Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kampanye Pilkada di Rumah Ibadah, Bupati Pasaman Divonis Bersalah Lakukan Tindak Pidana Pemilu
21 Desember 2024 8:00 WIB
Kampanye Pilkada di Rumah Ibadah, Bupati Pasaman Divonis Bersalah Lakukan Tindak Pidana Pemilu
Bupati Pasaman di Sumatra Barat dituduh melakukan kecurangan dalam Pilkada 2024 dengan berkampanye di tempat ibadah. Dia kalah dalam kontestasi politik dan kini divonis bersalah melakukan tindak pidana pemilihan. Bagaimana kronologi pidana pemilu yang dilakukan Bupati Pasaman, Sabar AS?
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Sikapiang di Pasaman, Sumatra Barat, menyatakan Sabar AS "terbukti secara sah melakukan tindak pidana pemilihan sebagaimana dalam dakwaan tunggal".
Sabar AS dituduh melakukan tindak pidana pemilu dengan mengadakan kampanye di tempat ibadah sebelum pencoblosan pilkada yang digelar pada 27 November lalu.
"Menghukum terdakwa Sabar AS untuk membayar pidana denda sebesar Rp1 juta subsider satu bulan pidana kurungan," kata ketua majelis hakim, Misbahul Anwar, saat membacakan amar putusannya pada Jumat (20/12).
Putusan hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Sabar AS dengan pidana penjara selama enam bulan dan denda Rp1 juta.
Saat membacakan vonis, Misbahul mengatakan hal yang meringankan hukuman terhadap Sabar karena bupati tersebut telah mengakui perbuatannya.
"Hal yang memberatkan terdakwa, karena terdakwa merupakan seorang Bupati yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat," katanya.
Mendengar putusan tersebut, Sabar AS yang menggunakan baju putih dan celana hitam serta peci hitam hanya terdiam di hadapan para majelis hakim.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Penasehat hukum Sabar mengaku masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atau menerima hasil putusan dari majelis hakim PN Lubuk Sikapiang.
Sementara jaksa penuntut umum (JPU) langsung menyatakan akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim ke pengadilan tinggi.
"Alasannya karena tuntutan JPU adalah pidana kurungan dan pidana denda. Tetapi dalam putusan hanya pidana denda saja," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pasaman, Sobeng Suradal.
Bagaimana kronologi tindak pidana yang dilakukan bupati Pasaman?
Kajari Pasaman, Sobeng Suradal, mengungkap pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan bupati Pasaman terungkap setelah beredarnya video bupati saat melakukan kampanye di Musala Ad Duha, di Lubuk Sikaping, Pasaman, Sumatra Barat, pada Jumat (15/11) sekitar pukul 15.30 WIB.
Dalam video tersebut, dia menyampaikan janji-janji kampanyenya soal sekolah dan kuliah gratis, serta BPJS gratis, jika dia kembali terpilih sebagai bupati Pasaman.
"Setelah beredarnya video tersebut, salah seorang warga melaporkannya ke Bawaslu yang selanjutnya diteruskan kepada tim Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu)," katanya.
Sobeng mengatakan Sabar AS telah melanggar ketentuan larangan berkampanye di tempat ibadah, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
"Ancamannya pidana paling singkat satu bulan dan paling lama enam [bulan] dan atau denda paling sedikit Rp100.000 dan paling banyak sebesar Rp1 juta," jelas Sobeng.
Akan tetapi, juru bicara Sabar AS, Martias Tanjung, menampik tudingan bahwa bupati tersebut melakukan kampanye di tempat ibadah.
Menurut Martias, kala itu Sabar AS hanya diminta untuk mengisi tausiah oleh jemaah usai melakukan salat Ashar.
"Secara logika tidak mungkin berkampanye hanya dalam waktu lima menit. Terdakwa hanya memberikan tausiah, bukan berkampanye," kata Martias Tanjung kepada wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (18/12).
Baca juga:
Martias menegaskan "tidak ada kesengajaan" Sabar untuk pergi ke musala tersebut.
Dugaan pelanggaran kampanye, menurutnya, bermula saat Sabar akan melakukan kampanye di lokasi yang berjarak sekitar 500 meter dari musala tersebut.
Lantaran sudah mendekati waktu salat Ashar, kata Martias, Sabar lalu menuju musala tersebut untuk melakukan ibadah.
"Sudah masuk waktu salat dan tempat salat yang memungkinkan hanya musala itu saja. Tidak mungkin terdakwa salat di lapangan yang disiapkan sebagai tempat kampanye," katanya.
Sebelumnya, Sabar AS pun menegaskan dirinya tak memiliki niat dengan sengaja menyampaikan programnya di musala tersebut.
"Yang harus diketahui adalah bahwa tidak ada unsur kesengajaan saya untuk berkampanye di sana," katanya usai sidang pledoi.
Meskipun jaksa telah memiliki bukti video ketika dia menyampaikan programnya di musala, Sabar mengeklaim dirinya tak melakukan kampanye di musala tersebut.
"Saya hanya pergi beribadah dan diminta untuk memberikan tausiah karena masyarakat tahu kebiasaan saya setelah selesai melaksanakan salat maka akan bertausiah terlebih dahulu. Apalagi saat itu keadaannya hujan," katanya.
Kendati begitu, Sabar menegaskan bahwa sebagai warga negara yang baik, dia akan "mengikuti proses hukum".
Bagaimana tanggapan warga dan Bawaslu Pasaman?
Pelanggaran pemilu oleh bupati Pasaman dalam pilkada lalu disayangkan oleh sejumlah warganya, apalagi hal itu dilakukan oleh mengetahui aturan tentang pelarangan kampanye di rumah ibadah.
"Kenapa bisa seorang yang mengetahui aturan malah melanggar aturan yang telah dibuat?" kata salah seorang warga Pasaman, Zulfikar.
"Beliau kan sudah cukup lama ya menjadi anggota DPRD dan juga wakil bupati, seharusnya tidak melakukan pelanggaran seperti itu sih," katanya.
Warga Pasaman lainnya, Wirda Ningsih, mengungkapkan bahwa kasus Sabar AS adalah kasus yang jarang bisa diangkat oleh Bawaslu sampai ke persidangan.
Baca juga:
"Kalau saya sendiri melihat banyak calon kepala daerah yang melakukan itu, tapi Bawaslu tidak berani untuk mengangkatnya dan membiarkan begitu saja," katanya.
Bahkan, menurut Wirda, laporan dari masyarakat terkadang tidak ditanggapi dengan alasan tidak memenuhi syarat formil dan materil."
"Menurut saya, harusnya Kepala Daerah tidak boleh melakukan kampanye dalam aturannya sudah dilarang," katanya.
"Jika memang terbukti, harus disidang dan dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku," lanjutnya.
Ia berharap, kasus Sabar AS bisa menjadi acuan untuk menindak para calon yang terbukti melakukan pelanggaran saat kampanye.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pasaman, Rini Juita, mengungkap kampanye di tempat ibadah bukan satu-satunya kasus yang dilaporkan atas nama Sabar AS.
Dia mengatakan, pihaknya juga menerika laporan bahwa Sabar AS diduga melakukan politik uang.
"Ada juga laporannya tentang bagi-bagi uang di daerah Panti dan Rao, sayangnya laporan itu tidak memenuhi syarat formil dan materil," katanya.
Baca juga:
Menurut Rini, selama pelaksanaan Pilkada 2024 lalu, Bawaslu Pasaman menemukan satu pelanggaran selama pelaksanaan Pilkada serentak 2024 lalu.
Selain itu, pihaknya menerima delapan laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran pemilu.
"Dari laporan itu, satu-satunya pelanggaran pemilu yang sampai ke persidangan adalah kasus dugaan kampanye di tempat ibadah itu," katanya.
Satu-satunya kasus pelanggaran pemilu berujung bui di Indonesia?
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan kampanye di tempat ibadah bukanlah hal yang asing dilakukan calon kepala daerah.
"Itu biasanya terselubung modelnya, jadi tidak secara terang-terangan," kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyati, Kamis (19/12).
"Biasanya para calon [kepala daerah] itu mendatangi pengajian dan mengundang ibu-ibu," lanjutnya.
Namun kerap kali, ketika kasus ini dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tidak diproses lebih lanjut seperti yang terjadi di Kabupaten Pasaman.
"Biasanya Bawaslu menyatakan itu tidak masuk dalam ranah kampanye."
"Alasannya karena kampanye itu harus ada visi/misi, program atau ajakan yang terkadang itu tidak eksplisit ada dalam kegiatan itu, makanya untuk pelanggaran itu tidak banyak yang ditindak," katanya.
Tindak pidana pemilihan yang dilakukan bupati Pasaman Sabar AS bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia.
Pada 2013 silam, Bupati Bogor Rachmat Yasin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pelanggaran Pemilu pada Pilkada Jawa Barat 2013.
Baca juga:
Rachmat Yasin saat itu diduga melanggar aturan tentang kampanye ilegal di Kecamatan Bojong Gede.
Dia diduga melanggar Undang-Undang Pemilu nomor 32 tahun 2004 pasal 116 ayat 4 junto pasal dan terancam penjara maksimal enam bulan dan denda paling sedikit Rp600.000 dan maksimal Rp6.000.000.
Akan tetapi, Polresta Depok menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus dugaan tindak pidana pemilu terhadap Bupati Bogor Rachmat Yasin.
Apa saja pelanggaran pemilu dalam Pilkada 2024?
Lebih lanjut Khoirunnisa dari Perludem menjelaskan, pelanggaran pemilu dalam Pilkada 2024 didominasi oleh pelanggaran bantuan sosial (bansos), mobilisasi aparatur sipil negara (ASN) dan mobilisasi perangkat desa untuk memilih calon kepala daerah tertentu.
"Itu digunakan di Pilpres lalu dan dijadikan template di Pilkada kemarin, makanya di Pilkada kemarin itu mengulang kembali kecurangan-kecurangan atau pelanggaran yang terjadi saat Pilpres," lanjutnya.
Bawaslu mencatat pelanggaran pemilu pada pelaksanaan Pilkada 2024 lalu mencapai 902 kasus, sementara 930 laporan lainnya dinyatakan bukan pelanggaran
Menurut anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda, pelanggaran yang ditangani oleh Bawaslu tersebut kebanyakan dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak netral saat pelaksanaan Pilkada lalu.
"Untuk pelanggaran ASN tersebut telah direkomendasikan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk ditindaklanjuti," katanya.
Herwyn memaparkan, selain ASN, kepala desa juga banyak melakukan pelanggaran Ppmilu.
Tercatat, sebanyak 129 laporan dan 79 temuan pelanggaran dilakukan oleh Kepala Desa.
"Kami menangani 2.755 laporan dugaan pelangaran dari masyarakat dan 525 temuan. Dari 2.755 laporan masyarakat, 1.407 laporan 9 deregister, 82 laporan tidak deregister, dan 135 laporan belum deregister," katanya.