Kasus Sifilis Meningkat secara Global, Kecepatannya Mengkhawatirkan

Konten Media Partner
12 Juli 2023 7:40 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kasus Sifilis Meningkat secara Global, Kecepatannya Mengkhawatirkan
zoom-in-whitePerbesar
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sifilis adalah salah satu infeksi menular seksual tertua yang diketahui. Dulu kasusnya dianggap sudah menurun, tapi sekarang meningkat lagi dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.
Sejak ditemukan pertama kali pada 1490-an, sifilis memiliki banyak nama, di antaranya "penyakit Prancis", "penyakit Neapolitan", dan "penyakit Polandia".
Namun, ada satu sebutan yang melekat: "peniru yang hebat".
Sifilis ahli dalam meniru infeksi lain, menyebabkan gejala awalnya mudah terlewatkan. Jika tidak diobati, konsekuensinya bisa serius.
Tushar, seorang petugas proyek berusia 33 tahun di Amsterdam, mengidap sifilis dua kali. Dia ingat momen pertama kali ketika dia menerima kabar dari pasangannya saat itu melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp.
"Dia benar-benar kesal," katanya.
"Dia menyalahkan saya, yang mana tidak mungkin disalahkan, dilihat dari jeda waktu pertama kali terinfeksi sampai pemeriksaan. Rasanya aneh dituduh dan butuh beberapa waktu untuk meredakannya."
Pekan itu, Tushar menjalani tes dan perawatan.
"Orang-orang salah mengira sifilis adalah sesuatu yang tidak dapat disembuhkan. Orang-orang tidak mengerti masih ada antibodi sifilis dan menyebabkan seseorang tidak terinfeksi."
Pada April, AS merilis data terbaru tentang penyakit menular seksual (PMS). Kasus sifilis mengalami peningkatan terbesar, dengan lonjakan kasus sebesar 32% antara tahun 2020 dan 2021.
Angka itu juga mencapai jumlah insiden tertinggi yang dilaporkan dalam 70 tahun terakhir.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperingatkan epidemi sifilis juga tidak menunjukkan tanda-tanda melambat, bahkan malah menunjukkan beberapa tren baru yang "mengkhawatirkan" yang mendorong lonjakan penyakit yang tiba-tiba ini.
Jumlah kasus sifilis kongenital meningkat tajam di AS. Pada 2020-2021, peningkatannya mencapai 32%.
Sifilis kongenital terjadi ketika seorang ibu yang tertular dari pasangannya, juga menularkan infeksi itu kepada janinnya selama kehamilan.
Penyakit ini dapat menyebabkan bayi lahir dalam kondisi meninggal, kematian batita, dan masalah kesehatan seumur hidup.
Peningkatan kasus ini membuat banyak ahli kesehatan terguncang.
"Lima belas atau 20 tahun yang lalu kami mengira kami hampir menghilangkan sifilis," kata Leandro Mena, direktur divisi pencegahan penyakit menular seksual CDC.
"Tidak diragukan lagi kita melihat peningkatan kasus sifilis yang belum pernah kita lihat dalam 20 tahun terakhir ini."
Lonjakan tajam kasus sifilis tidak hanya terjadi di AS. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 7,1 juta kasus baru sifilis secara global pada 2020.
Pada tahun 2022, kasus sifilis di Inggris mencapai tingkat tertinggi sejak 1948.
Praktisi kesehatan seksual yang bekerja di garis depan sudah akrab dengan peningkatan kasus sifilis seperti ini.
"Ketika saya pertama kali memulai perawatan kesehatan seksual pada 2005, sangat jarang saya menemukan sifilis primer, bahkan di klinik pusat kota," kata Jodie Crossman, ketua bersama STI Foundation di Inggris, di mana tingkat sifilis melonjak 8,4% antara 2020 dan 2021.
"Sekarang sebagian besar klinik di kota akan melihat setidaknya dua atau tiga pasien per hari datang untuk perawatan."
Infeksi ini disebabkan oleh bakteri bernama Treponema pallidum dan gejalanya dibagi menjadi empat tahap.
Yang paling awal ditandai dengan luka yang tidak nyeri di tempat kontak atau ruam. Dosis penisilin intramuskular dianggap sebagai cara paling efektif untuk mengobati infeksi.
Namun, jika tidak diobati, sifilis dapat menyebabkan penyakit neurologis dan kardiovaskular jangka panjang.
Seorang dokter dan peneliti penyakit menular di University of Toronto, Isaac Bogoch, menyaksikan penyebaran epidemi di AS dari seberang perbatasan di Kanada.
"Ini adalah tren yang terlihat di banyak negara di seluruh dunia," katanya.
"Ini sangat memprihatinkan karena secara umum, sifilis sangat mudah diobati dan pengobatan tersedia secara luas. Jadi, banyak kasus mencerminkan gangguan layanan kesehatan publik."
Kanada mengalami peningkatan 389% untuk sifilis menular, jauh lebih tinggi daripada PMS lainnya, antara 2011 hingga 2019.
Bakteri Treponema pallidum menyebabkan penyakit sifilis.
Dalam beberapa dekade terakhir, sebagian besar kasus sifilis terjadi di kalangan gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria.
Namun, beberapa bagian dunia mencatat penurunan kasus sifilis pada pria, seperti di Kanada.
Di saat yang sama telah terjadi peningkatan angka pada perempuan, tidak hanya di Kanada tetapi secara global, yang menyebabkan tingkat sifilis kongenital yang lebih tinggi di banyak bagian dunia.
Di seluruh Amerika secara keseluruhan ada 30.000 kasus penularan sifilis dari ibu ke anak pada 2021, angka yang "sangat tinggi", kata para pejabat kesehatan.
Penularan sifilis selama kehamilan ke anak yang belum lahir memiliki konsekuensi keguguran, bayi lahir mati, kelahiran prematur, berat badan bayi saat lahir rendah dan kematian bayi segera setelah lahir.
Di AS, tingkat sifilis kongenital melonjak. Angka tersebut 3,5 kali lebih tinggi pada 2020, jika dibandingkan tahun 2016.
Jumlahnya kemudian meningkat lagi pada 2021, yang mengakibatkan 220 bayi lahir mati dan kematian bayi.
Dan angka nasional tampaknya menyembunyikan beberapa kenaikan yang sangat dramatis di beberapa negara bagian.
Dokter di Mississippi melaporkan kasus sifilis kongenital yang melonjak hingga 900% dalam lima tahun terakhir.
Angka tertinggi terlihat pada para perempuan kulit hitam Amerika dan Hispanik.
"Itu mencerminkan ketidaksetaraan dan rasisme yang masih kita miliki dalam kesehatan masyarakat dan infrastruktur medis," kata Maria Sundaram, peneliti di Institut Penelitian Klinik Marshfield di Wisconsin.
Kelompok perempuan yang paling rentan, antara lain yang kehilangan rumah atau berjuang melawan ketergantungan narkoba, juga menjadi paling terdampak oleh penyakit ini. Dan banyak dari ketidaksetaraan ini diperparah oleh pandemi Covid-19 di seluruh dunia.
"Konsensus dalam komunitas kesehatan masyarakat adalah bahwa peningkatan PMS, termasuk sifilis, kemungkinan terkait dengan gangguan sumber daya pencegahan PMS selama pandemi," kata Sundaram.
Perbedaan dalam akses ke layanan tes dan skrining PMS adalah salah satu yang dianggap mendorong peningkatan kasus sifilis.
Di antara beberapa perbedaan yang mungkin mendorong masalah ini adalah akses ke tempat tes PMS, stigma yang terus berlanjut seputar sifilis, dan kemungkinan hambatan bahasa.
Satu studi di Brasil menemukan hubungan antara perempuan kulit hitam yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tingkat sifilis kongenital yang lebih tinggi.
Dalam banyak kasus, para perempuan berjuang untuk mengakses perawatan prenatal yang cocok, yang sekaligus menyediakan skrining sifilis.
Studi lain di Kern County, California – yang pada 2018 mencatat 17% dari kasus sifilis kongenital, meskipun hanya mewakili 2,3% dari populasi negara bagian – mengidentifikasi peran status imigrasi, status asuransi kesehatan, dan kekerasan seksual atau rumah tangga pada perempuan hamil yang mencari perawatan sebelum melahirkan.
Separuh dari perempuan hamil atau nifas yang diwawancarai diidentifikasi berasal dari Hispanik, Latin, atau Spanyol.
Sebuah studi tahun 2020 tentang sifilis di Australia mencatat peningkatan hampir 90% dari 2015.
Sekitar 4.000 kasus sifilis ditemukan pada komunitas Aborigin dan Torres Strait Islander yang hanya 3,8% dari total populasi Australia.
Sementara tes secara nasional dan rencana respons pengobatan mulai berlaku untuk menstabilkan epidemi, para ahli mengatakan pengurangan tingkat ke angka pra-wabah membutuhkan tingkat tes yang jauh lebih tinggi di komunitas.
Sekali lagi, ada masalah khusus dengan ibu hamil yang mengakses skrining prenatal untuk sifilis di beberapa bagian negara.
Penularan sifilis selama kehamilan ke janin yang belum lahir dapat memiliki konsekuensi yang mematikan.
Namun, krisis biaya hidup dan pandemi telah mempengaruhi sumber daya kesehatan publik. Ditambah lagi ada perubahan perilaku dan sikap manusia terhadap PMS.
“Pada pertengahan 1990-an, dengan munculnya terapi anti-retroviral untuk HIV, terjadi perubahan besar,” kata Mena.
“Sekarang, berkat kemajuan dalam pencegahan dan pengobatan infeksi HIV, HIV dipandang sebagai penyakit kronis. Risiko infeksi HIV tidak lagi menjadi dorongan bagi orang untuk menggunakan kondom atau menerapkan strategi pencegahan lain terhadap PMS.”
Perubahan dalam praktik seksual adalah area yang telah dipelajari oleh para peneliti di Jepang, dengan melihat hubungan antara aplikasi kencan dan kasus sifilis.
Mereka menyimpulkan penggunaan aplikasi kencan "secara signifikan berkaitan dengan kejadian sifilis," menghubungkan penggunaan aplikasi dengan insiden seks bebas tanpa kondom yang lebih tinggi.
Penggunaan kondom dianggap penting untuk mencegah penyakir menular seksual.
Ini adalah sesuatu yang juga ditemukan oleh Sasaki Chiwawa, yang menulis tentang budaya pemuda Jepang dan pekerja seks, dalam percakapannya dengan pekerja seks.
Chiwawa mengatakan semakin banyak pekerja seks yang tidak menggunakan kondom dan tidak ada kewajiban dari pelanggan untuk dites PMS.
Jika pekerja seks tertular infeksi, mereka cenderung menganggapnya sebagai nasib buruk, kata Chiwawa. "Kebanyakan dari mereka memprioritaskan menghasilkan uang daripada risikonya."
Bagi sebagian besar pejabat kesehatan, jalan untuk mengatasi sifilis sudah jelas – kita sudah memiliki obat untuk melawannya karena penisilin masih merupakan pengobatan terbaik, meskipun insiden resistensi antibiotik meningkat.
Lebih banyak tes, penjangkauan yang lebih baik untuk melawan stigma yang melekat pada penyakit bersama, dengan kesadaran publik yang lebih besar untuk mendorong praktik seksual yang lebih aman, semuanya memiliki peran yang jauh lebih besar.
"Kita adalah makhluk sosial, jadi diagnosis PMS tidak boleh lebih memalukan daripada terkena flu," kata Crossman.
"Kami mencoba untuk mengubah fokus tes PMS, dari sesuatu yang menakutkan dan menghakimi menjadi sesuatu yang merupakan bagian dari kesejahteraan seksual-bagian penting dari kehidupan seks yang aman dan menyenangkan."
Namun, para ilmuwan sejauh ini gagal menemukan satu teori tentang mengapa sifilis meningkat lebih cepat daripada PMS lainnya.
Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa strain yang beredar menjadi lebih ganas, kata Mena. Resistensi antibiotik juga tidak cukup umum untuk menjelaskan lonjakan tersebut, kata Bogoch.
Sementara itu, Tushar terus menjalani tes setiap tiga bulan.
"Kita harus nyaman berbicara tentang sifilis," katanya. "Orang-orang yang disebut berpengetahuan luas malah melemparkan tuduhan, alih-alih memikirkannya secara ilmiah. Kami berhubungan seks-dan hal-hal itu terjadi."
Versi bahasa Inggris artikel ini dengan judul Why syphilis is rising around the world dapat anda baca di BBC Future.