Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Gletser di Taman Nasional Lorentz Papua Terancam Lenyap pada 2050
3 November 2022 19:10 WIB
·
waktu baca 4 menitPatrick Hughes
BBC News Iklim dan Sains
Gletser di seluruh muka bumi - termasuk salah satunya di Papua - akan lenyap di 2050 karena perubahan iklim, menurut satu laporan PBB.
Sepertiga gletser yang berada di situs Warisan Dunia PBB akan mencair dalam kurun waktu tiga dekade ke depan, menurut laporan UNESCO.
Gletser terakhir Gunung Kilimanjaro akan lenyap seperti halnya gletser di pegunungan Alpen dan Taman Nasional Yosemite di Amerika Serikat.
Mereka akan mencair terlepas apakah ada tindakan dunia untuk memerangi perubahan iklim, kata penulis laporan.
Baca Juga:
Laporan yang menjelaskan tentang proyeksi berdasarkan data satelit, dimunculkan di tengah persiapan pemimpin dunia dalam pertemuan di Mesir untuk konferensi perubahan iklim COP 27, pekan depan.
Sekitar 18.600 gletser telah teridentifikasi di 50 situs Warisan Dunia PBB. Bongkahan es raksasa ini mewakili hampir 10% gletser di muka Bumi, dan termasuk tempat-tempat wisata terkenal dan tempat suci bagi penduduk lokal.
Semakin berkurang, dan hilangnya gletser adalah "di antara bukti paling dramatis bahwa iklim bumi kian panas," kata laporan tersebut.
"Kami berharap ini kemungkinan yang salah, tetapi ini merupakan bukti ilmiah," kata pejabat proyek UNESCO, Tales Carvalho Resende, salah satu penulis laporan.
"Gletser adalah satu indikator perubahan iklim yang berharga, karena ada wujudnya. Ini sesuatu yang kita bisa benar-benar dapat lihat [penyusutannya]."
Dua pertiga sisa gletser di situs Warisan Dunia PBB bisa diselamatkan, dengan syarat dunia bisa membatasi pemanasan hingga 1,5 C, tambah laporan tersebut.
Laporan PBB lainnya di pekan lalu menemukan bahwa dunia saat ini "tidak memiliki jalur yang kredibel" untuk mencapai itu.
Proyeksi tersebut dibangun berdasarkan laporan sebelumnya yang menggunakan model untuk menghitung bagaimana gletser di situs Warisan Dunia akan berubah seiring waktu.
"Yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah adalah, seberapa cepat ini akan terjadi," kata Beata Csatho, seorang ahli gletser dari Universitas Buffalo, yang tidak terlibat dalam penyusunan laporan ini.
"Di pertengahan 1900-an, gletser cukup stabil," katanya. "Kemudian, mengalami penyusutan yang sangat cepat."
Situs Warisan Dunia yang terdaftar memiliki gletser dan akan habis mencair pada 2050 antara lain:
Laporan ini juga menyebutkan es yang mencair dari situs Warisan Dunia ini mungkin menyebabkan lebih dari 4,5% kenaikan muka air laut secara global antara tahun 2000 hingga 2020. Gletser-gletser yang mencair diperkirakan mencapai 58 ton tiap tahun - setara dengan jumlah volume air yang dikonsumsi di Prancis dan Spanyol bersama-sama.
Banyak orang juga bergantung pada gletser sebagai sumber air untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian, dan dan penyusutannya bisa menyebabkan kelangkaan air bersih selama musim kemarau, kata Profesor Duncan Quinceys, ahli gletser dari Universitas Leeds yang tak terlibat dalam penelitian ini.
"Ini akan mengarah pada isu ketahanan pangan karena mereka menggunakan airnya untuk mengairi tanaman mereka," kata Quincey.
Komunitas lokal dan masyarakat adat akan menghadapi banjir yang disebabkan penyusutan gletser, kata penulis laporan tersebut. Ia mendesak agar sistem peringatan dini dan pengurangan risiko bencana diberlakukan.
Bagaimanapun, hal yang paling jelas harus segera kita lakukan adalah membatasi pemanasan global.
"Terdapat pesan harapan di sini," kata Carvalho Resende.
"Kalau kita bisa berhasil mengurangi emisi secara drastis, maka kita akan dapat menyelamatkan sebagian besar gletser-gletser tersebut."
"Ini benar-benar peringatan untuk segera bertindak di setiap tingkatan - bukan hanya di tingkat politik tetapi di tingkat kita sebagai manusia," katanya.