Konten Media Partner

Kesaksian Keluarga Alawi yang Mengungsi di Pangkalan Udara Rusia di Suriah

15 Maret 2025 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Kesaksian Keluarga Alawi yang Mengungsi di Pangkalan Udara Rusia di Suriah

Dalaal Mahna mengatakan anak laki-lakinya 'dieksekusi' oleh kelompok bersenjata.
zoom-in-whitePerbesar
Dalaal Mahna mengatakan anak laki-lakinya 'dieksekusi' oleh kelompok bersenjata.
"Anak laki-laki saya satu-satunya, usianya baru 25 tahun," tutur Dalaal Mahna dengan air mata berlinang. "Mereka merenggutnya, lalu berkata, 'Kami akan membunuhnya dan membuatmu hancur.'"
Itulah kali terakhir Dalaal melihat putranya. Dalaal mengatakan buah hatinya itu ditembak mati oleh orang-orang bersenjata yang menculiknya.
Dalaal merupakan penganut sekte minoritas Alawi di Suriah yang menjadi sasaran kekerasan sejak pekan lalu.
"Semua orang tahu anak saya mengidap diabetes dan anemia. Dia hanya berusaha bertahan hidup semampunya."
BBC News Arabic bertemu langsung dengan Dalaal dan ribuan pengungsi lainnya di sebuah pangkalan udara Rusia terpencil di pesisir barat negara itu.
Salah satu LSM yang memantau perang Suriah melaporkan lebih dari 1.400 warga sipil tewas sejak 6 Maret, silam. Sebagian besar korban adalah penganut Alawi yang tersebar Latakia dan provinsi tetangga Tartous, Hama, dan Homs.
Dalaal adalah salah satu dari sedikit orang yang bersedia menceritakan pengalaman mengenaskan yang berlangsung selama satu pekan itu.

'Eksekusi sepihak'

Dalaal memperlihatkan foto anak laki-lakinya yang bernama Amjad Qatrawi. Dia mengatakan anaknya tewas di tangan kelompok bersenjata.
Minggu lalu, pasukan keamanan melancarkan operasi di wilayah tersebut untuk meredam aksi pemberontakan kelompok pengikut mantan presiden Bashar al-Assad.
Assad adalah seorang penganut Alawi dan rezimnya didominasi anggota sekte tersebut.
Kekerasan meningkat tajam setelah 13 personel keamanan tewas dalam sebuah penyergapan oleh orang-orang bersenjata di kota pesisir Jableh.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Setelah serangan itu, kelompok bersenjata yang setia kepada pemerintahan pimpinan kaum Sunni dituduh melakukan pembunuhan balas dendam di komunitas-komunitas yang mayoritas Alawi.
Selama empat hari berikutnya, banyak keluarga yang tewas dibunuh, termasuk perempuan dan anak-anak, menurut kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Penduduk terpaksa mengungsi dari rumah mereka dan mencari perlindungan di pegunungan
Pada Rabu (12/03), seorang juru bicara PBB mengatakan pihaknya sejauh ini sudah memverifikasi pembunuhan 111 warga sipil. Akan tetapi, angka sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi.
Selain itu, dia menambahkan sebagian kasus adalah eksekusi sepihak.

Baca juga:

Di jalan raya itu, kami menemukan sebuah mobil dengan banyak bekas tembakan.
Tidak diketahui berapa banyak orang yang tewas di dalamnya, ataupun latar belakang mereka.
Namun, sangat sulit membayangkan ada korban selamat di mobil nahas itu.
Ketika tim BBC datang, jalanan tertutup, dan kepulan asap terlihat membubung
Jalan raya internasional sudah diamankan dan dibersihkan dari sisa-sisa serangan yang dilakukan kelompok yang disebut sebagai sisa-sisa rezim sebelumnya.
Serangan yang kemudian memicu aksi balas dendam terhadap komunitas Alawi.
Namun, puluhan jasad masih terlihat di semak belukar dan kuburan massal, seperti yang tim BBC lihat saat melakukan perjalanan bersama pasukan dari Kementerian Pertahanan Suriah.

Berlindung di perbukitan

Sulit untuk mengetahui siapa yang berada di dalam mobil ini, tetapi kemungkinan besar mereka sudah tewas.
Puluhan jenazah tergeletak di antara semak belukar
Berdasarkan keterangan sumber BBC di pasukan keamanan, para pendukung setia Assad yang bertanggung jawab atas serangan di Jableh tidak semuanya berhasil dilumpuhkan.
Mereka justru berhasil menarik diri ke pegunungan sekitar saat pasukan keamanan mengirimkan bala bantuan besar-besaran dari berbagai penjuru negara.
"Mereka semua warga desa-desa di sini," ungkap Mahmoud al-Haik, tent dari kementerian pertahanan pemerintah yang baru yang ditugaskan di Baniyas, pedesaan Latakia.
Mahmoud al-Haik (kiri), prajurit dari Kementerian Pertahanan Suriah, menceritakan kepada Feras Kilani (kanan) dari BBC News Arabic tentang bagaimana para pejuang berhasil menguasai kota.
"Semua orang di jembatan ini, semua pelaku kejadian ini, berasal dari komunitas sekitar sini. Tapi sekarang mereka semua sudah pergi dari daerah ini."
Kami bertanya, "Tapi bukankah di serangan awal, mereka berhasil menguasai sebagian besar wilayah [Baniyas]?"
"Dua hari pertama situasinya benar-benar kacau," jawabnya.
"Daerah ini benar-benar dilanda kekacauan. Syukurlah, kami berhasil mengambil alih kendali. Warga mulai pulang ke rumah masing-masing. Saat ini banyak dari mereka yang meminta agar warga lain juga diizinkan pulang."
Kegiatan usaha masih terhenti akibat kekerasan yang terjadi.
Perjalanan singkat ke beberapa desa memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah ini masih kosong.
Khawatir menjadi korban pembunuhan sektarian, penduduk mengungsi ke pegunungan. Mereka rela tidur di tempat terbuka selama seminggu terakhir.
Di sebuah desa di pinggiran kota Baniyas, tim BBC bertemu beberapa laki-laki yang dengan was-was kembali untuk melihat kondisi rumah dan toko mereka.
Wafiq Ismail enggan menceritakan apa yang dilihatnya saat serangan terjadi.
Wafiq Ismail, seorang warga Alawi, berusaha menjaga nada suaranya ketika kami wawancara. Dia mengaku ada di sana saat serangan terjadi, tetapi enggan memaparkan secara detail.
"Jujur saja, saya tidak bisa menjelaskan apa-apa. Saya tidak terlibat sama sekali. Sumpah… saya tidak pernah punya kaitan dengan semua ini," ujarnya,
"Bukan itu maksud pertanyaan kami," tim BBCa menjelaskan.
"Kami hanya ingin tahu, sebagai orang yang ada di sini, apa yang Anda lihat?"
Jawabannya mencerminkan ketakutannya: "Saudaraku, saya benar-benar tidak bisa bicara soal ini. Saya tidak tahu apa-apa. Sudah ya… Semoga Tuhan melindungi kita dari mara bahaya."

Perlindungan internasional

Batas kendali pasukan keamanan Suriah berakhir di wilayah pedesaan Latakia. Daerah ini berbatasan dengan sekitar pangkalan udara militer Rusia, Hmeimim.
Kami berhasil memasuki bagian luar pangkalan tanpa berkoordinasi dengan pihak Rusia. Rusia mendukung pasukan Assad selama perang saudara 13 tahun di Suriah.
Ribuan keluarga dari komunitas Alawi telah mengungsi ke pangkalan ini.
Mereka menyelamatkan diri dari serangan yang dilancarkan berbagai kelompok di Suriah.
Para pengungsi tinggal dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Di tempat inilah Dalaal menceritakan dukanya atas kehilangan putranya.
Tempat ini sarat dengan kisah-kisah yang sangat menyedihkan.
Potret anak-anak dari keluarga Alawi yang mencari perlindungan di pangkalan udara Rusia.
Sebagian besar keluarga kehilangan seseorang: anak laki-laki, sanak saudara, atau tetangga.
Seorang perempuan Alawi lainnya mengatakan, "Kami membutuhkan perlindungan dari dunia internasional atas penderitaan yang kami lalui. Kami sudah meninggalkan rumah, harta benda, dan pekerjaan untuk mengungsi."
Perempuan Alawi ini mengatakan para pengungsi membutuhkan perlindungan dari pihak internasional.
Hanya sedikit informasi yang diketahui terkait serangan yang terjadi pada Kamis (13/03) dan dampak sektariannya yang signifikan.
Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa, yang memimpin serangan pemberontak yang menggulingkan Assad pada bulan Desember lalu, mengakui dampak dari serangan tersebut dan berjanji akan mengusut tuntas para pelaku.
Sharaa bahkan berjanji untuk tetap menindak pelaku meski mereka berasal dari pihak sekutunya.
Dia menyatakan, "Kami tidak akan menolerir pertumpahan darah yang tidak dibenarkan."
Akan tetapi, peristiwa yang menambah rentetan insiden berdarah dalam sejarah Suriah ini tampaknya tidak akan dapat dengan mudah disembuhkan.

Baca juga: