Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Konten Media Partner
Gerakan Perempuan Korsel tanpa Seks, tanpa Kencan, tanpa Menikah, dan tanpa Anak, Menyebar ke AS
19 Januari 2025 12:45 WIB
Gerakan Perempuan Korsel tanpa Seks, tanpa Kencan, tanpa Menikah, dan tanpa Anak, Menyebar ke AS
Setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, gerakan 4B yang dimulai di Korea Selatan tumbuh subur di berbagai belahan dunia. Namun mengapa para perempuan tertarik dengan gerakan tanpa seks, kencan, menikah, dan punya anak?
Min-ju ingat betul unggahan di media sosial yang menarik perhatian para perempuan dari seluruh dunia.
"Setelah pemilihan Trump, pria mengatakan aborsi adalah dosa, tetapi mereka tetap mengharapkan perempuan berhubungan seks dengan mereka. Ironi ini tidak bisa eksis bersama," seperti tertulis di unggahan itu.
Min-ju, bukan nama sebenarnya, menjalani hidup dengan prinsip 4B, yang merupakan singkatan dari ungkapan bahasa Korea untuk hidup tanpa seks, kencan, menikah, dan punya anak.
Ini adalah gerakan yang diciptakan para feminis Korea Selatan yang memilih hidup tanpa pria sebagai respons terhadap misogini yang mereka yakini ada di masyarakat.
"Kami terus-menerus mendengar berita tentang perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran atau bahkan dibunuh setelah mencoba mengakhiri hubungan," kata Min-ju, 27 tahun, yang seperti para narasumber perempuan lain di tulisan ini memilih menggunakan nama samaran karena khawatir mendapat intimidasi.
Gerakan yang mempertanyakan peran dan ekspektasi gender tradisional ini lantas mulai menyebar ke AS.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp .
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Dalam beberapa pekan terakhir, diskusi tentang gerakan 4B menarik minat banyak orang, khususnya setelah Donald Trump menang kembali di pemilihan presiden AS.
Kelompok feminis Korea Selatan, yang mengembangkan dan menjalankan prinsip-prinsip gerakan ini, merasa terdorong sekaligus kecewa dengan perhatian global yang baru muncul belakangan.
Apa itu 4B?
Istilah "4B" berasal dari empat frasa Korea: Bi Yeon-ae (tidak berpacaran), Bi Sex (tidak berhubungan seks), Bi Hon (tidak menikah), dan Bi Chul-san (tidak melahirkan anak).
Awalan "Bi" berarti "tidak" dalam bahasa Korea.
Ji-sun, bukan nama sebenarnya, mengatakan: "Ini adalah sebuah konsep, sebuah gerakan, dan praktik sehari-hari bagi perempuan."
Ji-sun, yang merupakan mantan pemimpin kelompok advokasi hak aborsi B-Wave, mengatakan gerakan 4B dicetuskan sekitar tahun 2016 oleh beberapa kelompok feminis radikal.
Frasa Bi Hon (tidak menikah), menurutnya, muncul sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan patriarki bahwa perempuan baru dapat menjadi "utuh" setelah menikah.
Prinsip-prinsip lain, seperti menolak seks, berpacaran, dan melahirkan, lantas ditambahkan untuk memberi penekanan lebih pada otonomi perempuan.
"Ini bukan mogok, yang menyiratkan kewajiban, tetapi pilihan untuk menghargai diri sendiri," katanya.
Baginya, 4B adalah tentang membongkar patriarki, bukan menolak laki-laki.
"Ini adalah gerakan bagi perempuan untuk hidup sebagai manusia," katanya.
"Berkencan, seks, pernikahan, dan melahirkan melemahkan perempuan dalam kenyataannya."
Ji-sun juga bicara tentang konsep baru 6B, perluasan dari gerakan 4B yang juga mencakup frasa Bi So-bi (menghindari produk yang mengeksploitasi perempuan secara seksual) dan Bi Dob-bi (sesama perempuan yang belum menikah saling mendukung).
Gong Yeon-hwa, yang telah menulis makalah akademis tentang gerakan tersebut, ingat bagaimana ia memutuskan untuk mengadopsi prinsip-prinsip 4B.
"Itu adalah periode yang ditandai oleh berbagai peristiwa penting," katanya.
Peristiwa penting yang dimaksud mencakup pembunuhan perempuan berusia 23 tahun di Stasiun Gangnam yang jadi sasaran hanya karena ia seorang perempuan, aktivitas merekam perempuan secara diam-diam yang sudah jadi seperti wabah, dan operasi kartel Webhard yang menyebarkan video-video hasil rekaman tersebut di dunia daring.
"Banyak perempuan mulai menyadari bahwa tidak hanya pernikahan, tetapi juga kencan dan bahkan hubungan seks dapat membahayakan mereka," tambahnya.
Kejadian di Stasiun Gangnam pada 2016, saat pria berusia 34 tahun menikam seorang perempuan hingga tewas di toilet umum, seakan menjadi titik temu bagi para feminis di Seoul.
Para perempuan turun ke jalan sambil meneriakkan slogan-slogan seperti: "Dia menjadi korban hanya karena dia seorang perempuan."
Yeon-hwa mengingat sebuah laporan tahun 2020 dari Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga, yang menemukan bahwa 42% responden laki-laki mengaku pernah terlibat dalam prostitusi setidaknya satu kali.
Dia bilang temuan ini membuat teman-temannya semakin curiga terhadap pasangan laki-laki mereka.
"Saya juga terkadang merasa kesepian dan mendambakan hubungan," kata Yeon-hwa.
"Namun, saya menyadari bahwa hubungan yang dipenuhi dengan keraguan dan ketakutan tidak sama berharganya dengan menginvestasikan waktu dan energi saya untuk mendukung perempuan lain."
Perempuan Korea Selatan dalam gerakan 4B
Bagi Min-ju, 4B merupakan cara untuk melindungi dirinya—baik secara fisik maupun mental—dari kekerasan yang dapat dialami perempuan dalam hubungan.
"Pelaku sering kali menerima hukuman yang sangat ringan," katanya.
"Berpacaran di Korea terasa seperti menyerahkan hak pada pria untuk menyakiti saya atau bahkan merenggut nyawa saya tanpa konsekuensi yang berarti."
Gomsae, perempuan berusia 30-an awal, yang hanya ingin disebut dengan nama panggilannya, mengatakan bahwa menjalani prosedur medis untuk mengangkat indung telurnya telah menginspirasinya untuk menjalani gaya hidup 4B.
"Para dokter berfokus pada pemulihan fungsi indung telur saya, tetapi kekhawatiran utama mereka adalah soal reproduksi," kenangnya.
"Mereka menawarkan untuk membekukan sel telur saya untuk berjaga-jaga, yang melibatkan pengambilan sel telur dan penyuntikan hormon, meskipun saya sedang sakit."
"Itu membuat saya sadar bahwa alasan mereka menawarkan ini adalah karena tubuh perempuan dipandang sebagai alat reproduksi."
Gomsae mengatakan 4B adalah bentuk perlawanan pasif, sesuatu yang tidak dideklarasikan secara terbuka oleh perempuan, tetapi dilakukan secara diam-diam untuk mengendalikan reproduksi.
"Itu telah menjadi cara untuk bertahan hidup dalam masyarakat yang mengabaikan suara perempuan," katanya.
"Itu adalah boikot nasional terhadap misogini dan anti-feminisme."
Para perempuan yang kami ajak bicara mengakui bahwa hidup dengan prinsip 4B di Korea Selatan itu menantang.
Min-ju mengatakan dia tidak memberi tahu teman atau kolega prianya tentang keputusannya itu.
"Saya merasa berisiko untuk secara terbuka mengidentifikasi diri sebagai seseorang yang menjalani 4B," kata Min-ju.
"Saya melihat banyak feminis dan mereka yang mendukung Bi Hon [gerakan tidak menikah] menghadapi perundungan siber setelah secara terbuka mengungkapkan sikap mereka di dunia daring."
Yeon-hwa kini tinggal di Australia. Dia merasa negara asalnya "tidak aman" baginya.
"Selain mengalami diskriminasi gender, sekadar mengadvokasi hak-hak perempuan dan memperjuangkan feminisme membuat saya menjadi sasaran ancaman, yang sangat meresahkan saya," ujar Yeon-hwa.
"Setiap kali saya secara terbuka menyatakan dukungan saya terhadap gerakan 4B, saya langsung dicap sebagai 'feminis', istilah yang dapat memicu permusuhan dalam masyarakat Korea."
"Alasan Korea Selatan menjadi tempat lahirnya gerakan-gerakan ini adalah karena misogini berakar kuat dalam masyarakat."
Pertumbuhan gerakan 4B di negara-negara lain
Sikap Donald Trump, yang menyerahkan kepada negara bagian masing-masing untuk memutuskan kebijakan soal aborsi, telah memicu kekhawatiran di kelompok pendukung hak-hak perempuan soal potensi munculnya larangan aborsi federal.
Ini mungkin terjadi, karena Partai Republik bakal mengendalikan kursi kepresidenan, senat, dan DPR, dan Mahkamah Agung pun akan didominasi hakim berhaluan konservatif.
Selain itu, orang-orang banyak menyoroti kembali tuduhan pelecehan seksual yang melibatkan Trump, serta komentar-komentarnya di masa lalu tentang perempuan, termasuk pernyataan kontroversial tentang pesaingnya di pemilu: Kamala Harris.
Sebagai respons, ada gerakan yang berkembang di kalangan perempuan AS untuk "memboikot" laki-laki dan merangkul gerakan 4B.
Unggahan media sosial tentang gerakan tersebut menarik banyak perhatian, sementara data mesin pencarian menunjukkan peningkatan minat yang dramatis terhadap topik ini selama beberapa bulan terakhir.
Yeon-hwa memandang pertumbuhan global gerakan 4B sebagai hal yang positif dan pahit di saat bersamaan.
"Di satu sisi, saya merasa bangga bahwa 4B, sebuah gerakan yang diprakarsai oleh perempuan Korea, sekarang menjadi bagian dari percakapan feminis global," katanya.
"Namun, hal itu juga membuat kita membumi. AS telah 100 tahun lebih maju dari Korea dalam wacana feminis, tapi adopsi 4B di sana menggarisbawahi betapa sulitnya bagi perempuan untuk hidup dengan aman dan setara, bahkan di Amerika."
"Ini menyoroti perjuangan universal yang dihadapi perempuan."
Di Korea Selatan, bagaimanapun, kesadaran dan sentimen publik tentang 4B masih terbatas atau bahkan cenderung negatif.
Kim Hyun-jung pertama kali mendapati gerakan 4B di dunia maya tiga tahun lalu.
"Saya tidak menghakimi orang yang mengikuti 4B, tetapi saya melihat beberapa orang menyalahkan perempuan lain karena tidak menganut nilai-nilai yang sama, dan itu salah," kata perempuan berusia 30 tahun itu.
Yang lain mengaku mereka bahkan belum pernah mendengar tentang gerakan itu.
"Saya baru saja mencari tahu soal ini. Saya bisa lumayan memahami mengapa beberapa perempuan memilih gaya hidup ini, tetapi bagi saya, ini lebih soal tantangan ekonomi," kata Kim Mi-rim.
"Dengan meningkatnya biaya hidup, rasanya semakin sulit untuk terlibat dalam hubungan intim."
Namun, bagi sebagian perempuan Korea Selatan, 4B telah mengubah sepenuhnya rencana hidup mereka dan membuat mereka mendefinisikan ulang visi tentang keluarga.
Gomsae, yang telah mengikuti gaya hidup 4B selama hampir delapan tahun, melihat penyebaran gerakan ini ke AS sebagai sesuatu yang menggembirakan sekaligus menyedihkan.
"Gerakan 4B bukan soal meminta kompensasi seperti upah yang setara untuk pekerjaan yang sama. Ini tentang menuntut kembali hak-hak dasar atas tubuh saya", kata Gomsae.
"Hak-hak yang tidak pernah harus diperjuangkan atau bahkan dipikirkan oleh pria."