Kaum Muda Iran Buta akibat Ditembak Aparat: Tapi Jantung Saya Masih Berdetak

Konten Media Partner
3 Februari 2023 11:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Media sosial Persia penuh dengan anak-anak muda yang berbagi cerita tentang luka mereka setelah ditembak oleh aparat keamanan.
zoom-in-whitePerbesar
Media sosial Persia penuh dengan anak-anak muda yang berbagi cerita tentang luka mereka setelah ditembak oleh aparat keamanan.
Seorang perempuan muda terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Dia baru saja menjalani operasi mata dan perban masih menempel di mata kanannya.
Sementara mata kirinya terpejam dan mulutnya meringis. Dia merintih kesakitan.
Elahe Tavokolian ditembak oleh pasukan keamanan Iran ketika sedang mengikuti aksi protes di timur laut Kota Mashhad pada September 2022 lalu.
Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan doktoral itu kehilangan penglihatan pada mata kanannya.
Namun, baru tiga bulan kemudian dia merasa cukup berani untuk membagikan video tentang pengalaman buruknya di Instagram.
"Anda membidik mata saya, tapi jantung saya masih berdetak," tulisnya dalam sebuah unggahan.
"Terima kasih telah membuat mata saya tidak bisa melihat lagi dan membuka mata banyak orang.
"Cahaya di dalam hati saya dan harapan akan hari baik yang akan datang akan membuat saya tetap tersenyum.
"Namun, hati Anda dan hati komandan Anda akan semakin gelap setiap harinya.
"Saya akan segera mendapatkan kaca mata dan Anda akan mendapatkan medali."

Bukan satu-satunya

Elahe Tavokolian tidak sendiri. Dia bukan satu-satunya korban.
BBC telah mengidentifikasi belasan pengunjuk rasa yang menjadi sasaran dengan cara ini.
Puluhan ribu orang melakukan aksi protes atas kematian seorang perempuan muda Kurdi, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi karena diduga tidak mengenakan jilbabnya 'dengan benar'.
Singled out and targeted for daring to oppose the Iranian regime
Tindakan keras kepolisian diikuti dengan penangkapan hampir 20.000 orang dan tewasnya 500 orang.
Anak-anak muda yang dibuat buta mengatakan mereka diasingkan.
Namun, komandan polisi anti huru-hara Iran, Brigadir Jenderal Hassan Karami, baru-baru ini menolak tuduhan tersebut di media.
Dia mengatakan itu adalah "propaganda" untuk menuduh pasukannya "sengaja" menembak wajah pengunjuk rasa.
Ghazal Ranjkesh, seorang mahasiswa hukum, adalah salah satu korban. Dia ditembak di selatan Kota Bandar Abbas pada November 2022.
Perempuan berusia 21 tahun itu adalah orang pertama yang secara terbuka mengunggah di media sosial tentang cederanya. Dia melakukan itu untuk meningkatkan kesadaran.
Dalam video yang dia bagikan dari ranjang rumah sakitnya, terlihat darah merembes dari mata kanannya, tetapi dia masih membuat tanda kemenangan dengan jarinya.
Video ini viral, menunjukkan kepada warga Iran di dalam dan luar negeri bagaimana anak muda menjadi sasaran pihak berwenang.
"Mengapa Anda tersenyum ketika Anda menembak saya?" Ghazal menulis kalimat itu di samping videonya.
Dia kemudian menghapusnya untuk melindungi staf medis yang suaranya terdengar.
Namun, Ghazal telah memulai sesuatu yang unik.
Para laki-laki dan perempuan muda dengan luka serupa menyadari bahwa mereka tidak sendirian. Bahkan mereka bisa menemukan komunitas online untuk membantu mereka melewati trauma.
"Tatapan mata lebih keras dari jeritan apapun," bunyi pernyataan pribadi Ghazal dalam bahasa Persia di Instagram.
Penolakan pemuda Iran untuk menyembunyikan luka mereka dari dunia.
Dia baru-baru ini mengunggah foto hitam putih dirinya. Anda mungkin mengira foto itu bagian dari pemotretan mode sampai Anda melihat lebih dekat.
"Rasa sakitnya tak tertahankan, tetapi saya akan terbiasa," tulisnya.
"Saya akan menjalani hidup saya karena cerita saya belum selesai.
"Kemenangan kita belum datang, tapi sudah dekat."

Jumlahnya tidak diketahui

Tidak ada yang tahu berapa banyak orang yang terluka seperti ini di seluruh Iran.
Beberapa orang takut ditangkap ketika mereka sedang berada rumah sakit, beberapa pengunjuk rasa bahkan terlalu takut untuk mencari bantuan medis.
The New York Times menyebut 500 orang dengan luka serupa mencari perawatan di tiga rumah sakit di Teheran antara September dan November tahun lalu.
Mohammad ditembak saat sedang melakukan aksi protes pada September 2022.
Mohammad Farzi, 32 tahun, seorang pengamen jalanan yang berbasis di Teheran, ditembak pada September 2022. Peluru bersarang di mata kanannya.
"Saya tidak menyesalinya," katanya. "Saya bangga bahwa saya mengorbankan mata saya untuk kebebasan orang."
Meski berisiko, Mohammad tetap datang ke rumah sakit dan matanya bisa diselamatkan.
Namun, dia kehabisan uang dan terpaksa berhenti berobat sebelum operasi ketiganya.
"Masalah utamanya adalah dukungan, secara finansial, psikologis, dan medis," kata Mohammad.
Diperkirakan dia telah menghabiskan lebih dari US$2.500 (senilai Rp37 juta) untuk biaya rumah sakit.
Dr Mohammad Jafar Ghaempanah adalah satu dari hampir 400 dokter mata yang telah menandatangani surat resmi, mendesak pihak berwenang untuk memberikan lebih banyak dukungan kepada yang terluka.
Dia mengatakan pengunjuk rasa yang buta akan diingat selamanya oleh masyarakat.
"Sampai akhir hayat mereka, anak muda ini akan menjadi bukti hidup dari tindakan keras Iran," katanya dalam sebuah video yang juga menjadi viral.
Di saat-saat terburuk, ikatan persahabatan sejati berdatangan.
Mohammad bertekad bahwa dukungan yang didapatkan secara online harus beralih ke persahabatan di kehidupan nyata.
Bersama seorang perempuan yang juga terluka, Kosar Eftekhari, dia melakukan perjalanan hampir 900 kilometer untuk menemui Elahe di rumah sakit sebelum menjalani operasi besar.
"Hanya itu yang bisa kami lakukan," katanya. "Kami tahu rasa sakit, kesusahan, dan kami harus ada untuk satu sama lain."
Mereka berbagi foto di media sosial - semuanya terluka tetapi membuat tanda kemenangan.
Meski sakit, Elahe membuat unggahan di Instagram setelah operasinya.
Dia berterima kasih kepada ayahnya, Mohammad, dan Kosar karena selalu ada untuknya.
"Ada harapan yang tumbuh dari luka saya," tulisnya.