Konten Media Partner

Kesaksian Guru-Guru Korea Selatan yang Jadi Korban Pornografi Deepfake – 'Saya Depresi, Harus Minum Lima Pil Sehari'

6 Maret 2025 10:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Kesaksian Guru-Guru Korea Selatan yang Jadi Korban Pornografi Deepfake – 'Saya Depresi, Harus Minum Lima Pil Sehari'

Ilustrasi seorang guru menemukan foto dirinya dimanipulasi dengan teknologi deepfake menjadi konten seksual.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang guru menemukan foto dirinya dimanipulasi dengan teknologi deepfake menjadi konten seksual.
Kejahatan seks karena deepfake di Korea Selatan naik lebih dari 670% pada 2021-2024. BBC berbicara dengan mereka yang hidupnya berubah drastis setelah tahu foto dirinya dimanipulasi dan disebar sebagai konten seksual.
Lee Ga-eun sering menangis di rumah, lalu dihibur putranya yang berusia delapan tahun.
Selama satu dekade sebelumnya, ia sempat bekerja dengan bahagia sebagai guru di Busan, Korea Selatan.
Namun pada bulan Maret tahun lalu, dunianya berubah drastis ketika seorang siswa menunjukkan foto wajahnya yang ditempel ke tubuh telanjang, yang dibuat dengan teknologi deepfake.
Foto tersebut diunggah ke saluran Telegram dengan sekitar 1.200 anggota. Di sana, beredar tagar-tagar seperti "mempermalukan guru".
Ga-eun, bukan nama sebenarnya, yakin banyak siswanya telah melihat foto dirinya yang telah dimanipulasi.
"Setiap kali mereka menatap saya, saya bertanya-tanya apakah mereka telah melihat foto itu dan menatap saya untuk memastikan. Saya tidak dapat menatap mata mereka dan mengajar dengan benar lagi," katanya.
Karena itu, ia mengambil cuti sakit dari pekerjaannya selama tujuh bulan terakhir.
"Saya ingin menjadi guru sejak saya masih muda, dan impian itu tidak pernah berubah," kata Ga-eun.
"Namun sekarang, karena depresi dan kecemasan, saya harus minum lima pil sehari. Saya masih merasa tidak berdaya, dan saya pikir butuh waktu sebelum saya bisa kembali."
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Sekitar setahun sebelumnya, seorang guru bahasa Inggris di sebuah SMP di provinsi Gyeonggi, yang kami sebut Park Sehee, juga mengalami hal serupa.
Ia ditunjukkan foto dirinya yang dimanipulasi di sebuah situs web bernama Dcinside.
Foto itu awalnya diambil dari aplikasi pesan singkat yang ia gunakan untuk berkomunikasi hanya dengan murid-muridnya.
Wajahnya, bersama dengan wajah seorang pria yang tidak dikenal, ditempel pada tubuh dua monyet yang sedang melakukan kegiatan seksual.
Kata-kata di foto itu berbunyi: "Park Sehee melakukannya dengan putranya."
Ia mengatakan ia sangat terkejut hingga hampir tidak bisa bernapas.
"Untuk beberapa saat, saya terbangun di tengah malam, memukul-mukul bantal karena marah. Saya tidak bisa mengendalikan amarah saya," ujarnya.
"Rasanya sangat tidak berdaya, dan pikiran bahwa mereka bahkan melibatkan putra saya tidak tertahankan."
Sehee telah mengajar para siswanya sejak tahun pertama mereka. Karena itu, ia merasa begitu patah hati.
"Kami telah menghabiskan tiga tahun bersama. Saya sangat peduli dengan mereka, dan mereka sangat menyukai saya. Kami memiliki hubungan yang sangat baik. Mereka dikenal sebagai siswa yang menyenangkan, jadi itu sangat mengejutkan," katanya.
Ia memberi tahu para siswanya bahwa ia tidak akan melaporkan ke polisi jika pelakunya mengaku, tetapi tidak ada yang buka suara.
Ia lalu pergi ke polisi, tetapi mereka mengatakan tidak dapat menemukan bukti apa pun dan menutup kasus tersebut, bahkan tanpa mewawancarainya. Akhirnya, ia menyerah untuk mencari tahu pelakunya.
Ilustrasi seorang guru mengamati para siswa melihat ponsel di satu kelas.
Kasus pornografi deepfake di sekolah dan universitas belakangan meningkat di Korea Selatan. Pada September, BBC melaporkan bahwa lebih dari 500 sekolah dan universitas telah terdampak.
Pada Agustus 2024, Serikat Guru dan Pekerja Sektor Pendidikan Korea (KTU) melakukan survei, menanyakan apakah guru dan siswa pernah mendapati fotonya dimanipulasi secara ilegal. Hasilnya, 2.492 kasus dilaporkan.
Para korban termasuk siswa dari SMA, SMP, SD, sekolah khusus, dan bahkan TK. Secara total, 517 orang terdampak. Sebanyak 204 di antaranya merupakan guru, 304 adalah siswa, dan sisanya staf sekolah.
Meski banyak korban tidak pernah mengadu ke polisi, jumlah kasus yang dilaporkan terus bertambah.
Di Korea Selatan secara lebih luas, jumlah laporan polisi tentang kejahatan seks karena deepfake meningkat dari 156 pada 2021 menjadi 1.202 pada 2024.
Data polisi yang dirilis akhir tahun lalu menunjukkan bahwa 548 dari 682 orang yang ditangkap adalah remaja.
Lebih dari 100 di antaranya adalah anak-anak berusia antara 10 dan 14 tahun, yang tidak dapat diadili dan dihukum sebagai penjahat karena usia mereka.
Ilustrasi berita soal meningkatnya kejahatan karena teknologi deepfake.
Namun, meskipun orang-orang semakin sadar akan bahaya pornografi deepfake, para guru merasa dikecewakan oleh polisi.
Seorang guru di satu SMA di Incheon, yang kami sebut Jihee, juga sempat diperlihatkan sebuah unggahan di X dengan tagar "penghinaan guru". Di situ, ada foto bagian-bagian tubuhnya yang diambil secara close-up.
Jihee bilang ia frustrasi karena kurangnya aksi polisi setelah ia melaporkan foto-foto tersebut. Maka, ia mengambil tindakan sendiri.
Dia menyadari foto-foto itu diambil di ruang kelas tertentu. Jadi, dia dengan cermat mencoba menganalisis setiap sudut kursi di ruangan itu untuk menemukan siapa yang mengambil gambarnya.
Akhirnya, dia mengidentifikasi seorang siswa tahun ketiga sebagai tersangka.
"Meskipun menjadi korban, saya benar-benar frustrasi karena harus terus melihat foto-foto semacam ini untuk mengumpulkan informasi," kata Jihee.
Setelah menyerahkan laporan setebal 10 halaman, polisi membuka penyelidikan tetapi kemudian mengatakan tidak ada cukup bukti.
Namun, siswa yang diduga Jihee sebagai pelaku akhirnya didakwa dalam kasus yang melibatkan rekan guru lainnya.
Ilustrasi guru bernama Jihee (bukan nama sebenarnya) menyelidiki sendiri siswa mana yang mengambil fotonya dan mengunggahnya ke media sosial.
Guru sering kali diharapkan terus melakukan pekerjaan mereka setelah menjadi korban, bahkan ketika siswa yang diduga bertanggung jawab mungkin masih berada di kelas mereka.
Ini berbeda dengan siswa, yang dapat segera dikeluarkan dari kelas jika mereka melaporkan diri telah menjadi korban deepfake.
Sebagian guru yang jadi korban, seperti Ga-eun, mengambil cuti sakit. Tetapi jika durasi cutinya lebih dari seminggu, mereka harus menjalani evaluasi untuk mendapatkan persetujuan kembali dari komite sekolah.
Kadang-kadang permintaan mereka ditolak, yang berarti pengadu harus menggunakan cuti tahunan mereka sebagai gantinya.
Sementara itu, pindah sekolah hampir mustahil dilakukan di luar periode pindah sekolah reguler di bulan Maret.
"Saya tidak tahu apakah yang membuat saya menderita adalah deepfake atau pertikaian dengan otoritas pendidikan," kata Ga-eun.
Kim Soon-mi, seorang pengawas sekolah di Kantor Pendidikan Busan, berkata: "Tidak ada undang-undang atau buku petunjuk soal langkah-langkah yang bisa diambil dengan segera untuk memisahkan guru dari siswa yang menjadi pelaku atau soal berapa lama hal itu harus berlangsung."
Satu-satunya panduan yang tersedia adalah bahwa seorang siswa dapat dipindahkan ke bagian belakang kelas jika tindakan mereka "berdampak negatif pada hak belajar orang lain".
Orang tua sebenarnya bisa diminta mengatur kegiatan pendidikan di rumah, tapi itu hanya dapat berlaku bila si orang tua setuju.
Ga-eun juga yakin masih banyak yang perlu dilakukan untuk mendidik siswa tentang bahaya pornografi deepfake.
Aktivis berunjuk rasa memprotes maraknya pornografi dengan teknologi deepfake di Seoul, Korea Selatan, pada 6 September 2024.
Sebuah survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan pada Desember tahun lalu terhadap lebih dari 2.000 siswa SMP dan SMA menunjukkan kurangnya kesadaran tentang kejahatan terkait deepfake.
Ketika ditanya tentang penyebab kejahatan seksual terkait deepfake, 54% siswa menyebut "hanya untuk bersenang-senang" sebagai alasan utama.
Pelecehan juga dapat terjadi dalam bentuk lain, kata Ga-eun. Ia merujuk insiden tahun lalu ketika seorang siswa kedapatan memasang kamera di toilet guru perempuan.
Ia menambahkan bahwa di kelas, beberapa siswa sering membuat komentar seksual dan dengan sengaja mendorong teman sekelas mereka ke arah guru perempuan dalam upaya melakukan kontak fisik.
"Ketika saya mencoba untuk memperbaiki perilaku ini, mereka berkata, 'Saya hanya bercanda,' atau, 'Itu hanya lelucon,'" katanya.
"Begitu banyak anak tidak menyadari keseriusan situasi tersebut. Mereka berkata, 'Saya tidak tahu ini sebenarnya adalah kejahatan.'"
Yu Ji-woo, bukan nama sebenarnya, seorang gadis berusia 16 tahun yang mengatakan salah satu teman sekelasnya menjadi korban pornografi deepfake, merasa heran mengapa belum ada edukasi nasional mengenai masalah ini.
"Kami berharap akan ada edukasi di sekolah-sekolah di seluruh negeri, terlepas dari muncul insiden atau tidak, tetapi nyatanya tidak ada," katanya.
Aktivis berunjuk rasa memprotes maraknya pornografi dengan teknologi deepfake di Seoul, Korea Selatan, pada 30 Agustus 2024.
Chung Il-sun, direktur divisi kebijakan kesetaraan gender di Kementerian Pendidikan, mengatakan bahwa mereka memandang kejahatan seksual deepfake sebagai "masalah yang sangat serius".
"Kami telah mengirimkan pemberitahuan ke sekolah-sekolah dan komite untuk memastikan bahwa tidak ada kelonggaran saat menangani pelaku dan bahwa tindakan tegas diambil," kata Il-sun.
Dia mengatakan fokus utama kementerian adalah memastikan siswa paham bahwa itu bukan lelucon tetapi kejahatan, termasuk melalui edukasi dan kampanye peningkatan kesadaran.
"Pemerintah, termasuk Kementerian Pendidikan, telah bekerja keras untuk mengomunikasikan hal ini, dan siswa sekarang secara umum memahami bahwa konten deepfake adalah tindak pidana," ujarnya.
Lee Yong-se, inspektur senior di Badan Kepolisian Nasional Korea, mengatakan tim investigasi khusus kekerasan seksual siber telah dibentuk di kepolisian daerah. Para petugas juga dilatih soal penyamaran dan investigasi kejahatan siber.
Upaya polisi disebut berhasil menurunkan jumlah kasus yang dilaporkan dari rata-rata 17 kasus per hari pada satu pekan di bulan September menjadi dua kasus per hari sebulan kemudian.
Ga-eun menerima banyak surat berisi dukungan dan kata-kata penyemangat dari murid-muridnya.
Jihee berharap dia bisa kembali ke kehidupan sebelum dia melihat dirinya sendiri di konten deepfake.
"Jika seseorang bertanya apakah saya bisa membayar sejumlah uang untuk kembali ke masa sebelum insiden ini terjadi, saya akan melakukannya, berapa pun biayanya. Saya berharap ingatan ini bisa dihapus dan semuanya bisa kembali seperti semula," ujar Jihee.
Namun dia juga ingat para siswa yang memberi tahunya soal konten itu dan memberikan kata-kata penyemangat.
Ga-eun bilang dia menunggu hari ketika para siswa yang bersalah akan datang kepadanya dan meminta maaf.
Sebagai guru, dia merasa sudah menjadi tugasnya untuk memastikan mereka memahami beratnya tindakan mereka.
"Saya ingin memastikan mereka paham ini bukan sekadar lelucon. Saya yakin mereka pasti merasa bersalah setelahnya. Lelucon yang mereka lakukan karena rasa ingin tahu... membuat saya sangat sakit hati," katanya, dengan suara bergetar.
"Itu benar-benar mengubah hidup saya."
Laporan tambahan oleh Yujin Choi dan Hyunjung Kim.