazah yang dilakukan oleh Polda Sumbar.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, ibu dari Ulil juga disebut syok setelah mengetahui putranya tewas ditembak oleh rekannya sendiri.
"Tentunya kami sangat prihatin, kaget. Tidak disangka ini anak pergi dengan peristiwa kejadian macam itu. Anak ini, kan, melaksanakan tugas dengan baik," ujar paman korban, AKBP (Purn) Joni Mangin dilansir dari Detik.com .
Jenazah Ulil rencananya akan dimakamkan di kampung halamannya di Makassar.
Kasus berulang polisi tembak polisi
Pegiat hukum dan HAM mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit memberi atensi serius pada kasus ini, terutama perihal motif di baliknya yang diduga terkait dengan "perlindungan anggota polisi terhadap penjahat lingkungan".
"Dengan adanya penembakan dalam kasus ini mengkonfirmasi bahwa kecurigaan-kecurigaan masyarakat terhadap adanya keterlibatan polisi dalam membekingi aktivitas pertambangan di Sumatera Barat baik legal maupun ilegal, patut diduga keras benar adanya," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sumatra Barat, Ihsan Riswandi.
Ihsan juga menyoroti soal penyalahgunaan senjata api dalam kasus ini untuk melakukan tindakan kekerasan.
Senada, pengamat kepolisian dari dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan tindakan AKP Dadang menunjukkan indikasi “pragmatisme dan materialisme yang melingkupi institusi Polri”.
Wujud nyata di lapangannya, menurut Dadang, adalah prilaku menerobos aturan untuk mengumpulkan kekayaan.
“Salah satunya menjadi beking usaha ilegal mulai dari tambang, logging, fishing, maupun judi online,” kata Bambang.
Pada akhirnya, muncul tindak kekerasan yang berdasar pada pragmatisme itu.
Menurut Bambang, kasus ini adalah imbas dari ketidaktegasan pimpinan tertinggi kepolisian dalam menegakkan peraturan internal dan tebang pilih penegakan hukum sehingga memicu korban dari jajarannya sendiri.
Apa yang terjadi pada AKP Ulil juga menambah deret kasus kematian di internal kepolisian yang disebabkan konflik sesama polisi.
Pada 23 Juli 2023, Bripda Ignatius Dwi Frisco tewas diduga akibat kelalaian dua rekannya yang ingin menunjukkan senjata api.
Namun ketika dikeluarkan dari tas, senjata itu meletus dan mengenai leher Bripda IDF sehingga dia meninggal dunia.
Kemudian pada 2022, Brigadir Yoshua Hutabarat tewas ditembak oleh rekannya sesama polisi atas perintah atasan mereka, Ferdy Sambo.
Kasus itu mendapat sorotan publik lantaran ada upaya menghalang-halangi penyidikan yang dilakukan oleh Sambo dan orang-orang dekatnya di Polri.
Sambo kini menjalani vonis hukuman penjara seumur hidup karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana.
Berita ini akan terus diperbarui...