Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten Media Partner
Indonesia Disebut Kebanjiran Singkong Impor – 'Petani Singkong, Selalu Jadi Anak Tiri'
27 Januari 2025 10:30 WIB
Indonesia Disebut Kebanjiran Singkong Impor – 'Petani Singkong, Selalu Jadi Anak Tiri'
Tudingan Menteri Pertanian Amran Sulaiman soal "pengusaha menzalimi petani lokal" karena mengimpor singkong dinilai tidak tepat. Hingga kini pemerintah belum pernah membuat aturan yang bisa melindungi petani singkong.
Pemerintah selama ini belum menjadikan singkong atau ubi kayu sebagai komoditas prioritas yang perlu dijaga dari gempuran pangan impor, kata dosen ilmu administrasi negara Universitas Lampung, Dedi Hermawan.
"Singkong ini tidak diproteksi sebagai pangan strategis nasional, kemudian dilepaskan ke mekanisme pasar," kata Dedi via telepon, Minggu (26/01).
Pernyataan Amran soal perusahaan yang ia sebut "zalim" merujuk pada unjuk rasa berbagai kelompok petani singkong di kantor Gubernur Lampung, pertengahan Januari 2025 lalu. Mereka protes karena harus menjual singkong dengan harga rendah kepada produsen tepung tapioka.
Para petani menduga ada praktik impor yang berkontribusi pada jatuhnya harga singkong lokal.
Harga singkong belakangan jatuh di bawah Rp1.000 per kilogram. Padahal, merujuk standar yang disepakati dalam surat keputusan bersama antara petani dan produsen tapioka, nominalnya semestinya Rp1.400 per kilogram.
Amran berkata, dia berencana menindak para importir.
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, juga menyebut pemerintah belum memasukan singkong sebagai komoditas prioritas nasional.
Singkong, menurutnya, tidak diperlakukan oleh pemerintah seperti komoditas lain, seperti padi, jagung, dan kedelai.
"Kami petani singkong selalu jadi anak tiri," kata Dasrul.
Lalu bagaimana realitanya di lapangan?
Harga tertekan rafaksi dan biaya produksi
Salah satu penyebab jatuhnya harga singkong adalah rafaksi atau besaran pemotongan harga lantaran kualitas barang yang dinilai rendah atau rusak.
Dasrul Aswin berkata, industri yang menyerap komoditas bisa mengenakan rafaksi sampai 35% dari harga jual singkong.
Persentase itu lebih tinggi dari kesepakatan bersama yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama dan Surat Edaran Gubernur Lampung mengenai harga standar singkong, yakni 15%.
Di sisi lain, Dasrul menjelaskan para petani juga menanggung biaya produksi dan panen.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp .
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Menurut Dasrul, kini biaya produksi dan panen bisa mencapai Rp 739 per kilogram. Sementara menurut Dasrul para produsen membeli singkong Rp 1.070 per kilogram.
"Harganya terlalu rendah. Tidak sesuai dengan biaya produksinya. Terus ada rafaksi," kata Dasrul.
Dasrul menuntut produsen harus memegang komitmen mengenai harga standar singkong.
"Kita ikut keputusan bersama itu aja. Kan, itu udah diputuskan bersama," kata Dasrul.
Temuan KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Januari 2025 ini, sempat mengungkap setidaknya empat pelaku importir tepung tapioka di Lampung, yang diduga menyebabkan harga singkong di tertekan.
Impor tepung tapioka itu disebut berasal dari Thailand dan Vietnam.
Impor tepung tapioka dilarang di Provinsi Lampung, sebagai upaya perlindungan terhadap petani singkong lokal.
"Analisa kami menunjukkan korelasi antara naiknya volume impor tepung tapioka dan turunnya harga beli ubi kayu di Provinsi Lampung," kata Kepala Kantor KPPU Wilayah II Lampung, Wahyu Bekti Anggoro, seperti dikutip dari Kompas.com.
Total nilai impor perusahaan-perusahaan itu mencapai 59 ribu ton, senilai Rp511,4 miliar sepanjang tahun 2024.
Hingga kini KPPU belum mau membuka identitas empat pihak yang disebut mengimpor tepung tapioka tersebut.
Impor singkong Thailand dan Vietnam
Mayoritas pasokan impor singkong dan produk turunannya ke Indonesia datang dari Thailand dan Vietnam.
Data Analisis Kebijakan Ubi Kayu Kementerian Pertanian menunjukkan, pada 2022 nilai impor dari Thailand mencapai US$ 152 juta, atau 97% dari total impor tahun tersebut.
Sementara nilai impor dari Vietnam pada tahun yang sama mencapai US$ 3,8 juta.
Analisis Kementerian Pertanian tersebut membandingkan nilai impor singkong dengan data sebelumnya pada 2018 atau di saat Amran masih menjadi pembantu Presiden Joko Widodo.
Pada 2018, nilai impor dari Thailand dan Vietnam juga yang terbesar.
Nilai impor dari Thailand mencapai US$ 173 juta, sementara nilai impor dari Vietnam mencapai US$ 12,2 juta.
Baik pada 2018 dan 2022 sebagian besar impor adalah pati ubi kayu.
Sebelumnya, pada 2016, Menteri Amran Sulaiman juga menjadi sorotan lantaran impor singkong yang melonjak dari Vietnam.
Media memberitakan saat itu Amran tak ingin isu impor jadi polemik yang berkepanjangan.
"Satu-satu dong, ini persoalan bertahun-tahun. Tanya dong kapan ekspor lagi," kata Amran kala itu.
Ketiadaan regulasi pelindung petani singkong
Permasalahan rendahnya harga singkong lokal karena belum ada aturan spesifik yang mengatur kuota impor singkong.
Di sisi lain, singkong bukan seperti 11 jenis cadangan pangan nasional nasional seperti padi, jagung, kedelai, yang dijamin pasokannya.
Pada 2017, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito sempat mewacanakan pembentukan aturan pembatasan impor singkong. Meski begitu, wacana tersebut belum ada kelanjutannya.
Sementara itu, sentra singkong di Indonesia seperti Lampung, sejauh ini memberlakukan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara petani dan pelaku industri tapioka yang menetapkan standar harga Rp1.400 dengan rafaksi maksimal 15%.
SKB ini diikuti Surat Edaran Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pembinaan Petani dan Monitoring Harga dan Kualitas Ubi Kayu, sebagai himbauan bagi para pejabat setempat mengawasi harga singkong.
Surat edaran ini terbit sebagai reaksi atas keluhan petani yang menilai pengawasan harga singkong belum maksimal.
Namun pengajar Universitas Lampung, Dedi Hermawan, menilai penerbitan SKB dan surat edaran ini belum cukup bagi perlindungan petani singkong di Lampung.
Dedi mengatakan harga singkong sampai saat ini masih bergantung pada mekanisme pasar.
Menurut Dedi, seharusnya ada aturan baku untuk perlindungan keran impor. Dia berkata, pengaturan impor penting guna memberikan kepastian petani singkong bahwa produk mereka terserap industri.
"Kalau enggak, turun lagi harganya karena dia [industri] tidak mengandalkan singkong Lampung," kata Dedi.
Skema pinjaman sebagai jaring pengaman
Pegiat di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menyebut pemerintah sebenarnya juga bisa memberikan insentif atau skema pinjaman dana bagi para petani singkong. Bantuan itu, kata dia, bisa menopang para petani agar tidak mengalami kesulitan finansial selama menunggu panen.
Bantuan itu disebut Khudori didasari pada masa penanaman singkong yang bisa memakan waktu sembilan sampai sepuluh bulan.
Khudori mengatakan, skema pinjaman ini bisa membantu terutama para petani yang menggantungkan hidup dari singkong. Untuk mengganti pinjaman ini, dia bilang para petani bisa membayar lewat hasil panen.
"Skemanya memang harus menyesuaikan. Tidak bisa skema perbankan biasa yang model konvensional," ujar Khudori.
"Petani singkong harus diberi skema yang khusus," tuturnya.
Wartawan Dian Wahyu Kusuma di Lampung berkontribusi untuk artikel ini