Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
'Kami akan Sembuhkan Kamu dari Penyimpangan Ini' - Pengakuan Transpuan yang Diperdaya Mengikuti Terapi Konversi di Siberia
27 Juli 2024 11:45 WIB
'Kami akan Sembuhkan Kamu dari Penyimpangan Ini' - Pengakuan Transpuan yang Diperdaya Mengikuti Terapi Konversi di Siberia
Di peternakan terpencil di Siberia, laki-laki itu menyuruh Ada menggenggam sebilah pisau. Seekor babi menguik di depan mereka.
"Cepat potong," ujar si pria. "Kalau kamu mau lanjut dioperasi, kamu mesti paham apa artinya pengebirian."
Ada—seorang transpuan—kala itu baru berusia 23 tahun. Dia diperdaya masuk ke pusat terapi konversi setelah melela atau mengungkapkan orientasi seksual ke keluarganya sendiri.
Pada musim panas 2021, sanak saudara Ada meminta ditemani ke Novosibirsk untuk menjalani operasi jantung.
Seorang supir menyambut Ada dan saudaranya di bandara. Setelah perjalanan panjang, tiba-tiba saja mobil berhenti. Saudara Ada bergegas keluar dari kendaraan dan supir tadi mendesak Ada menyerahkan smartwatch dan ponselnya.
"Sekarang kami akan menyembuhkan kamu dari penyimpangan," ujarnya lugas.
"Baru setelah satu paket baju hangat tiba dua pekan kemudian, saya sadar kalau waktu saya di sini bukan cuma untuk dua minggu atau satu bulan," tutur Ada.
Di tempat itu, Ada dipaksa mengonsumsi hormon testoteron, berdoa, dan melakukan pekerjaan kasar seperti memotong kayu.
Desakan untuk memotong organ babi tadi membuat Ada terkena serangan panik.
Akhirnya, setelah sembilan bulan, dia berhasil keluar dari peternakan itu. Seseorang meninggalkan ponselnya begitu saja dan Ada menggunakannya untuk menelepon pihak yang berwajib.
Polisi mengirim anggotanya ke pusat terapi konversi itu dan Ada diperbolehkan pergi karena dia disekap di sana.
BBC mengontak pusat itu tetapi individu yang diwawancarai menyanggah dirinya tahu menahu soal program terapi konversi. Kami juga menghubungi saudara Ada tetapi tidak ada tanggapan.
Bulan demi bulan yang dijalani Ada di peternakan itu adalah momen terendah dalam perjuangan hidupnya—mulai dari keluarga, masyarakat luas, dan kini UU anti-LGBT Rusia yang semakin mencekik kaum minoritas gender di negara itu.
Hak-hak asasi manusia komunitas transgender di Rusia kian terkikis secara sistematis oleh strategi politis pemerintah yang menyerang kelompok minoritas yang rawan, ujar pakar independen PBB, Graeme Reid.
Menurut Reid, satu tahun setelah Rusia mengesahkan UU yang melarang operasi penggantian jenis kelamin, orang-orang transgender Rusia semakin terasing dari "hak-hak paling mendasar atas identitas legal dan akses ke layanan kesehatan".
UU yang baru juga melarang siapa pun untuk mengganti detail pribadi dalam dokumen-dokumen mereka—Ada adalah satu dari sekian banyak orang yang mengubah nama mereka secara resmi sebelum UU itu resmi berlaku pada Juli 2023.
Sejak invasi skala penuh Rusia ke Ukraina, Presiden Vladimir Putin melampiaskan kemarahannya ke Barat dan hak-hak LGBT. Putin mengeklaim dirinya memperjuangkan nilai-nilai tradisional Rusia.
Dalam sebuah forum kebudayaan di St Petersburg, Putin meremehkan orang-orang transgender dengan menyebut mereka "transformer atau trans apalah itu".
Pada akhir 2023, kementerian kehakiman Rusia mengeluarkan aturan baru yang mendeklarasikan "gerakan LGBT internasional" sebagai organisasi ekstremis.
Organisasi yang dimaksud otoritas itu tidaklah ada—tetapi mereka tidak peduli. Siapa pun yang dinyatakan bersalah karena mendukung apa yang kini dianggap "aktivitas ekstrem" bisa dipenjara selama 12 tahun.
Bahkan sekadar menampilkan bendera pelangi bisa berujung denda atau penjara empat tahun apabila kembali melanggar.
UU baru itu sudah mulai memboyong orang ke meja hijau. Bulan Maret silam, dua anak muda menangis ketakutan di hadapan hakim di kota Orenburg.
Tindak kriminal yang mereka lakukan adalah menjalankan usaha bar yang sering dikunjungi komunitas LGBT. Kasus ini masih berlangsung.
Setelah Ada melarikan diri dari pusat terapi konversi di Siberia, dia pindah ke sebuah flat kecil di Moskow. Dia memberi ruang aman bagi orang-orang transgender yang membutuhkan bantuan. Namun, UU anti-LGBT ini membuat Ada habis kesabaran.
"Saya tidak bisa lagi tinggal di sini... saya harus angkat kaki dari Rusia," ujar Ada dari rumah barunya di Eropa.
Selain Ada, seorang warga Rusia, Francis hengkang dari negaranya pada 2018. UU anti-LGBT ini membuatnya urung untuk pulang kampung.
Bahkan sebelum adanya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, otoritas di kampung halamannya di Yekaterinburg sudah menindaknya.
"Sejauh ingatan saya, saya tahu kalau saya ini bukan perempuan," ujar Francis.
Namun pada tahun 2017, dia menikah dengan Jack dan melahirkan tiga orang anak. Jack dan Francis juga mengadopsi dua orang anak.
"Saya bilang ke suami saya, 'Bisa saja ini keliru tapi rasanya saya ini transgender.'"
Mereka sepakat bahwa Francis perlu berkonsultasi dengan dokter.
"Mereka bilang, 'Kamu ini transgender, 100%.' Saya merasa jauh lebih baik. Semuanya sekarang masuk akal... saya mengerti sekarang—ini adalah jati diri saya."
Francis mulai menjalani proses transisi, tetapi tak lama kemudian aparat setempat mengintervensi. Mereka mengambil anak-anak yang Francis adopsi dan, menurut Francis, ketiga anak kandungnya juga akan diambil.
Keluarga Francis kabur dari Rusia dan sejak itu mereka tinggal di Spanyol.
Ally, seorang non-biner yang menggunakan kata ganti orang "they", meninggalkan Rusia pada tahun 2022 setelah negara itu menginvasi Ukraina.
Keputusan Ally lebih bernuansa politis dan tidak terkait dengan tekanan terhadap komunitas LGBT. Namun, Ally mengaku dirinya tetap terkena dampak dari tekanan itu.
Waktu Ally masih berumur 14 tahun, seseorang bertanya: "Kamu perempuan atau laki-laki?"
"Pertanyaan itu membuat hati ini riang—saya senang karena dia tidak bisa membedakan saya ini laki-laki atau perempuan dari tampilan luar saja."
Bertahun-tahun kemudian, Ally berkata kepada seorang temannya: "Aku tidak merasa perempuan, tapi aku tidak merasa laki-laki juga."
Temannya itu memandang Ally dan berkata: "Oh, OK. Itu masuk akal."
"Kami kemudian melanjutkan makan seolah tidak ada apa-apa. Itu adalah salah satu momen paling bahagia dalam hidup saya."
Ally sekarang tinggal di Georgia dan tahun lalu dia memutuskan untuk menjalani mastektomi. Keluarga dekatnya masih belum tahu.
"Kalau saya bilang ke orang tua saya, 'Pa, Ma, aku lesbian,' sepertinya lebih gampang dibandingkan, 'Pa, Ma, saya sudah memotong payudara saya dan tolong panggil saya 'they'."
Ally memperoleh diagnosa medis dan memilih nama yang netral gender sebelum Rusia mengeluarkan UU yang melarang operasi pergantian kelamin. Namun, Ally tidak bisa lagi mengganti paspor atau dokumen penting lainnya.
Hal yang sama dirasakan Francis: semua dokumennya mencantumkan nama lamanya. Ini artinya setiap kali Francis dimintai identitas atau mengisi formulir, dia menghadapi kebingungan orang-orang.
Meski begitu, Francis mengakui kehidupannya di Spanyol cukup baik. Dia menemukan pekerjaan yang disukainya di pabrik tekstil.
Seperti Ally, Francis mengakui iklim intoleran yang digaungkan UU anti-LGBT ini memperburuk hubungannya dengan keluarganya sendiri.
"Ibu sekarang tidak mau lagi bicara dengan saya." ujarnya.
"Dia merasa saya ini aib bagi keluarga, dia juga malu berhadapan dengan tetangga. Seolah-olah saya ini orang aneh, pencuri, atau pembunuh."
Di sisi lain, Ally menyebut tinggal di luar negeri di tengah perang Ukraina menimbulkan kompleksitas tersendiri.
"Di Rusia, otoritas dan orang-orang konservatif tidak menyukai kami karena kami transgender. Orang-orang di luar Rusia tidak menyukai karena kami orang Rusia," ujar Ally
Bagi Ada, yang benar-benar diinginkan komunitas trans adalah "agar orang-orang bebas mau berpakaian seperti apa saja tanpa khawatir akan dihajar mentah-mentah... saya cuma ingin orang-orang tidak perlu memutar otak untuk bisa bertahan hidup."